Sabtu 03 Aug 2013 06:20 WIB
Tunjangan Hari Raya

Ada 14 Ribu Buruh Laporkan Pelanggaran THR

Tunjangan Hari Raya (ilustrasi).
Foto: depoklik.com
Tunjangan Hari Raya (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Posko THR (tunjangan hari raya) yang dibuka Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Jawa Timur (Jatim) di Kantor LBH Surabaya sejak 22 Juli hingga H-7 (1/8) mencatat bahwa 14.673 buruh/pekerja dari 78 perusahaan melaporkan dugaan pelanggaran THR. “Perusahaan itu tersebar di Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Gresik, Lamongan, Jember, dan Blitar,” kata Koordinator Posko THR MPBI Jatim Tiolina Dameria di Surabaya, Jumat (2/8).

Tiolina Dameria dari FSPMI Surabaya itu menjelaskan, Posko THR dibuka hingga 8 Agustus mendatang dengan call center pada jam kerja di Kantor LBH Surabaya dengan telepon 031-5022273 dan SMS Centre 24 jam pada nomor 08813128586. “Untuk Posko THR itu, LBH Surabaya juga melibatkan relawan-relawan sosial dari berbagai elemen masyarakat sehingga sebelum posko dibuka, sudah ada laporan dugaan pelanggaran dari 3.750-an buruh dari tujuh perusahaan di Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, dan Gresik yang terancam terlanggar THR-nya,” katanya memaparkan.

Dari 34.000-an perusahaan di Jatim, menurut Data Disnakertransduk Jatim, tercatat baru 69 perusahaan yang melaporkan akan membayar THR pada H-14 sebelum Hari Raya Idul Fitri. MPBI Jatim mendesak seluruh perusahaan untuk memberikan THR kepada seluruh pekerja tanpa melihat status pekerjaannya karena pekerja tetap maupun yang tidak tetap (kontrak, outsourcing, harian lepas) berhak atas THR keagamaan secara penuh.

MPBI Jatim juga mendesak gubernur dan bupati/wali kota serius mengawasi, menangani, dan menyelesaikan permasalahan THR secara efektif. Karena itu, Satgas THR harus proaktif menjemput bola yang mendatangi dan memantau ke pabrik-pabrik untuk memastikan THR terbayarkan sesuai peraturan perundang-undangan dengan prioritas kepada buruh kontrak.

Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Dita Indah Sari mengatakan, sebenarnya perusahaan yang tidak memberikan THR perlu diberi sanksi. Sayangnya, tidak ada dasar hukum untuk memberikan sanksi.

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak ada pasal yang mengatur sanksi bagi pengusaha yang tidak memberikan THR bagi karyawannya. Makanya, pengusaha susah dijerat. “Kami ingin DPR mau bekerja sama merevisi undang-undang tersebut,” kata Dita di Jakarta, Jumat, (2/8).

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 4 Tahun 1994, Dita mengungkapkan, yang menjadi landasan teknis bagi pemberian THR juga tidak mencantumkan sanksi kepada perusahaan yang tidak memberikan THR kepada karyawannya. Sehingga, ini menyulitkan pemerintah untuk memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak mau membayar THR.

Untuk memberikan sanksi, ujar Dita, tidak boleh sembarangan sebab membutuhkan payung hukum yang jelas. Kalau tidak ada payung hukumnya maka sanksi tidak bisa diberikan.

Anggota Komisi IX DPR Indra menyebutkan, ada empat modus perusahaan yang nakal dalam menyikapi kewajiban THR. Pertama, ada perusahaan yang sama sekali tidak membayarkan THR. Kemudian, ada perusahaan memberikan nominal THR tidak sesuai ketentuan. Ketiga, pembayaran THR sering terlambat dari aturan di Permennakertrans. “Ada juga modus memutus kontrak pekerja outsourcing agar tidak harus membayar THR,” kata Indra.

Indra mendesak Menakertrans Muhaimin Iskandar dan seluruh kepala Dinas Tenaga Kerja untuk terjun ke lapangan melakukan pemantauan. “Sanksi tegas bagi pelanggar untuk efek jera,” ujarnya. n dyah ratna MN/hafiz/antara ed: joko sadewo

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement