Sabtu 11 May 2013 08:19 WIB
Pemilukada

DPR Ngotot Minta Perppu

Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR keberatan dengan solusi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meregulasikan percepatan 43 pemilukada dengan surat edaran. Surat tersebut dinilai bukan payung hukum yang cukup kuat untuk mendasari percepatan pemilukada.

“Surat tersebut levelnya tidak sama dengan undang-undang,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PAN Abdul Hakam Naja di Jakarta, Jumat (10/5). Guna melegalkan percepatan pemilukada, Kemendagri melayangkan Surat Edaran Mendagri Nomor 270/2305/Sj, Senin (6/5).

Menurut Hakam, DPR menganggap surat tersebut tak bisa dijadikan landasan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan percepatan pemilukada. DPR menilai, hanya undang-undang yang bisa menjadi dasar percepatan pemilukada.

Sementara itu, Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilukada untuk mendasari percepatan pemilukada belum disahkan DPR. Sebab itu, Hakam menilai, pemerintah tetap membutuhkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Hanya perppu yang dikeluarkan oleh presiden yang selevel dengan undang-undang,” terangnya.

Selain itu, Kemendagri juga dinilai melanggar kesepakan dengan DPR soal payung hukum percepatan pemilukada. Hakam menuturkan, sudah disepakati melaui rapat kerja antara DPR dengan Kemendagri beberapa waktu lalu. Disepakati bahwa percepatan pemilukada diatur melalui perppu. Nantinya, perppu yang dikeluarkan presiden itu akan ditandatangani juga oleh anggota DPR.

Pemilukada, lanjut Hakam, tidak hanya menyangkut soal pelaksanaan, tapi juga berimplikasi pada pengeluaran anggaran melalui APBN Perubahan. Sebab itu, payung hukum yang jelas diperlukan.

Terkait keberatan tersebut, DPR berencana memanggil Mendagri gamawan Fauzi untuk menjelaskan perihal dikeluarkannya surat edaran. “Kamis pekan depan, kami berencana memanggil Mendagri terkait hal ini,” kata Hakam.

Di pihak lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan kesiapannya menyelenggarakan percepatan 43 pilkada pada 2013 ini. “Setelah Mendagri keluarkan surat, kami sampaikan surat itu ke KPU daerah untuk segera menyelenggarakannya,” kata Ketua KPU Husni Kamil Manik, Jumat (10/5).

Meski surat edaran itu baru diterbitkan Senin (6/5), menurut Husni, persiapan penyelenggaraan 43 pilkada telah dimulai. Beberapa daerah telah memasuki tahapan penyelenggaraan pemilukada. 

Kendati demikian, lanjut Husni, KPU masih tersandung masalah penganggaran. KPU sudah membuat rencana penganggaran di tiap daerah. Tetapi, dari 43 daerah, satu provinsi masih menghadapi kendala. “42 daerah sudah menganggarkan, yang belum itu Lampung,” ungkapnya.

Pelaksanaan percepatan pemilukada pada 2013 tidak disanggupi lantaran Pemprov Lampung tidak mau menganggarkan dana pemilihan gubernur (pilgub) dalam APBD Perubahan. Menurut Husni, jika daerah menyatakan tidak sanggup, menjadi kewajiban pemerintah pusat untuk melakukan akselerasi pembangunan dan penganggaran.

Mendagri Gamawan Fauzi menerangkan, percepatan pemilukada akan dilaksanakan oleh  dua provinsi, 32 kabupaten, dan sembilan kota yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada 2014. Dua daerah di antaranya, Kota Kediri dan Kota Madiun, telah menjadwalkan akan melaksanakan pemilukada pada akhir Agustus nanti.

Menurut Gamawan, percepatan pemilukada ini perlu dilakukan agar tidak mengganggu pemilu nasional (DPR, DPD, DPRD, dan Pilpres). Pelaksanaan pemilukada dan pilpres serta pileg pada tahun yang sama dinilai tak efektif. 

Gamawan juga menepis kekhawatiran lemahnya surat edaran sebagai payung hukum. Sebab, surat edaran berpedoman pada ketentuan Pasal 86 ayat (1) UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Yaitu, pemungutan suara untuk pilkada “paling lambat” satu bulan sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir.

Sebelumnya, Kemendagri dan DPR menyiapkan dua opsi sebagai payung hukum percepatan pemilukada. Di antaranya, perppu atau UU Pemilukada. Kemendagri menyatakan, perppu dikeluarkan bila tenggat pengesahan RUU Pemilukada tak tercapai. Belakangan, justru surat edaran mendagri yang dilayangkan.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini sepakat dengan dalih Kemendagri. Titi berpendapat, UU 32/2004 memang mengatur pemungutan suara dilakukan 30 hari sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir. Karena itu, percepatan 43 pemilukada untuk saat ini tidak memerlukan payung hukum berupa perppu atau UU baru. n dyah ratna meta novia/c51/ahmad islamy jamil

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement