Senin 24 Jun 2013 02:05 WIB
Intelijen AS

Snowden Tinggalkan Hong Kong

Edward Snowden
Foto: AP/The Guardian
Edward Snowden

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG - AS kembali kecolongan atas ulah pembocor dokumen intelijen, Edward Snowden. Tak lama setelah Washington mengajukan surat permintaan ekstradisi Snowden, mantan karyawan Badan Intelijen AS (CIA) itu dikabarkan telah meninggalkan Hong Kong dan sedang menuju Rusia.

South China Morning Post, mengutip sumber yang dipercaya, melaporkan, Snowden diperkirakan tiba di Moskow, Ahad (23/6) petang. Namun, Rusia bukanlah tujuan akhir dari perjalanannya. Dia akan melanjutkan ke negara lain. Islandia, Kuba, dan Ekuador kemungkinan akan menjadi pilihan bagi Snowden untuk memperoleh suaka. Kantor berita Interfax, mengutip sumber di maskapai Rusia Aeroflot, mengatakan, ada tiket menggunakan nama Snowden dengan tujuan Kuba dari Moskow.

Snowden tiba di Bandara Chep Lap Kok Hong Kong, Ahad (23/6), sekitar pulul 11.04 pagi. Pria berusia 30 tahun ini terdaftar dalam penerbangan Maskapai Aeroflot SU213 yang dijadwalkan akan mendarat pada pukul 17.15 sore waktu setempat. Pemerintah Hong Kong mengatakan telah memberitahukan tentang kepergian Snowden kepada AS.

Menurut otoritas di wilayah semiotonomi Cina ini, permintaan ekstradisi AS itu tak memiliki alasan kuat. “Pemerintah tak memiliki alasan atau informasi memadai untuk memproses pemerintah penahanan sementara (dari AS), tidak ada aturan hukum yang cukup kuat untuk menahan Snowden untuk meninggalkan Hong Kong.”

Sekretaris Kehakiman Hong Kong Rimsky Yuen mengatakan, pihaknya hanya bekerja di bawah aturan hukum Hong Kong. Pemerintah tidak akan mengizinkan penghakiman secara ilegal dan tak adil. Snowden merupakan pembocor dokumen intelijen Badan Nasional Keamanan AS (NSA). Snowden mengungkapkan bagaimana pemerintahan Paman Sam mengumpulkan jutaan data telekomunikasi warga serta menyadap jaringan internet.

AS juga bekerja sama dengan sembilan provider di dunia maya, termasuk Google dan Facebook. Snowden juga mengungkapkan bagaimana AS menyadap perusahaan telekomunikasi Cina. “NSA melakukan banyak hal untuk bisa meretas perusahaan telepon seluler Cina agar bisa mendapatkan rekaman alur pesan singkat Anda,” kata Snowden dalam wawancaranya dengan South China Morning Post pada 12 Juni. Snowden juga mengungkapkan, tindakan intelijen Inggris yang memata-matai pertemuan G-20 di London pada 2009. Dalam satu aksinya, intelijen Inggris juga bekerja sama dengan NSA.

Kekecewaannya terhadap pemerintahan Presiden Barack Obama yang tak menjunjung tinggi kebebasan menjadi alasan Snowden membocorkan dokumen tersebut. Pemerintah AS mempertahankan aksi mata-mata ini yang mereka anggap upaya untuk mencegah aksi terorisme. Beberapa waktu di hadapan anggota Kongres, badan intelijen AS mengungkapkan salah satu aksi teror yang berhasil dicegah, yakni penyerangan Bursa Efek New York.

Otoritas di AS telah mendakwa Snowden atas tuduhan mencuri dokumen rahasia negara, melakukan komunikasi ilegal seputar informasi keamanan nasional dan memberikan data intelijen kepada orang yang tak tepat. Dua tuntutan tersebut diatur dalam UU Spionase AS. Hong Kong memiliki perjanjian ekstradisi dengan AS, tetapi tidak berlaku untuk persoalan politik.

Sebelumnya, penasihat Keamanan Nasional Tom Donilon dalam tayangan di CBS News mengatakan, AS punya alasan kuat untuk menghadapkan Snowden ke persidangan dan mengharapkan Hong Kong memenuhi perjanjian ekstradisi. Pejabat otoritas hukum AS juga terus membicarakan isu itu dengan otoritas Hong Kong. “Proses ekstradisi mungkin akan memakan waktu bertahun-tahun, tapi kami optimistis Snowden bisa dipulangkan,” kata pejabat senior AS.

Juru Bicara Presiden Rusia, Dmitry Peskov, belum mengetahui secara pasti rencana tujuan dari Snowden. Ketika ditanya apakah Snowden ingin mencari suaka, Peskov belum bisa menjawabnya. Kementerian Luar Negeri Rusia belum berkomentar seputar kedatangan Snowden ini.

Namun, awal bulan ini, Rusia mengatakan akan mempertimbangkan pemberian suaka Snowden jika dia meminta. Anggota Kongres pro-Kremlin juga menyetujui keinginan tersebut. Anggota Kongres AS terbelah. Ada yang meminta agar pengawasan intelijen diatur lebih ketat. Namun, ada juga yang menilai tindakan Snowden sebagai bentuk pengkhianatan. n bambang noroyono/ap/reuters/c20 ed: teguh firmansyah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement