Ahad 16 Jun 2013 01:20 WIB
Harga Minyak

Harga Minyak Global Naik Dipicu Ketakutan di Timteng

Harga Minyak Naik (Ilustrasi)
Foto: Mentalfluss Blogspot
Harga Minyak Naik (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK-- Harga minyak global naik pada Jumat (14/6), atau Sabtu (15/6) pagi WIB, akibat meningkatnya kekhawatiran di Timur Tengah. Itu terjadi setelah Washington mengatakan akan memberikan dukungan militer kepada pemberontak Suriah dan Iran yang tengah menggelar pemungutan suara untuk memilih presiden baru.

Data ekonomi Amerika Serikat juga membantu pasar, kata analis. Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli, bertambah 1,16 dolar AS dari Kamis dan ditutup pada 97,85 dolar AS per barel. Itu tingkat terbaik sejak akhir Januari. Di perdagangan London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus naik 98 sen menjadi 105,93 dolar AS per barel.

Para analis mengatakan data AS yang dilaporkan pada Kamis menunjukkan kenaikan dalam penjualan ritel selama bulan Mei, terutama untuk mobil dan truk. Data tersebut juga menunjukkan penurunan klaim manfaat asuransi pengangguran sekaligus mendukung kepercayaan terhadap pertumbuhan ekonomi AS.

"Harga minyak mentah telah menguat ... karena pasar terus mencerna statistik ritel dan pengangguran AS yang lebih baik dari perkiraan," kata analis Myrto Sokou dari perusahaan pialang Sucden di London.

"Penjualan ritel didorong oleh penjualan mobil menimbulkan spekulasi bahwa orang mungkin benar-benar akan memerlukan bahan bakar minyak," gurau Phil Flynn dari PRICE Futures Group.

Tetapi, banyak perhatian kini tertuju ke Timur Tengah setelah para pejabat AS mengatakan mereka memiliki bukti penggunaan senjata kimia oleh pasukan yang mendukung pemimpin Suriah Bashar al-Assad. Para pejabat tersebut mengatakan Amerika Serikat siap untuk meningkatkan dukungan kepada para pemberontak Suriah. Pernyataan tersebut meningkatkan kekhawatiran adanya eskalasi konflik.

"Pasar mungkin juga menambahkan premi risiko geopolitik, mengingat keputusan AS untuk memberikan dukungan bagi pemberontak Suriah, karena pasar mengkhawatirkan perluasan konflik daripada penyelesaian konflik," kata Timothy Evans dari Citi Futures.

"Pemilihan presiden Iran dapat dianggap sebagai faktor risiko juga, meskipun mungkin pemungutan suara memakan waktu hingga pekan depan untuk menentukan hasilnya dan kebijakannya juga tidak mungkin berubah, karena kekuasaan pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei masih kuat." n antara ed: nina ch

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement