Rabu 05 Jun 2013 08:10 WIB
Berjilbab

Polwan Minta Izin Berjilbab

Polwan Berjilbab.
Foto: Facebook
Polwan Berjilbab.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendapatkan pengaduan dari salah seorang perempuan anggota kepolisian yang tak dibolehkan mengenakan jilbab. Laporan tersebut pun segera ditanggapi.

Menurut Wakil Sekretaris Jenderal MUI KH Tengku Zulkarnaen, alasan yang dikemukakan dalam melarang perempuan yang berprofesi menjadi polisi untuk memakai jilbab bertolak belakang dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dalam pasal 29 UUD 1945, tersirat adanya jaminan kebebasan untuk menjalankan syariat sesuai kepercayaan agamanya. Dalam Islam, mengenakan jilbab bagi perempuan hukumnya wajib. “Seandainya Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan pelarangan pemakaian jilbab, tentu ini telah melanggar UUD 1945,” ujarnya, Selasa (4/6).

Menurutnya, seragam polwan yang mengenakan jilbab tak akan menganggu tugas-tugas dan pekerjaan sehari-harinya. Jilbab yang dipakai bukanlah yang lebar dan mengganggu. Sebab, ada jilbab yang modelnya sederhana dan berbahan enak.

Di Aceh, kata Tengku, polwan diwajibkan mengenakan jilbab. Ia pun menyayangkan mengapa hal itu hanya boleh di Aceh, bukan di seluruh wilayah Indonesia. “Jika alasannya kebijakan otonomi khusus, mengapa kebijakan ini tidak bisa diperlebar pada tingkat nasional?” ujarnya.

Jika kepolisian tetap tidak mengeluarkan aturan baru untuk membolehkan para polwannya di seluruh Nusantara mengenakan jilbab, maka cara lain yang ditempuh adalah datang ke Mahkamah Konstitusi (MK). Seandainya terbukti memang kepolisian membuat aturan pelarangan jilbab, yang berarti tidak sesuai dengan UUD 1945, maka aturan tersebut bisa dibatalkan oleh MK. “Jika sudah masuk ke MK, larangan penggunaan jilbab tersebut harus dibatalkan,” kata Tengku.

Cukup banyak anggota polwan yang ingin berseragam dengan memakai jilbab. Tapi sayangnya, keinginan para polwan tersebut tampaknya terbentur dengan belum adanya peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang mengatur tentang penggunakan seragam polwan berjilbab di luar Kepolisian Daerah (Polda) Nangroe Aceh Darussalam (NAD).

Seorang polwan yang pernah bertugas di jajaran Polda Jawa Tengah (Jateng) sempat mengadu kepada Ustaz Wahfiudin tentang keinginannya mengenakan jilbab. ''Sudah lebih dari tiga tahun hati nurani saya menjerit karena sepulang dari menunaikan ibadah haji. Saya berkeinginan besar untuk mengenakan seragam polri dengan berjilbab,'' kata polwan yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

Menurut Wahfiudin, apa yang disampaikan polwan berpangkat perwira itu sebenarnya mewakili ratusan polwan yang berkeinginan untuk mendapatkan izin berseragam Polri dengan mengenakan jilbab. Sejumlah polwan yang bertugas di Polda Jateng sudah pernah menulis surat kepada Kapolri agar mendapat izin mengenakan jilbab, tetapi tidak dikabulkan. Bahkan, setelah itu keluar surat edaran Kapolri yang menegaskan bahwa yang boleh berseragam Polri dengan mengenakan jilbab hanya polwan yang bertugas di Polda NAD.

Anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zainuddin berjanji akan segera menindaklanjuti keluhan para polwan yang tidak mendapat izin berjilbab itu. ''Kami akan bicarakan persoalan ini secepatnya dengan Kapolri,'' kata dia. N rosita budi suryaningsih/rusdy nurdiansyah ed: chairul akhmad

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement