Sabtu 29 Jun 2013 01:50 WIB
Konflik di Xinjiang

Korban di Xinjiang Bertambah Jadi 35 Orang

Dua orang Muslim Uighur di Xinjiang melintas di depan parade militer Cina.
Foto: AP
Dua orang Muslim Uighur di Xinjiang melintas di depan parade militer Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Aksi kekerasan di wilayah barat Cina, Xinjiang, masih terus berlanjut. Jumlah korban tewas hingga Jumat (28/6) bertambah menjadi 35 orang. Peristiwa berdarah ini merupakan yang terburuk dalam empat tahun terakhir.

Kekerasan di Xinjiang telah terjadi sejak Rabu (26/6). Sekelompok orang bersenjatakan pisau menyerang kantor polisi, pemerintahan, dan membakar mobil aparat. Setidaknya 27 orang tewas dalam insiden tersebut. Menurut kantor berita Xinhua, aksi kekerasan terakhir terjadi pada Kamis (27/6) malam. Delapan orang tewas oleh aksi balasan polisi.

Xinjiang merupakan tempat bagi komunitas Muslim Uighur. Selama ini konflik kerap terjadi antara komunitas Muslim dan etnis Han yang menguasai pemerintahan setempat. Menurut Reuters, kericuhan sering pecah di distrik selatan Xinjiang. Namun, apa yang terjadi pada Rabu lalu di Kabupaten Shansan memperlihatkan kembali memanasnya wilayah utara.

Meski demikian, belum diketahui secara pasti siapa yang melakukan penyerangan di Shanshan, termasuk motif di balik penyerangan itu, apakah merupakan lanjutan kericuhan sebelumnya atau bukan. Seorang pejabat keamanan di Kabupaten Shansan kepada Reuters mengatakan, penyebab kericuhan dan etnis pelaku penyerangan masih belum jelas.

Berdasarkan keterangan sepihak kantor berita Xinhua, setidaknya 16 di antara korban tewas dalam aksi penyerangan Rabu kemarin berasal dari etnis Uighur. Polisi menembak serta membunuh 11 penyerang di lokasi serta menangkap empat lainnya.

Muslim Uighur yang memakai bahasa Turki untuk berkomunikasi sehari-hari kesal dengan sikap Pemerintah Cina. Otoritas negara Tiongkok membatasi budaya, bahasa, serta kebebasan mereka menjalankan Agama. Selama ini etnis Uighur juga memprotes langkah Pemerintah Cina yang mendorong migrasi besar-besaran warga Han ke Xinjiang.

Bentrokan kedua etnis ini memuncak pada 2009 ketika 200 orang tewas akibat kerusuhan di ibu kota provinsi Xinjiang, Urumqi. Pada April lalu 21, orang dilaporkan tewas, termasuk petugas pemerintah dan polisi di wilayah selatan Xinjiang.

Menurut Jubir Kongres Uighur Dunia, Dilxat Raxit, konflik terjadi karena represi dan provokasi Pemerintah Cina. Oleh karenanya, ia berharap komunitas internasional menekan Beijing untuk memberhentikan berbagai kebijakan, khususnya kebijakan yang mendiskriminasi warga Uighur.

Kongres Uighur Dunia bermarkas di Muenchen, Jerman. Mereka memperjuangkan Xinjiang menjadi negara mereka yang disebut Turkistan Timur. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying mengatakan, insiden ini merupakan serangan teroris. Masyarakat wilayah tersebut masih berusaha mencari dalang utama penyerangan itu. n ichsan emrald alamsyah/ap/reuters ed: teguh firmansyah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement