Rabu 04 Sep 2013 08:25 WIB
Impor Minyak

Insentif Jadi Solusi Kurangi Impor Minyak

Pengeboran minyak lepas pantai.   (ilustrasi)
Foto: Republika
Pengeboran minyak lepas pantai. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih tingginya impor minyak dan membuat neraca perdagangan Indonesia tertekan. Pemberian Insentif diharapkan dapat menjadi solusi pengurangan impor pada sektor itu.

Ketua Lembaga Penjamin Simpanan Mirza Adityaswara menyatakan, masalah yang dihadapi Indonesia adalah produksi minyak yang turun sehingga impor minyak menjadi tinggi. "Oleh karena itu, produksi harus ditingkatkan agar Indonesia tidak bergantung pada impor," katanya, Selasa (3/9).

Peningkatan produksi bisa dilakukan bila pemerintah mau memberikan insentif kepada perusahaan migas yang mampu menaikkan hasil migasnya. Insentif tersebut, menurutnya, bisa berupa pengurangan bobot Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk eksplorasi migas. Dengan begitu, perbankan akan semakin tertarik menyalurkan kredit untuk sektor ini

Kebijakan ini sama seperti yang diberikan BI untuk kredit pemilikan rumah (KPR). "Kalau suku bunga tak bisa turun lebih rendah, dalam jangka waktu tertentu diberikan insentif ATMR," tambah dia. Dengan adanya insentif bagi bank yang menyalurkan kredit untuk sektor migas, produksi diharapkan bertumbuh yang pada akhirnya berimbas pada positifnya neraca perdagangan.

Insentif serupa, menurutnya, juga bisa diberikan untuk menurunkan impor nonmigas. Saat ini, bank juga terkesan malas untuk menyalurkan kredit bagi sektor manufaktur karena ATMR-nya yang tinggi. Dalam 10 tahun pertumbuhan kredit untuk manufaktur minus 20,1 persen. Pada 2012, pangsa pasar kredit ini hanya 24 persen. Padahal pada 2002, kredit manufaktur memiliki pangsa 44 persen terhadap total kredit.

Wakil Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Susilo Suswoutomo menyatakan, pemerintah pun siap memberikan insentif bagi sejumlah perusahaan migas maupun penunjang sektor migas untuk mendorong investasi pada eksplorasi migas di dalam negeri. Selain itu, kementerian akan memangkas perizinan agar investasi di sektor ini.

Bila pemangkasan perizinan dan insentif terpenuhi, pihaknya yakin hal itu akan meningkatkan iklim investasi migas Indonesia yang saat ini tercatat sebagai yang terburuk di dunia. Dari laporan tahunan Fraser Institute sebuah lembaga survei Kanada, tentang daya tarik investasi, Indonesia menempati posisi terakhir dari 96 negara. Iklim investasi di Indonesia bahkan berada di bawah sejumlah negara seperti Zimbabwe, Venezuela, dan Vietnam.

Pengamat Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menambahkan, untuk menurunkan impor migas, Indonesia perlu mengembangkan sumber energi alternatif. Saat ini, Indonesia belum memiliki energi lain yang bisa menjadi pengganti bahan bakar minyak. Sedangkan untuk menemukan energi alternatif seperti biofuel maupun biodisel, membutuhkan waktu tidak cukup satu sampai dua bulan. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan hal itu.

Neraca perdagangan pada Juli 2013 mencatat defisit sebesar 2,3 miliar dolar AS dibandingkan defisit pada Juni 2013 sebesar 0,9 miliar dolar AS. Defisit neraca perdagangan terutama terjadi pada sektor migas yang mencapai 1,86 miliar dolar AS sejalan dengan tingginya kebutuhan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi dalam negeri. Kenaikan terjadi karena faktor musiman bulan puasa dan Lebaran.

Impor migas tumbuh 17,17 persen. Sedangkan secara keseluruhan, kenaikan impor mencapai 11,4 persen yang terjadi pada semua kelompok barang impor yaitu bahan baku, barang modal, dan barang konsumsi. Defisit pada sektor nonmigas tercatat sebesar 0,45 miliar dolar AS.

Ekspor tumbuh positif namun belum cukup kuat menahan laju pertumbuhan impor. Pertumbuhan ekspor membaik sebesar 2,4 persen terutama terjadi pada ekspor kelompok barang tambang, seperti tembaga, batu bara, tekstil dan produk tekstil, serta peralatan listrik.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi yang dieksekusi pada 22 Juni tentu belum berdampak pada penurunan impor minyak. Terlebih, menjelang Lebaran, pemerintah memutuskan untuk menaikkan stok BBM dari 17-18 hari menjadi 19-20 hari. "Itu tentu meningkatkan impor," ujarnya.

Lebih lanjut, Hatta mengatakan, pemerintah saat ini terus berupaya mengatasi defisit neraca transaksi berjalan (current account), khususnya pada neraca migas. Paket kebijakan ekonomi yang dilansir dua pekan silam diharapkan akan mengurangi defisitnya. Upaya tercepat adalah peningkatan kapasitas biodiesel dalam solar menjadi 10 persen. Sehingga, pada kuartal III akan menurun, meskipun tetap defisit. n satya festiani ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement