Sabtu 27 Jul 2013 08:32 WIB
OJK

OJK Luncurkan Pengawasan Berbasis Risiko

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau industri untuk mengelola risiko dengan baik. Oleh karena itu, OJK meluncurkan sistem pengawasan berbasis risiko. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menyatakan, sistem pengawasan tersebut dibentuk karena pertumbuhan industri keuangan nonbank (IKNB) yang diperkirakan akan terus bertumbuh. Pertumbuhan yang tinggi itu harus didukung dengan pengelolaan risiko yang baik dari lembaga itu.

“Pengelolaan risiko tidak terbatas pada risiko finansial dan pasar, tetapi juga operasional,” ujarnya, Jumat (26/7). Penguatan sistem pengawasan berbasis risiko ini bertujuan untuk memahami risiko setiap aktivitas lembaga keuangan dengan tepat dan efisien.

Dewan Komisioner OJK Bidang IKNB Firdaus Djaelani mengungkapkan, sistem pengawasan ini terdiri atas dua komponen, yaitu Sistem Pemeringkatan Risiko (SPR) dan Sistem Pengawasan Berbasis Risiko (SPBR). SPR digunakan untuk mengukur tingkat risiko. Nantinya perusahaan akan dikelompokkan menjadi perusahaan berisiko rendah, sedang, dan tinggi.

SPBR merupakan kerangka kerja pengawasan. Sistem ini akan mengelompokkan perusahaan yang termasuk IKNB ke dalam beberapa peringkat. Tingkatannya, seperti normal, intensif, penyehatan, dan restrukturisasi. “Semakin tinggi tingkat risiko, semakin kuat pengawasan dari OJK,” katanya. Sistem pengawasan ini akan diterapkan pada 2014.

Saat ini, OJK sedang menyusun sistemnya sehingga di awal tahun depan dapat dilaksanakan. Setelah selesai, OJK akan melihat perusahaan mana yang tergolong pada peringkat normal sampai restrukturisasi. Perusahaan yang sudah masuk pada status pengawasan intensif, tidak diperbolehkan melakukan aksi korporasi tertentu.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Benny Waworuntu menilai, sistem pengawasan berbasis risiko ini cukup bagus. Sistem tersebut dibuat untuk melindungi industri serta ikut meningkatkan kepercayaan konsumen.

Di industri asuransi, risk based capital (RBC) merupakan salah satu faktor yang menjadi parameter pengelompokkan asuransi. Namun, sistem yang diterapkan OJK dinilainya akan membuat industri asuransi menjadi lebih terstruktur. Per akhir Desember 2012 OJK mencatat 608 perusahaan tergolong pada IKNB. Perusahaan tersebut terdiri atas 200 perusahaan pembiayaan, 100 perusahaan asuransi dan reasuransi, serta 308 perusahaan dana pensiun.

Total aset yang tercatat dari perusahaan-perusahaan tersebut mencapai Rp 1.069 triliun. Dana itu tersebar di perusahaan asuransi senilai Rp 573 triliun, perusahaan pembiayaan Rp 341 triliun, dan dana pensiun Rp 155 triliun.

Selain meningkatkan pengawasan terhadap IKNB, OJK dan Bank Indonesia (BI) akan menandatangani nota kesepahaman pengalihan pengawasan bank pada akhir Juli 2013 sebelum pengalihan per 1 Januari 2014. Muliaman menyebutkan beberapa yang disepakati dalam nota kesepahaman itu, antara lain, mengenai kesepakatan kerja atau pembagian tugas bahwa BI menangani makroprudensial, sedangkan OJK menangani mikroprudensial.

Kedua institusi tersebut juga akan berbagi informasi pengawasan bank yang telah dilakukan BI. Nantinya, dokumen tersebut akan dipegang oleh OJK, sedangkan kopiannya akan disimpan di BI. Ia meyakinkan bahwa proses pengalihan pengawasan bank dari BI kepada OJK tidak akan mengganggu pengawasan perbankan. n friska yolandha ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement