Jumat 09 Dec 2016 16:00 WIB

Menyiasati Penyebaran Si Kuman di Udara

Red:

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Soalnya, Indonesia masuk sebagai negara terbesar kedua dengan kasus TB terbanyak di dunia.

Berdasarkan survei dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), prevalensi TB tahun 2013-2014, diperkirakan mencapai 1 juta kasus TB baru setiap tahun. Angka kematiannya pun tinggi, yaitu mencapai 100 ribu orang per tahun.

Penyakit ini pada dasarnya disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui udara yang mengandung percik renik dahak positif (BTA+) dari penderita TB.

"Dalam setahun, satu pasien TB mampu menularkan 10-15 pasien (baru)," kata Kepala Subdirektorat Tuberkulosis Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, dr Asik Surya MPPM, dalam Edukasi Tuberkulosis di Transportasi Publik bersama Johnson & Johnson Indonesia, di Jakarta, Rabu (7/12).

Gejala utama yang dirasakan pasien TB ialah batuk berdahak terus-menerus selama lebih dari dua pekan. Di samping itu, mereka juga dapat mengalami beberapa gejala tambahan, seperti demam berkepanjangan, berkeringat di malam hari walau tidak beraktivitas, sesak napas dan nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan juga batuk berdarah.

Seseorang yang tertular kuman Mycobacterium tuberculosis belum tentu akan menderita TB. Hal ini disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh seseorang juga memegang peranan penting dalam penularan TB. Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang baik hanya akan menjadi TB laten saja dan tidak menjadi sakit ketika tertular kuman Mycobacterium tuberculosis.

Umumnya, kata Asik, organ tubuh yang terserang oleh penyakit ini ialah paru, karena kuman masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan. Namun, TB juga bisa menyerang berbagai organ lain di dalam tubuh penderita (TB ekstra-paru). TB jenis ini dapat mengenai selaput otak, otak, tulang, kuku, kulit, rahim, hati, hingga ginjal. Hanya, TB ekstra-paru ini cenderung terjadi pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk, seperti penderita HIV.

Penyakit yang lebih banyak ditemukan di perkotaan ini dapat disembuhkan melalui proses pengobatan yang teratur selama enam hingga delapan bulan. Asik mengatakan, pengobatan TB bisa diperoleh secara gratis oleh para penderita TB di Indonesia. "Belum banyak yang mengetahui bahwa pengobatan ini gratis," ujar Asik.

Mengingat sifat TB yang menular, berbagai upaya pencegahannya penting dilakukan, baik oleh pasien, keluarga pasien, maupun masyarakat pada umumnya. Salah satu upaya pencegahan TB adalah menjalani pengobatan yang teratur hingga sembuh total. Dengan begitu, risiko penularannya akan berkurang.

Terapkan etika batuk

Hal yang tak kalah penting, kata dia, penderita TB juga harus menerapkan etika batuk yang benar untuk mencegah penularan. Etika batuk yang benar, di antaranya menutup hidung dan mulut dengan tisu atau sapu tangan, menutup hidung dan mulut dengan bagian dalam lengan dalam siku, juga menggunakan masker. "Yang penting perilaku hidup sehat, termasuk tidak membuang ludah sembarangan."

Untuk etika batuk ini, spesialis paru RSUP Persahabatan dr Diah Handayani SpP juga menekankannya agar diterapkan dengan benar. Alasannya, dalam satu kali episode batuk, terdapat sekitar 75 ribu percikan mengandung kuman.

Dengan menjalani pengobatan yang teratur, dahak positif pasien TB dalam dua pekan bisa menjadi dahak negatif. "Kalau dahak negatif, meskipun batuk, kuman ada tapi sudah mati atau semakin sedikit yang hidup," kata Diah.

Pencegahan yang efektif juga bisa dimulai dari lingkungan rumah. Rumah, khususnya kamar penderita TB, harus memiliki ventilasi yang baik dan mendapatkan sinar matahari. Dengan sinar matahari, kuman-kuman TB yang berada di udara dapat mati dalam hitungan menit saja.

Selain itu, meski keluarga pasien berisiko tertular kuman TB, bukan berarti mereka harus menjauhi atau mengucilkannya. Diah mengatakan, mereka tak perlu mengurung pasien di dalam ruangan kecil atau memisahkan alat makan. "TB itu air borne, dibawa di udara, bukan di tempat makan. Ini stigma yang salah," kata Diah.

Untuk itu, hal yang perlu dijaga agar keluarga pasien tidak tertular TB adalah memperhatikan etika batuk pasien. Selain itu, pasien juga harus segera menyiram ludah yang mereka buang di wastafel atau di kamar mandi.

Jika menutup batuk menggunakan tangan, lanjutnya, tangan harus segera dicuci setelahnya. Sedangkan, jika menutup batuk dengan tisu, tisu tersebut harus segera dibuang ke tempat sampah yang memiliki penutup dan tidak dibiarkan menumpuk.

Ada beberapa golongan orang yang perlu mendapatkan terapi profilaksis jika tinggal bersama pasien TB. Orang tersebut adalah pasien HIV, anak berusia di bawah lima tahun, dan pasien berdaya tahan tubuh rendah akibat pengobatan atau penyakit lain. Dengan begitu, kuman yang mungkin masuk ke dalam tubuh diharapkan tidak akan berkembang menjadi TB.

"Yang juga penting adalah perokok, berhenti merokok. Karena kebiasaan ini merusak tenggorokan, tidak hanya paru. Sehingga kemampuan melawan kuman TB di dalam badan berkurang," pesan Diah.     rep: Adysha Citra Ramadani, ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement