Kamis 27 Oct 2016 14:00 WIB

Nikmat dan Ancaman Di Balik Karbohidrat

Red:

Bagi setiap orang, karbohidrat tentunya sangat le kat dengan kehidupannya, terutama dalam ma kanan. Namun, umumnya masyarakat tak me nyadari bahwa sebagian besar dari ma kanan yang dikonsumsinya terdiri atas karbohidrat. Tak heran jika ada di antara masyarakat, seperti di Indonesia, yang mengalami adiksi karbohidrat. Adiksi ini dipicu oleh pola makan masyarakat Indonesia yang masih sangat bergantung pada karbohidrat olahan. Con tohnya adalah mengonsumsi nasi dengan lauk mi atau ken tang goreng hingga mengemil gorengan yang dido minasi oleh tepung.

Keinginan makan pada adiksi karbohidrat timbul meski tubuh tidak sedang membutuhkan energi atau nutrisi tam bahan. Jika ini tidak terpenuhi, pasien adiksi karbohidrat dapat mengalami beberapa gejala, seperti susah fokus, sakit kepala, perubahan suasana hati, hingga timbul ke inginan kuat untuk mengonsumsi makanan jenis lainnya. Bariatric Phisician sekaligus pendiri klinik light HOUSE Dr Grace Judio-Kahl Msc mengatakan, karbohidrat olahan yang masuk ke dalam tubuh akan memicu produksi sero to nin yang membuat perasaan senang dan juga mening katkan dopamin yang dapat memberikan efek kecanduan.

Semakin banyak karbohidrat olahan yang masuk ke dalam tubuh, semakin tinggi pula dopamin yang dihasilkan. "Saking seringnya masuk dalam jumlah banyak, lamalama 'membunuh' reseptor yang menerima neurotrans miter (dopamin) itu. Sehingga, setiap saat mereka merasa butuh makan lebih banyak lagi dan lagi. Sama seperti adiksi ko kain," kata Grace menerangkan dalam Jakarta Food Edi tor's Club (JFEC) Gathering bersama Unilever Indonesia di Jakarta, pekan lalu.

Pada akhirnya, adiksi ini juga diiringi dengan kebu tuhan berlebih pada konsumsi gula, garam, dan lemak. Soalnya, bahan makanan berkarbohidrat biasanya diolah dengan kombinasi gula, garam, dan lemak. Jika dibiarkan, pola makan tidak seimbang ini dapat meningkatkan risiko obesitas dan berbagai penyakit tidak menular terkait gaya hidup, seperti penyakit jantung, diabetes, hingga stroke.

Cara untuk menyiasati adiksi karbohidrat ialah dengan meng analisis rasa ingin makan yang timbul. Grace menga takan, keinginan makan bisa berasal dari beberapa bagian tubuh, seperti otak, mata, hidung, mulut, dan perut. Con tohnya, kebiasaan mengemil keripik kentang sambil menonton televisi merupakan keinginan yang berasal dari otak karena menonton televisi telah diasosiasikan dengan ca milan. "Kita bisa makan kalau perut yang 'bilang' harus makan, bukan otak, mata, hidung atau mulut. Indikatornya perut."

Untuk itu, masyarakat tidak harus berhenti makan kar bohidrat karena diperlukan tubuh untuk energi. Namun, perlu dipilih jenis dan jumlahnya. Keinginan untuk makan yang berasal dari rasa lapar di perut, kata Grace, harus dipenuhi dengan memilih karbohidrat yang baik, yang tecermin dari indeks glikemik (glicemic index-GI).

Karena itu, GI menjadi patokan untuk memilih sumber karbohidrat yang baik untuk dikonsumsi. GI yang tinggi, di atas 70, menunjukkan sumber karbohidrat tidak baik ka rena menyebabkan kadar gula darah cepat naik. Sedang kan, GI di bawah 55 adalah makanan dengan karbohidrat baik.

Grace mengatakan, ada beberapa makanan dengan kadar GI rendah dan sedang yang baik dikonsumsi oleh masyarakat. Beberapa di antaranya ialah oatmeal, nasi merah, ubi, jagung, talas, kacang polong, sayuran tanpa getah, gandum utuh, nasi merah, nasi basmati, dan cous cous. Makanan dengan kadar GI tinggi yang tidak disa rankan dikonsumsi ialah roti putih atau bagel, corn flakes, nasi, kentang, labu, pop corn, biskuit asin, melon, dan nanas.

Kepala Subdit Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik dari Ditjen Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Dyah Erti Mustikawati MPH juga berpendapat sama. Me nurutnya, pola makan sehat memegang peranan penting mencegah adiksi karbohidrat. Dengan perbaikan pola makan, adiksi karbohidrat dapat dicegah, termasuk risiko berbagai penyakit tidak menular akibat gaya hidup. "Kelihatannya mungkin remeh karena hanya masalah intake makanan. Tapi, makanan yang tidak sesuai kebu tuhan dapat menyebabkan adiksi, terakumulasi, dan pada akhirnya dapat menyebabkan masalah kesehatan," kata Dyah menjelaskan.

Selain memilih karbohidrat yang baik, Dyah menga takan porsi dan nutrisi yang seimbang perlu diperhatikan untuk mencegah adiksi karbohidrat dan penyakit tidak menular. Salah satu upaya sederhananya adalah mengatur proporsi makan dengan baik, yaitu seperempat kar bohidrat, seperempat protein, dan setengah lainnya sayur dan buah.

Selain itu, konsumsi gula, garam, dan lemak perlu dibatasi. Untuk gula, batasan maksimal per hari adalah empat sendok makan. Sedangkan, batas maksimal garam adalah satu sendok teh per hari dan lemak lima sendok ma kan per hari. "Dijaga proporsi makannya; jenis ma kan annya; banyak konsumsi sayur dan buah; serta kendalikan gula, garam, dan lemak; lalu kendalikan asupan karbo hidrat."      rep: Adysha Citra Ramadani, ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement