Rabu 12 Jun 2013 06:59 WIB
Intelijen AS

AS Investigasi Snowden

Markas besar FBI di Washington DC, Amerika Serikat
Foto: VOA Chinese Wang Nan
Markas besar FBI di Washington DC, Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID,  WASHINGTON -- Kasus bocornya dokumen intelijen Badan Keamanan Nasional AS (NSA) telah menampar muka pemerintahan Presiden Barack Obama, tidak hanya di kalangan domestik, tapi juga internasional. Investigator kontraintelijen masih terus mencari tahu bagaimana teknisi komputer perusahaan rekanan, Edward Snowden (29 tahun), dapat mengakes dokumen negara sangat rahasia.

Sejumlah tuntutan kepada Snowden juga mulai disiapkan Departemen Kehakiman, Senin (10/6), meski kabar terakhir menyebutkan dia telah meninggalkan hotelnya di Hong Kong dan tak tahu ke mana perginya. 

Pejabat senior  intelijen Amerika Serikat, seperti dikutip Washington Post, Senin (10/6), menuturkan, tim penyidik sedang bekerja sama dengan NSA dan badan intelijen Amerika lainnya. Mereka berusaha mengusut informasi apa saja yang telah diakses Snowden dan bagaimana ia bisa membawa informasi itu keluar.

Salah satu hal yang mengherankan, penyidik adalah bagaimana karyawan dari kantor rekanan NSA dapat mengopi data intelijen, seperti surat perintah dari Pengadilan Pengawasan Intelijen Asing (Fisa). Padahal, data itu adalah data yang sangat dijaga dari jangkauan pekerja, apalagi pegawai seperti Snowden.

Mantan pejabat senior NSA mengatakan, hanya beberapa orang saja yang memiliki akses ke surat perintah pengadilan itu. “Mungkin, hanya 30 atau 40 orang saja. Bukan dalam jumlah besar,” ujar pejabat itu.  

Edward Snowden, karyawan di perusahan rekanan NSA, Booz Allen, yang juga pernah bekerja di bagian keamanan Teknologi Informasi di CIA membocorkan dokumen intelijen yang berisi tentang aksi mata-mata AS terhadap saluran telepon dan jaringan dunia maya, termasuk media sosial, seperti Facebook.

Dia mengungkapkan kepada the Guardian dan Washington Post bagaimana AS memiliki program canggih yang mampu mengakses e-mail hingga merekam telepon. Menurut Snowden, langkah intelijen AS itu telah melanggar hak privasi seseorang, khususnya warga AS. Dengan alasan ini, pria yang ditugaskan di Pusat Operasi Ancaman NSA di Hawaii membocorkan dokumen-dokumen tersebut.  

Hingga Senin (10/6), keberadaan Snowden juga masih belum diketahui. Belum jelas juga apakah pejabat Amerika telah mewawancarai atau telah mengamankannya di Hong Kong. Tapi, televisi Hong Kong RTHK mengabarkan, Snowden telah meninggalkan Hotel Mira pada Senin.

Reuters mengutip pernyataan staf hotel menyebut, Snowden telah meninggalkan hotel pada siang hari. Jurnalis the Guardian Gleen Greenwald yang mewancarainya mengaku telah berkomunikasi dengan Snowden. Tetapi, menolak menyebut apakah dia masih di Hong Kong atau tidak. Dia juga tidak mengetahui tujuan Snowden ke depan.  Walau begitu, dia mengatakan, masih banyak data intelijen yang belum diungkap ke publik.

Kaburnya Snowden ke Hong Kong akan menjadi ujian bagi hubungan Cina dengan AS.

Meskipun Hong Kong merupakan wilayah otonomi Cina memiliki perjanjian ekstradisi dengan AS, sepertinya tidak akan mudah bagi AS memulangkannya. Analisis mengatakan, membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengekstradisi Snowden karena Beijing kemungkinan akan menentangnya. Snowden sepertinya juga akan mencari suaka atau perlindungan hukum.

Otoritas di Amerika tengah mengajukan tuntutan atas Snowden. Tim penyidik sedang mencari tahu apakah ada orang lain yang terlibat bersama Snowden. Agen Badan Intelijen Federasi (FBI) juga telah mewawancarai keluarga dan kerabat Snowden.

Pemerintah AS berencana akan tetap melanjutkan program mata-mata ini yang dianggap bertujuan untuk melindungi Paman Sam dari teroris. Kongres AS terpecah dalam menghadapi kasus ini. Sebagian anggota Kongres menginginkan upaya ekstradisi, sedangkan separuh anggota Kongres lainnya menuding apa yang dilakukan badan intelijen Amerika memang sudah terlalu jauh.

Dianne Feinstein, ketua komite intelijen nasional, telah meminta NSA untuk meninjau kembali batasan pengintaian yang dilakukan terhadap warga Amerika. Tapi, ia juga tidak berada di pihak Snowden. “Apa yang dilakukan Snowden adalah bentuk pengkhianatan,” kata Feinstein. 

Dalam polling yang dilakukan situs online Washington Post,  sebanyak 85 persen menolak penyadapan pemerintah di jaringan dunia maya. Sebuah petisi yang meminta agar Snowden mendapatkan pengampunan telah diajukan ke website Gedung Putih. Hingga kini, sudah ada 30 ribu yang menyetujuinya. n ap/reuters/c20 ed: teguh firmansyah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement