Kamis 23 May 2013 01:37 WIB
Kartu Jakarta Sehat

14 RS Batal Mundur dari KJS

 Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo membagikan Kartu Jakarta Sehat kepada penduduk kelurahan Marunda di Jakarta Utara, Senin (12/11). (Adhi Wicaksono)
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo membagikan Kartu Jakarta Sehat kepada penduduk kelurahan Marunda di Jakarta Utara, Senin (12/11). (Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 14 rumah sakit swasta yang sempat menyatakan mundur dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS) akan bergabung kembali. Menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emmawati RS yang mundur tersebut belum memahami benar penggunaan sistem Indonesian Case Base Groups (INA CBG`s).

Dinkes DKI pun segera memanggil kembali 14 rumah sakit tersebut untuk memberikan penjelasan penggunaan sistem INA CBG's. Menurutnya, sumah sakit swasta tersebut tidak memahami detail pembayaran dan kajian tahap-tahap pelayanan kesehatan.

Keempat belas rumah sakit yang kembali menyatakan bergabung dalam program KJS adalah Rumah Sakit Bunda Suci, RS Mulya Sari, RS Satya Negara, RS Firdaus, RS Islam Suka Pura, RS Husada, RS Sumber Waras, RS Suka Mulia, RS Port Medical, RS Puri Mandiri Kedoya, RS Tria Dipa, RS JMC, RS Mediros, dan RS Restu Mulya. Sementara, dua rumah sakit yang resmi mengundurkan diri adalah RS Thamrin dan RS Admira.

“Mundurnya rumah sakit swasta kemarin juga bukan karena rendahnya premi KJS maupun manajemen Askes,” ujarnya menjelaskan. Menurut perhitungannya, premi untuk program KJS sebesar Rp 23 ribu per orang sebenarnya sudah mencukupi.

Dien mengaku permasalahan tersebut telah dilaporkan pada Sekjen Kementerian Kesehatan. Pihaknya pun akan melakukan tindak lanjut terhadap permasalahan KJS yang muncul. Pertama, pihaknya membentuk tim reaksi cepat antara Kemenkes dan DKI Jakarta. Dengan demikian, ketika terjadi permasalahan pada KJS, pihaknya dapat merespons dengan cepat.

"Kedua, kami akan memanggil 14 rumah sakit swasta tersebut untuk diberikan penjelasan mengenai Ina CBG's," katanya. Ketiga, sebanyak 10 rumah sakit swasta telah dikumpulkan di RS Fatmawati, Rabu (22/5), untuk berdialog mengenai KJS.

Keempat Tim Nasional Center akan mengevaluasi secara keseluruhan sistem KJS. Hingga saat ini, rumah sakit resmi yang mengundurkan diri adalah RS Admira dan RS MH Thamrin.

Menurut Dien, sebelumnya RS swasta mempertanyakan adanya kesenjangan antara rumah sakit yang satu dan yang lain. Seperti diketahui, ada empat tipe rumah sakit: tipe A, tipe B, tipe C, dan tipe D. Permasalahan ini juga telah disampaikan ke Kemenkes untuk segera ditindaklanjuti.

Tipe rumah sakit yang berbeda menyebabkan pengeluaran biaya pengobatan yang berbeda. "Maka, kita perlu evaluasi seperti pengobatan penyakit typoid di rumah sakit satu hanya Rp 2 juta, tetapi di rumah sakit lain Rp 3 juta," ujarnya.

Penggunaan sistem Ina CBG's dimaksudkan menjadi standar pola pembayaran dari pemerintah kepada swasta. Sistem ini pun nantinya akan digunakan untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang rencananya diterapkan pada 2014. 

Hingga saat ini, Dinas Kesehatan DKI mencatat APBD untuk pasien KJS baru 500 ribu orang yang terdaftar. Sedangkan, target untuk pengguna KJS di DKI Jakarta sebanyak 4,7 juta orang, 1,2 juta jiwa kategori warga miskin dan 3,5 juta jiwa rentan miskin.

Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mengakui sistem pembayaran KJS melalui Indonesia Case Base Groups (INA CBG's) belum berjalan lancar. Ia pun berjanji  melakukan evaluasi pada sistem tersebut.

"Akhir Mei ini, sistem INA CBG's baru genap berjalan dua bulan, dan pada 29 Mei nanti kita akan mengevaluasi sistem tersebut. Jadi, pihak rumah sakit tetap bertahan dalam program KJS," kata Basuki.

Basuki menyarankan agar Pemprov DKI, Kementerian Kesehatan, dan rumah sakit harus mengadakan pertemuan bersama untuk melakukan kalkulasi secara menyeluruh dalam sistem KJS. Ketiga pihak ini duduk bersama untuk membahas apakah benar rumah sakit tersebut menderita kerugian atau memang ada kesalahan dalam kalkulasinya.

Basuki mengungkapkan kondisi rumah sakit di Jakarta memang amat beragam. Terlebih untuk rumah sakit kecil yang membayar biaya operasional yang meningkat. “Inilah yang harus kita cari solusinya. Tapi, solusi itu baru bisa kita temukan kalau kita sudah lakukan evaluasi secara menyeluruh,” ujarnya. N C72 ed: wulan tunjung palupi

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement