Senin 17 Jun 2013 07:30 WIB
Kasus Korupsi Daging Impor

KPK Kembalikan Toyota Fortuner Milik LHI

 Personel Brimob mengawal jalannya proses evakuasi mobil sitaan oleh penyidik KPK di DPP PKS, Jakarta, Rabu (15/5).  (Republika/Edwin Dwi Putranto)
Personel Brimob mengawal jalannya proses evakuasi mobil sitaan oleh penyidik KPK di DPP PKS, Jakarta, Rabu (15/5). (Republika/Edwin Dwi Putranto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan untuk mengembalikan mobil sitaan, Toyota Fortuner bernomor polisi B 544 RFS, kepada tim kuasa hukum tersangka kasus suap impor daging sapi Luthfi Hasan Ishaaq (LHI). Karena, mobil tersebut ternyata tak memiliki kaitan dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus tersebut.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, keputusan mengembalikan barang sitaan diambil setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) meneliti semua berkas penyidikan Luthfi yang akan diajukan sebagai bahan di pengadilan. Mereka menyimpulkan, KPK harus mengembalikan mobil atas nama Ahmad Zaki kepada pemiliknya.

Alasannya, dari data yang diperoleh pada akhir penyidikan ke penuntutan, mobil tersebut ternyata tidak memiliki hubungan dengan kasus TPPU Luthfi. Di samping itu, KPK juga memperoleh data klarifikasi baru pada 12 Juni lalu terkait asal-usul mobil tersebut. “Mobil itu ternyata diperoleh dari kejuaraan golf, bukan hasil pencucian uang,” kata Johan Budi saat dihubungi Republika, Ahad (16/6).

Karena itu, lanjut Johan, KPK harus menyerahkan kembali mobil tersebut kepada pemiliknya sebelum berkas Luthfi dilimpahkan ke pengadilan. Walaupun pada dokumen kepemilikan aset tersebut tertulis nama Ahmad Zaki, KPK menyerahkan mobil itu melalui anggota tim kuasa hukum Luthfi, Zainuddin Paru. “Karena sebelumnya barang itu memang kami sita dari dia (Zainuddin),” katanya.

Johan mengatakan, kejadian seperti ini wajar. Bahkan, tidak jarang fakta-fakta hukum baru justru muncul saat persidangan. Berkas Luthfi akan segera dilimpahkan KPK ke penuntutan pada pekan ini.

Kuasa hukum Luthfi, Zainuddin Paru, menilai, KPK tidak cermat menelusuri kepemilikan aset yang yang mereka sita. Hal ini sekaligus menunjukkan, lembaga superbody itu telah mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum dalam mengusut kasus kliennya. “Sepertinya KPK terlalu bersemangat sehingga aspek-aspek kepemilikan aset yang disita menjadi terabaikan. Padahal, hukum itu adalah sebuah kepastian. Harus ada pembuktian di situ,” ujar Lutfhi kepada Republika, Ahad (16/6).

Ia melihat keberatan sejumlah kader di DPP PKS beberapa waktu lalu menjadi masuk akal. Karena, tidak semua aset yang disita KPK berkaitan dengan kasus Luthfi ataupun orang-orang dekatnya.

Oleh karena itu, kata Zainuddin lagi, hal ini harusnya menjadi bahan introspeksi bagi internal KPK, di samping peringatan bagi publik bahwa dalam kasus ini ada prosedur yang diabaikan oleh KPK. “Jangan sampai KPK menegakkan hukum, tapi justru mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum,” katanya.

Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah mengkritik sikap teledor KPK tersebut dalam akun Twitternya @fahrihamzah, Sabtu (15/6). Menurutnya, saat mengambil dan menyita mobil tersebut, KPK sangat angkuh serta arogan. Namun, saat mobil yang disita tersebut salah, KPK enggan meminta maaf. “Katanya berani jujur hebat,” tulis Fahri.

Fahri juga menilai, KPK hanya merampas harta milik orang lain atas nama hukum pencucian uang tanpa mengindahkan hukum. Kemudian, KPK membuat citra buruk kepada orang yang hartanya disita tersebut tanpa melalui proses pembuktian. Menurutnya, hal tersebut hanya akan mengorbankan anak-anak dan keluarga orang yang dituding KPK.

Sebelumnya diberitakan, pada pertengahan Mei lalu, penyidik KPK menyita sejumlah mobil dari Kantor DPP PKS di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Salah satu mobil yang disita tersebut adalah Toyota Fortuner bernomor polisi B 544 RFS yang pada saat ini ternyata dinyatakan oleh KPK tak terkait kasus korupsi suap impor daging sapi. n ahmad islamy jamil ed: muhammad hafil

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement