Kamis 11 Apr 2013 01:03 WIB
Liga Champions

Kontroversi di Signal Iduna

Para pemain Borussia Dortmund merayakan kelolosan timnya ke semifinal Liga Champions setelah menang dramatis atas Malaga di leg kedua perempat final, Rabu (10/4) dini hari WIB.
Foto: AP Photo/Frank Augstein
Para pemain Borussia Dortmund merayakan kelolosan timnya ke semifinal Liga Champions setelah menang dramatis atas Malaga di leg kedua perempat final, Rabu (10/4) dini hari WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, n DORTMUND -- Presiden Malaga Abdullah bin Nasser al-Thani meradang. Ia tak terima timnya tersingkir di Liga Champions lewat sebuah gol berbau offside pada pengujung laga. “Ini bukan sepak bola, tapi rasisme,” ungkap pengusaha kaya asal Qatar ini dalam akun twitter-nya, @ANAAlthani.

Pelatih Malaga Manuel Pellegrini tak kalah gusar. Pelatih asal Cile itu menuding kinerja wasit Craig Thompson yang tidak profesional sebagai biang kekalahan timnya. "Mereka tidak ingin kami ada di semifinal. Wasit benar-benar merugikan kami," ujar Pellegrini, seperti dilansir ESPNFC, selepas pertandingan.

Al-Thani dan Pellegrini layak kecewa. Malaga hanya berjarak beberapa menit saja dari kepastian berlaga di semifinal kompetisi antarklub paling prestisius di Eropa. Sebab, Malaga memimpin 2-1 di kandang Dortmund, Signal Iduna Park, saat pertandingan hampir berakhir. Dua gol Malaga dicetak Joaquin Sanchez pada menit ke-25 dan satu gol Eliseu saat waktu normal tersisa delapan menit. Dortmund hanya mampu mengemas satu gol lewat lesakan Robert Lewandowski pada menit ke-40.

Namun, semuanya berubah menjadi petaka ketika Marco Reus menyarangkan gol kedua Dortmund pada menit pertama injury time. Felipe Santana membuat Signal Iduna Park bergemuruh ketika menciptakan gol kemenangan timnya dua menit berselang. Walaupun Santana berada dalam posisi offside sebelum menaklukkan kiper Malaga Willy Caballero, Thompson mengesahkan gol itu sekaligus memberikan tiket untuk Dortmund berlaga di empat besar.

Ini merupakan kali keenam Dortmund melanggeng ke semifinal Liga Champions. Prestasi serupa diraih pada 1966, 1993, 1997, 1998, dan terakhir kali pada 2002.

Striker Malaga Roque Santa Cruz tak habis pikir dengan nasib sial yang menimpa timnya. Sebab, Dortmund dinilainya sudah kehabisan akal menembus pertahanan Malaga dengan hanya mengandalkan bola-bola panjang ke kotak penalti. Namun, ia juga ikut mengkritik wasit.

“Kami hanya terpaut empat menit dari semifinal, tapi gagal. Menyakitkan gagal karena kesalahan. Gol ketiga itu offside,” ujar penyerang asal Paraguay ini menegaskan, seperti dikutip Marca.

Ini bukan kali pertama kepemimpinan Thompson digugat. Sepanjang kariernya, wasit asal Skotlandia ini sudah beberapa kali membuat kesalahan, baik di level internasional maupun liga domestik. Paling fatal adalah saat memberikan Prancis hadiah penalti dalam laga kualifikasi Piala Eropa 2012 melawan Bosnia. Bosnia yang membutuhkan kemenangan untuk lolos ke putaran final akhirnya gagal karena laga berkesudahan 1-1.

Penalti diberikan Thompson karena menilai Samir Nasri dilanggar kapten Bosnia Emir Spahic di kotak terlarang. Padahal, dalam tayang ulang memperlihatkan duel perebutan bola itu terjadi di luar kotak 16.

Jika gol Santana tak disahkan pun, niscaya laga ini tetap mengundang kontroversi. Sebab, gol Eliseu juga berbau offside.

Terlepas dari kontroversi, pelatih Borussia Dortmund Juergen Klopp menilai timnya pantas lolos ke semifinal. "Dengan moral dan kepercayaan diri yang kami bawa, hasil ini layak untuk kami," kata dia.

Hasil ini bukan saja membuat Dortmund semakin dekat dengan trofi yang terakhir mereka rengkuh pada musim 1996/1997 itu. Kemenangan ini juga menegaskan keangkeran Signal Iduna Park bagi lawan-lawan Dortmund di Liga Champions musim ini. Robert Lewandowski dkk belum terkalahkan sejak fase grup.

Sebaliknya, Malaga gagal mengukir sejarah tampil perdana di semifinal Liga Champions. Pellegrini kini mengalihkan fokus ke liga domestik. Hingga pekan ini, Malaga menghuni posisi keenam klasemen sementara La Liga Spanyol. n Angga Indrawan ed: israr itah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement