Senin 08 Jul 2013 06:42 WIB
Cadangan Devisa

Cadangan Devisa Indonesia Tergerus

cadangan devisa, ilustrasi
cadangan devisa, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pelemahan rupiah hingga semester pertama tahun ini mencapai 3,01 persen. Kondisi ini membuat cadangan devisa Indonesia tergerus cukup dalam hingga tersisa 98,1 miliar dolar AS.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, meskipun depreasiasi yang terjadi terhadap rupiah cukup tinggi namun nilainya masih lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi mata uang di negara-negara lain di kawasan. “Negara-negara lain mengalami tekanan yang lebih besar. Sehingga, pelemahan ini masih wajar,” ujarnya akhir pekan lalu.

Namun, untuk menstabilkan rupiah, BI harus mengeluarkan ongkos yang cukup besar. Akibatnya, cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2013 tergerus menjadi 98,1 miliar dolar AS dari posisi akhir Mei yang mencapai 105,1 dolar AS. Menurutnya, sepanjang Juni lalu, banyak investor asing yang melepas kepemilikannya di surat berharga negara dan pasar modal sebesar Rp 40,1 triliun.

Investor memilih keluar dari pasar dalam negeri karena wacana penarikan kebijakan quantitive easing dari Bank Sentral AS, the Federal Reserves. Selain itu, di dalam negeri korporasi banyak yang membutuhkan valuta asing (valas) untuk membayar utang, impor, dan repatriasi keuntungan. Ditambah lagi penerimaan negara mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya.

Walaupun cadangan devisa di bawah ambang 100 miliar dolar AS, Agus tetap menegaskan bahwa besaran cadangan devisa saat ini aman. Alasannya, nilai tersebut berada di atas saat krisis keuangan dunia tahun 2005 dan tahun 2008. Saat itu, cadangan devisa hanya cukup untuk 4,3 bulan impor dan utang luar negeri.

Cadangan devisa yang ada saat ini masih cukup untuk memenuhi kebutuhan 5,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. Tanpa pembayaran utang luar negeri, cadangan devisa dapat memenuhi kebutuhan 5,5 bulan impor. Agus mengatakan, kondisi cadangan devisa cukup untuk menjaga nilai tukar ke depan.

Menurutnya, BI berkomitmen untuk menjaga nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya. BI akan menjamin ketersediaan valas dan rupiah. Selain itu, merespons masalah ini dalam bentuk bauran kebijakan dan makroprudensial.

Sama seperti Agus, pengamat ekonomi Ryan Kiryanto menilai penurunan cadangan devisa sebagai hal yang wajar di tengah gejolak perekonomian dunia beberapa waktu lalu. Lagi pula, menurutnya, penurunan terjadi akibat pembayaran bunga utang luar negeri pemerintah, pemenuhan kewajiban BUMN, untuk pembayaran impor bahan baku, dan intervensi BI untuk meredam atau menahan kejatuhan nilai tukar rupiah.

“Di sisi lain, kinerja ekspor belum bisa membantu menahan kebutuhan dolar AS untuk keperluan impor barang modal dan bahan baku, terbukti neraca perdagangan masih defisit,” katanya. Cadangan devisa yang berada di bawah 100 miliar dolar AS, menurut Ryan, juga tidak perlu dikhawatirkan karena yang penting fundamental ekonomi tetap terjaga dengan baik.

Untuk mendongkrak cadangan devisa, Ryan mengatakan, pemerintah perlu menggenjot ekspor habis-habisan, mengurangi impor barang konsumsi, menjadwal ulang pembayaran utang luar negeri pemerintah maupun swasta, dan menyetop kredit valas untuk sementara waktu. Selain itu, menciptakan iklim investasi yang baik agar investasi asing langsung bisa masuk.

Direktur Eksekutif BI Bidang Pengelolaan Cadangan Devisa Treesna Suparyono menyatakan, BI berencana meningkatkan cadangan devisa dalam bentuk emas. Porsi cadangan devisa berbentuk emas hanya empat persen dari total cadangan devisa 104,6 miliar dolar. Namun, BI harus mempertimbangkan dampak moneter dari pembelian emas dalam negeri terlebih dahulu.

“Apabila BI membeli emas dari spot domestik, itu akan meningkatkan likuiditas di pasar keuangan,” ujarnya. Membanjirnya likuiditas rupiah akan mengganggu kestabilan nilai tukar. Selain itu, emas yang akan dijadikan cadangan devisa memiliki standar. Oleh karena itu, memerlukan kerja sama dengan produsen emas untuk mencapai standar tersebut. n satya festiani ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement