Kamis 29 Sep 2016 15:55 WIB

Mengonsumsi Makanan Hasil Rekayasa Genetika

Red:

Masyarakat cenderung memandang sebelah mata produk pangan yang dihasilkan melalui teknik rekayasa genetika atau genetically modified organism (GMO). Isu yang beredar menyatakan, makanan berkategori GMO tidak aman untuk dikonsumsi.

Pakar teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Dr Ir Purwiyatno Hariyadi MSc, mengatakan, dari segi keamanan, makanan GMO aman untuk dikonsumsi oleh manusia. "Secara safety, iya, aman," ujar Purwiyatno saat ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan, sebelum dilepas ke pasaran, makanan GMO akan melalui evaluasi yang lebih panjang dan menyeluruh jika dibandingkan makanan non-GMO. Permasalahan terkait makanan GMO, lanjutnya, justru lebih kepada teknik penanaman dengan risiko terjadinya persilangan. "Jadi, praktiknya harus ada good farming practising supaya impact-nya (pada lingkungan) diminimalkan."

Di Indonesia, kata dia, sudah ada makanan GMO yang dihasilkan dan dirilis. Pangan tersebut adalah tebu yang dimodifikasi sehingga menghasilkan gula yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan akan gula yang juga banyak.

Selain itu, ada beras hasil rekayasa genetika yang dikenal sebagai beras emas atau golden rice. Tidak seperti beras pada umumnya, beras hasil rekayasa genetika ini memiliki kandungan betakaroten yang bermanfaat untuk menunjang kesehatan tubuh. "Itu (menggunakan) gen yang bisa mensintesa betakaroten," jelas Purwiyatno.

Teknologi rekayasa pangan, menurut Guru Besar Gizi Masyarakat IPB Prof Dr Ir Ali Khomsan MS, dapat bermanfaat untuk menghasilkan produk yang lebih baik. Jika suatu produk pangan memiliki kandungan gizi yang kurang, rekayasa genetika dapat memperkaya kandungan gizi tersebut.

Dia mencontohkan kasus beras emas. Beras biasa tidak memiliki kandungan betakaroten yang baik untuk tubuh, tetapi rekayasa genetika dapat menghasilkan beras yang mengandung betakaroten.

Betakaroten, lanjut Ali, memiliki banyak manfaat baik bagi tubuh, seperti memberikan efek antioksidan dan memperkuat kekebalan tubuh. Karena itu, asupan betakaroten dapat menjauhi tubuh dari risiko infeksi yang cukup rentan menyerang tubuh, khususnya pada anak-anak.

"Teknologi itu akan semakin berkembang. Sehingga, kita nanti bisa menghasilkan produk yang dulunya lemah dari sisi 'ini' menjadi kuat dari sisi 'ini'," ujar Ali.     rep: Adysha Citra Ramadani, ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement