Jumat 24 May 2013 08:21 WIB
Intelijen AS

Waspada Intel Asing, Perbatasan RI Diperketat

Badan Intelijen Pusat (CIA) Amerika Serikat
Foto: overthinkingit.com
Badan Intelijen Pusat (CIA) Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah Indonesia mewaspadai aktivitas intelijen (intel) asing di wilayah NKRI. Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Keamanan Mayjen Hartind Asrin menegaskan, gerak-gerik intelijen asing perlu menjadi kewaspadaan masyarakat. “Kegiatan (intelijen asing) ini patut diwaspadai semua pihak,” kata Mayjen Hartind Asrin kepada Republika, Kamis (23/5).

Kewaspadaan pemerintah terhadap intel asing semakin meningkat usai pesawat militer AS mengudara tanpa izin di langit Indonesia. Hartind mengungkapkan, sejak kejadian tersebut, pemerintah semakin meningkatkan kualitas pengawalan di daerah-daerah perbatasan. Keamanan di berbagai pintu masuk, seperti bandara dan pelabuhan, juga diperketat. Para aparat yang bertugas di tempat-tempat tersebut pun diminta untuk meningkatkan kepekaannya. Hartind tak menampik adanya agen-agen asing yang berhasil masuk ke Indonesia.

Mereka biasanya memiliki cover story dan cover job yang beragam. Ada yang bekerja sebagai wartawan, aktivis LSM, buruh, dan lain sebagainya. Menurut Hartind, tidak terutup kemungkinan organisasi intel luar negeri juga merekrut WNI sebagai perpanjangan tangan mereka. “Merekrut orang-orang lokal adalah cara yang paling bagus buat mereka,” ujarnya.

Sekitar satu dekade lalu, mantan pimpinan TNI Ryamizard Ryacudu pernah menyatakan, ada 60 ribu agen asing yang berkeliaran di Indonesia. Terkait hal tersebut, Hartind mengaku pemerintah sampai saat ini belum lagi mengantongi data pasti soal jumlah agen asing yang masuk ke negara ini. “Karena tugas pendataan itu ada pada BIN (Badan Intelijen Negara --Red), sedangkan pemerintah (Kemhan) hanya membuat kebijakannya,” ujarnya.

Menurut Ryamizard, isu yang berkembang mengenai jumlah intel asing umumnya masih sebatas opini publik saja.Di pihak lain, pihak Kementerian Luar negeri (Kemenlu) tak menaruh curiga kepada AS atas masuknya pesawat militer mereka ke Indonesia tanpa izin. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa memastikan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam kasus penerbangan tanpa izin pesawat militer AS ke Aceh. Menurut Marty, peristiwa itu hanya kesalahan teknis semata. “Terjadi masalah teknis,” kata Marty kepada Republika di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (23/5).

Marty mengatakan, pihaknya sudah meminta klarifikasi masalah itu ke Kedutaan Besar AS di Jakarta. Kepadanya, pihak kedubes AS menjelaskan kalau pesawat militer tersebut mengalami kekeliruan pendaratan karena kesalahan pemberitahuan izin terbang. “Pemberitahuan izin arah penerbangannya yang salah,” ujarnya.

Marty membantah pihak otoritas Indonesia lembek dalam menyikapi permasalahan tersebut. Dia mengaku telah meminta para awak pesawat militer AS melengkapi izin penerbangan di Indonesia ketika akan meninggalkan Aceh. “Sistem telah bekerja. Karena, ada prosedur aturan internasional yang mesti dipenuhi,” katanya. Berbeda dengan alasan yang diterima Marty, Danlanud Sultan Iskandar Muda Kolonel Supriabu justru mengatakan, pesawat militer AS terpaksa mendarat di Aceh karena habis bahan bakar.

Mengenai aksi pesawat militer AS ini, pengamat intel Wawan Purwanto menilai, hal itu bisa jadi adalah upaya mata-mata. Sebab, AS disebutnya telah lama membidik Aceh sebagai wilayah perbantuan militer mereka di Asia. “Sabang (wilayah di Aceh) kan sempat diisukan mau jadi lokasi pembangunan pangkalan militer AS. Jadi, ya wajar kalau mereka mau lihat-lihat wilayahnya dulu lebih dalam,” ujar Wawan.

Sebelumnya, pesawat militer AS ditahan TNI Angkatan Udara di Bandara Sultan Iskandar Muda Blang Bintang, Aceh Besar, Senin (20/5). Pesawat jenis Dornier 328 diketahui mendarat beberapa saat di langit Kota Aceh tanpa izin. n muhammad akbar wijaya/ahmad islamy jamil ed: abdullah sammy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement