Sabtu 29 Jun 2013 08:50 WIB
Kebakaran Hutan

Pengusaha: Bakar Lahan Lebih Murah

Kebakaran Hutan
Kebakaran Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembakaran lahan untuk membuka perkebunan sawit lebih murah dibanding biaya mengurus izin resmi. Menurut manajer senior perusahaan sawit PT Musim Mas, Togar Sitanggang, biaya membuka lahan tanpa membakar membutuhkan Rp 15 juta per hektare

Sedangkan, biaya membuka lahan dengan cara pembakaran hanya butuh Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per hektare. "Dari sudut bisnis, buka lahan dengan cara membakar jauh lebih murah," ujar Togar Sitanggang, Jumat (28/6). Dia meragukan masih ada perusahaan yang membuka lahan dengan cara membakar.

Meski begitu, Togar mengatakan, kemungkinan perusahaan membuka lahan dengan cara membakar tersebut memang tetap ada. Lahan gambut memang sensitif terhadap perubahan kondisi. Terbakarnya lahan gambut bisa juga disebabkan oleh ulah masyarakat sekitar.

Kalau memang udara kering, puntung rokok yang masih menyala pun bisa menyulut api di lahan gambut. "Jadi, penyebabnya bisa apa pun,  unpredictable (tak bisa diprediksi)," kata Togar menegaskan.

Direktur Pelaksana Tugas Perlindungan Hutan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan Sonny Partono menegaskan, pembakaran lahan melanggar undang-undang kehutanan dan lingkungan hidup. Pembukaan lahan pun akhirnya memakan biaya yang cukup tinggi. "Ini konsekuensi," ujar Sonny, Jumat (28/6).

Titik penyelidikan, menurutnya, diarahkan apakah ada unsur kesengajaan dalam pembakaran lahan di Riau. Namun, ini merupakan tugas kepolisian termasuk untuk menemukan indikasi pembakaran dan menemukan pembakar.

Berdasarkan penugasan, Kemenhut fokus pada upaya pemadaman. Kini dilaporkan titik panas menyusut. "Sudah ada pembagian tugas. Penyidikan apa pun, dilakukan oleh Polri. Jadi, kalau indikasi dan dugaan, tanya ke polisi," ujarnya.

Pemerintah Indonesia berencana menyewa pesawat untuk pemadaman di Riau, terutama untuk bom air. Alasannya, pesawat yang dimiliki Indonesia kurang memadai. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, pihaknya sudah berinteraksi dengan beberapa pihak, seperti Rusia, Australia, dan Korea Selatan.

Namun, mekanisme peminjaman bukan antarpemerintah, tetapi bisnis. "Karena mereka sendiri merujuk ke pihak ketiga, jadi bukan government to government," kata Marty. Ia mengatakan, Kemenlu hanya membantu mencarikan, tetapi kendali sewa-menyewa pesawat ada di tangan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Ma'arif.

Saat ini, lanjutnya, Kepala BNPB masih mengkaji beberapa pilihan. Kepala BNPB akan melihat semua opsi yang akan bisa digelar dalam waktu sesegera mungkin. Intinya, kata Marty, Indonesia bukan meminjam atau minta bantuan.

Polisi telah melakukan penangkapan terhadap 18 orang atas kasus kebakaran lahan ini. Polda Riau juga mengeluarkan imbauan kepada masyarakat agar tidak melakukan pembakaran. Masyarakat yang dengan sengaja dan karena kelalaiannya menyebabkan kebakaran dapat dikenakan denda dari Rp 3 miliar hingga Rp 5 miliar dan dapat diancam pidana maksimal 15 tahun penjara.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, umumnya masyarakat membakar lahan untuk persiapan sebelum menanam dan agar lahan gambut menjadi lebih subur karena abu gambut menambah hara tanah.

Pelaku pembakaran

Tersangka pelaku pembakaran lahan hutan di Riau terus bertambah. Sebagian besar tersangka merupakan masyarakat yang tak terkait dengan perusahaan. Meski begitu, polisi masih mendalami apakah para tersangka melakukan pembakaran atas inisiatif sendiri atau diperintahkan perusahaan.

Hingga Jumat (28/6), sebanyak 18 tersangka telah ditahan. "Dua yang terakhir ditangkap di Kabupaten Bengkalis," ujar Kabid Humas Polda Riau AKBP Hermansyah di Pekanbaru, kemarin. Dua tersangka berinisial S dan H itu diringkus pada Kamis (27/6).

Sebelumnya, beberapa tersangka lainnya juga berhasil dirinkus. Di antaranya, 11 tersangka ditangkap di Rokan Hilir dari empat kasus. Selain itu, diringkus juga masing-masing satu tersangka di Pelalawan dan Siak. Selepas itu, dua tersangka lainnya ditangkap di Dumai.

Para tersangka tersebut diduga melakukan pembakaran lahan untuk membuka kebun sawit baru. Pelaku perkebunan sawit yang ditemui Republika di Rokan Hilir, Riau, mengatakan, ada alur tertentu terkait pembakaran lahan. Pelaku pembakaran adalah jalur terbawah dari alur tersebut.

Setiap wilayah yang akan dibukakan lahan sawit, biasanya memiliki mandor yang disapa PK (petugas keamanan). Para PK tersebut yang menerima dana dari pengusaha atau perusahaan untuk membersihkan lahan. Uang tersebut, setelah dikutip sebagian oleh PK, diberikan pada warga untuk membersihkan calon lahan.

"Biasanya dia (PK) ambil sepertiga uang pembersihan lahan," ujar Dedi (28) petani sawit di salah satu lahan di Rokan Hilir. Karena dana yang diberikan biasanya terbatas, pembersihan lahan akhirnya kebanyakan dilakukan dengan cara melakukan pembakaran. Tanaman di calon kebun biasanya ditumbangkan kemudian dicacah menjelang musim kemarau.

Ketika puncak musim kemarau, pembakaran dilakukan. Cara pembentukan lahan sawit dengan membakar hutan jauh lebih murah dari pengosongan lahan dengan eskafator. Selain itu, bekas lahan yang dibakar juga dipercayai warga bisa membuat subur pohon sawit.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, jumlah titik api di Riau mulai berkurang. Hingga Jumat kemarin, titik api yang terpantau tinggal enam titik. Titik-titik api tersebut tersebar di Dumai (tiga titik), di Bengkalis (dua titik), dan di Pelalawan (satu titik). Jumlah ini jauh berkurang dari 47 titik pada Rabu (26/6).

Ketua BNPB Syamsul Maarif mengatakan, petugas BNPB, Polri, dan TNI terus bekerja di lokasi kebakaran untuk memadamkan titik api. Selain memadamkan, para petugas juga mencegah pembakaran kembali. "Sampai kemarin juga masih ada masyarakat yang membakar," ujar Syamsul, kemarin.

Ke depannya, menurut Syamsul, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan Pemprov Riau akan mengumpulkan pemegang konsesi lahan sawit di Riau untuk mencegah kebakaran di masa datang. Para pemegang konsesi akan ditegasi soal larangan pembakaran lahan.

Asap pekat di Pekanbaru dan daerah-daerah sekitar juga mulai mereda. Jarak pandang sudah mencapai sekira satu kilometer. Warga Pekanbaru sudah tak lagi mengenakan masker. Hujan juga beberapa kali mengguyur Pekanbaru dan sekitarnya. Kendati sudah berkurang, potensi kebakaran hutan belum selesai.

Bara-bara api yang masih mengepulkan asap bisa sewaktu-waktu kembali terbakar. Selain itu, masih terjadi kebakaran hutan cukup besar di wilayah Tanah Putih, Ujung Tanjung, di perbatasan Sumatra Utara-Riau. n meiliani fauziah/esthi maharani/fitriyan zamzami/fenny melisa ed: m ikhsan shiddieqy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement