Jumat 23 Aug 2013 02:16 WIB
Ormas Islam

Muhammadiyah Perkuat Bisnis

Muhammadiyah, salah satu ormas terbesar di Indonesia.
Foto: www.muhammadiyah.or.id
Muhammadiyah, salah satu ormas terbesar di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Muhammadiyah memperluas jaringan usaha yang bersifat ekonomi. Dorongan pengembangan ini bukan di pusat, tetapi pada pengurus wilayah yang berada di sekitar 34 provinsi. Termasuk, perguruan tinggi milik Muhammadiyah. 

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Yunahar Ilyas mengatakan, pengurus wilayah biasanya mengembangkan baitul mal wa tamwil (BMT) atau bank perkreditan rakyat syariah. Keuntungan hasil usaha ini menjadi tambahan bagi pembiayaan kegiatan pengurus.

Di sisi lain, universitas milik Muhammadiyah juga terus didorong untuk mempunyai unit usaha. "Jadi, mereka tak tergantung pada biaya pendidikan dari mahasiswa," kata Yunahar, Kamis (22/8). Bila hanya mengandalkan iuran mahasiswa tentu akan kewalahan.

Sebab, jumlah mahasiswa bisa saja mengalami pasang surut. Yunahar mengatakan, di sinilah pentingnya unit usaha milik perguruan tinggi Muhammadiyah. Ia menunjuk sukses yang diraih Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Yunahar menuturkan, lini usaha yang dikembangkan UMM, di antaranya, hotel yang berada tak jauh dari kampus UMM. Mereka juga mengembangkan usaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Ia mengatakan, ada satu unit SPBU.

Sekarang, UMM sedang menggarap proyek baru. Menurut Yunahar, mereka dalam proses membangun sebuah rumah sakit. "Untuk pembangunan rumah sakit ini, kucuran dana mencapai Rp 200 miliar," ungkapnya.

Kapasitas rumah sakit relatif besar dan diharapkan proses pendirian segera tuntas. Ia menambahkan, selain bangunan, yang menyedot banyak dana adalah peralatan medisnya. Yunahar mengatakan, harga peralatan medis mahal-mahal.

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) juga mengembangkan unit usahanya sendiri. Garapan teranyar mereka adalah pendirian hotel bintang tiga.

Yunahar mengakui pembangunan belum dimulai karena belum memperoleh izin. Kalau proyek ini mulai berjalan, sekitar Rp 50 miliar akan dibenamkan sebagai investasi. Pihak UMY juga mendirikan semacam perusahaan pengembang, PT Mentari Prima Karsa. Modal awal mereka peroleh dari pihak universitas.

Perusahaan ini, kata Yunahar, memperoleh sejumlah proyek. Misalnya, pembangunan rumah dan toko. Selain itu, mereka menangani pengerjaan bangunan milik Muhammadiyah. Mereka sekarang sedang membangun rumah sakit Muhammadiyah di Lamongan.

Selain itu, Muhammadiyah pun mempunyai kebijakan memindahkan semua dananya ke bank syariah. Yunahar mengatakan, targetnya pada Desember 2012. Kalaupun ada yang belum, itu persoalan teknis saja. Biasanya, terkait rekening hibah dana dari pemerintah.

Pemberian hibah umumnya ditransfer melalui rekening bank umum. Ia menyebutkan, di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, masih ada rekening bukan bank syariah. "Ini digunakan untuk menerima dana hibah," katanya.

Bendahara PP Muhamamdiyah Anwar Abbas menyatakan, pengurus di daerah memang bertanggung jawab atas sejumlah unit usaha. Baik dalam bentuk BPRS dan BMT, retail, maupun usaha pertanian. BMT berada di 34 provinsi.

BMT ini memiliki tiga tingkatan. Pertama adalah induk koperasi BMT yang berskala nasional. Jumlahnya  satu. Tingkatan kedua, pusat koperasi atau disebut juga dengan koperasi sekunder. Ada di tiga provinsi, yaitu di Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Muhammadiyah saat ini tengah menjajaki kemungkinan di Banten. Bisa dibilang, koperasi sekunder berada di tingkat provinsi. Sedangkan, koperasi tingkatan terakhir yang jumlahnya lebih banyak adalah koperasi primer.

Jumlahnya mencapai 347 unit. Asetnya antara Rp 20 miliar - Rp 26 miliar per unit. Selain warga Muhammadiyah, anggotanya adalah masyarakat umum. ’’BMT yang kekurangan uang atau likuiditas akan saling membantu,’’ katanya.

Ketua Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah Syafrudin Anhar mengatakan, jumlah BPR-BPRS sebanyak 26 unit. Jumlah aset BPR-BPRS rata-rata Rp 15 miliar per unit. Sedangkan, usaha retail berbentuk minimarket. Ada lebih dari 100 unit. Omzet setiap hari Rp 12 juta.

Syafrudin juga membenarkan adanya pengalihan seluruh dana ke bank syariah. "Namun, belum 100 persen. Masih sekitar 80 persen karena kita tidak bisa menutup kemungkinan masih memakai jasa bank konvensional,’’ katanya.

Penyebabnya, jelas Syafrudin, banyak lembaga Muhammadiyah yang bekerja sama dengan pemerintah. n ani nursalikah  ed: ferry kisihandi

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement