Selasa 20 Aug 2013 08:27 WIB
Pemilihan Caleg

Pembatasan Alat Kampanye Caleg Diprotes

Kampanye Pemilu.  (Ilustrasi)
Foto: Ali Said/Republika
Kampanye Pemilu. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 1 Tahun 2013 yang mengatur pembatasan alat peraga kampanye bagi partai politik dan calon anggota legislatif (caleg) menuai protes. Aturan tersebut dinilai mengurangi esensi pelaksanaan kampanye.

Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella mengatakan, alat peraga kampanye merupakan sarana untuk menyosialisasikan caleg serta programnya kepada masyarakat. “Kampanye juga menjadi tahapan yang diatur dalam undang-undang. Sekarang kalau KPU batasi justru bertolak belakang dengan esensi kampanye itu sendiri,” kata dia saat dihubungi, Senin (19/8).

Pembatasan penggunaan alat peraga oleh caleg, seperti baliho, banner, dan billboard, menurut Rio, tidak hanya merugikan caleg. Tetapi, juga merugikan partai politik, konstituen caleg dan parpol, serta masyarakat secara luas.

Dalam revisi PKPU 1/2013, KPU menetapkan alat peraga yang bisa digunakan caleg hanya sebatas spanduk. Jumlahnya dibatasi satu unit di setiap satu zona yang ditentukan KPU. Sedangkan, alat peraga berupa baliho, banner, dan billboard hanya boleh dipasang oleh partai politik. “Itu kan namanya aturan yang mengada-ada. Rakyat juga dibatasi haknya untuk lebih tahu caleg yang mereka pilih,” kata Rio.

Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Hanura Ahmad Rofiq menilai, semangat yang coba dibangun KPU melalui pembatasan alat peraga kampanye memang bagus, yakni dengan alasan ketertiban, estetika, dan kampanye yang berkeadilan bagi semua caleg. Tetapi, Rofiq pesimistis aturan tersebut akan efektif. “Memang KPU bisa awasi sampai ke desa-desa?” Tanya Rofiq.

Menurutnya, peraturan hanya tinggal peraturan. Dalam sistem proporsional terbuka, kata dia, saat ini tidak ada cerita politik yang tidak berbiaya tinggi.

Menurutnya, caleg seharusnya diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengampanyekan dirinya. Baliho dan spanduk dinilai sebagai perangkat kampanye paling murah yang bisa dijangkau semua caleg. Sehingga, bila dibatasi, justru akan memicu caleg melakukan kampanye dengan mengandalkan politik uang. Sebab, dengan sistem pemilihan suara terbanyak, semua caleg akan mati-matian demi mendapatkan kursi.

Sebelumnya, Komisioner KPU Sigit Pamungkas mengatakan penetapan revisi PKPU tentang kampanye telah disetujui dalam rapat pleno KPU pada Rabu (14/8) malam. Saat ini aturan tersebut tinggal menunggu penomoran dari Kementerian Hukum dan HAM. Pembatasan itu dituangkan dalam revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Menurut Sigit, pembatasan tersebut sudah dipastikan akan diberlakukan pada semua caleg. Alat peraga yang bisa digunakan caleg hanya sebatas spanduk. Jumlahnya dibatasi satu unit di setiap satu zona yang ditentukan KPU. Sedangkan, alat peraga berupa baliho, banner, dan billboard hanya diperbolehkan dipasang oleh parpol.

Sigit mengatakan, pertimbangan KPU untuk membolehkan caleg menggunakan spanduk karena alat peraga berupa spanduk merupakan alat kampanye dengan biaya yang relatif murah. Bisa dipastikan semua caleg bisa menjangkaunya. Di sisi lain, hak warga untuk mengetahui calon wakil rakyatnya juga tetap terpenuhi.

Pemenuhan hak pemilih tersebut, Sigit melanjutkan, juga tetap proporsional dengan kampanye yang berkeadilan serta tertib lingkungan dan tidak mengotori ruang publik. Di satu sisi, kata dia, KPU ingin memfasilitasi supaya tertib kampanye dan saat bersamaan juga memberikan ruang sebagai efek sistem proporsional terbuka. “Kalau caleg sama sekali tidak boleh kampanye melalui media, kan seperti sistem daftar tertutup lagi,” ujarnya.

Selanjutnya, untuk pengaturan mengenai zona yang diperuntukkan bagi para caleg dalam pemasangan spanduk, akan ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota yang akan dilakukan bersama dengan pemerintah daerah (pemda) setempat. PKPU tentang kampanye, Sigit melanjutkan, tidak mengatur apakah ukuran satu zona itu satu atau beberapa kelurahan/desa, kecamatan, maupun kabupaten/kota.

Oleh karena itu, KPU kabupaten/kota dan pemda akan diberikan keleluasaan untuk menetapkan daerah di wilayahnya sebagai zona pemasangan spanduk. “Jadi, tergantung daerah. Setiap daerah yang besar mungkin zonanya akan lebih banyak dan yang kecil mungkin akan sedikit,” ujar Sigit. n ira sasmita ed: muhammad fakhruddin

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement