Rabu 26 Oct 2016 18:00 WIB

Memanfaatkan Masa Golden Hours

Red:

Penyakit stroke saat ini tercatat sebagai penyebab kematian dan disabilitas nomor satu di Indonesia. Mengapa? Sebab, penyakit ini berkaitan dengan suplai darah ke otak yang bisa berdampak kematian atau kecacatan jika tak segera ditangani dengan tepat.

Menurut dokter spesialis saraf Rumah Sakit Siloam TB Simatupang dr Peter Gunawan Ng SpS FAf Neurologie, berbicara mengenai serangan stroke berarti berbicara waktu. Saat serangan stroke ada istilah golden hours, yaitu waktu tiga sampai empat jam untuk penanganan segera pasien sejak serangan stroke pertama. Jika pasien segera ditangani dalam waktu tersebut, dampak terburuk dapat diminimalisasi.

"Dalam kasus serangan stroke, istilah waktu berarti uang tak berlaku, yang berlaku waktu adalah otak atau time is a brain. Sebab, jika terlambat, stroke dapat merusak jaringan otak yang berbahaya bagi seseorang," kata dia di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dalam masa golden hours itu, pasien harus segera dilarikan ke rumah sakit untuk ditangani dokter ahli saraf. "Jangan sampai dibawa ke dokter atau klinik 24 jam dulu atau diskusi dulu dengan keluarga. Nanti semua terlambat," ujarnya.

Untuk itu, pasien ataupun orang-orang di sekitarnya harus mengetahui tanda-tanda serangan awal stroke. Peter mengatakan, ada tiga gejala mendasar stroke. Di Amerika Serikat, pengenalan gejala awal digaungkan dengan nama FAST (face, arm, speech, dan time).

Wajah pasien serangan stroke biasanya tiba-tiba berubah, mencong ke salah satu sisi. Lalu lengan penderita lemas dan tak bisa digerakkan dan berbicaranya pun menjadi cadel mendadak. Jika salah satu atau beberapa gejala tersebut muncul, Peter menyarankan untuk segera membawanya ke rumah sakit. "Sebab, untuk time, pasien berpacu dengan waktu untuk penanganannya."

Terapi pertama yang dilakukan pada pasien stroke adalah metode trombolysis untuk melepaskan sumbatan di pembuluh darah otak. Menurut penelitian the New England Journal of Medicine, keberhasilannya mencapai 52,4 persen. Tetapi, sebelumnya pasien harus dilakukan CT scan atau MRI untuk mengetahui jenis strokenya. Jenisnya adalah penyumbatan pembuluh darah ke otak dan pecahnya pembuluh darah. 

Menurut Peter, trombolysis hanya untuk kasus penyumbatan pembuluh darah ke otak dan hanya pada masa golden hours. Jika waktu itu lewat, terapi tersebut berbahaya. "Kalau pada kasus stroke dengan pecah pembuluh darah dilakukan trombolysis, akan lebih parah pendarahannya," kata dia.

Pasien dapat menjalani trombolysis kembali sekitar enam bulan pascaserangan pertama. Jika sebelum waktu itu pasien terserang stroke lagi, metode tersebut tak dapat dilakukan.

Direktur RS Siloam Hospitals TB Simatupang Dr Marganda DA Pasaribu MKK menegaskan, respons terhadap pasien stroke harus cepat. Jika tidak, pembengkakan pada otak dan pendarahan bisa terjadi. "Perdarahan bisa menggenang di otak dan merusak semua jaringan lain di otak. Ini yang berbahaya," kata dia.    rep: Gita Amanda, ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement