Jumat 23 Sep 2016 17:00 WIB

Kanker yang Sulit Dideteksi pada Anak

Red:

Penyakit kanker umumnya paling banyak ditemukan pada individu berusia 50 hingga 60 tahun. Salah satu alasannya, penyakit kanker sering membutuhkan waktu cukup lama untuk tumbuh dan menguasai pasien.

Meski begitu, bukan berarti kanker tidak ditemukan pada anak-anak berusia dini. Sebaliknya, data dari Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) justru menunjukkan penyakit kanker juga ditemukan pada anak sejak berusia nol tahun atau beberapa bulan setelah dilahirkan. Jumlah kasusnya bahkan terjadi penambahan sekitar 11 ribu kasus baru setiap tahunnya.

Dr dr Sonar Panigoro SpB (K) Onk dari Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN) mengatakan, 95 persen kasus kanker terjadi karena adanya faktor yang didapatkan dari luar, seperti polusi, makanan, hingga kebiasaan atau pola hidup. Hanya lima persen dari kasus kanker yang dipicu oleh faktor keturunan atau terjadi dalam masa kandungan yang belum diketahui secara medis.

"Bakat" dapat lebih cepat muncul jika ada suatu pencetus yang mungkin datang dari makanan, polusi, hingga obat-obatan. Bagaimana caranya kalau bukan dari faktor genetik dan dibawa sejak kehamilan?" kata Sonar, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Untuk mendeteksi kanker pada anak, kata dia, lebih sulit jika dibandingkan pada orang dewasa. Alasannya karena anak, khususnya saat bayi, tidak dapat mengomunikasikan yang dirasakan tubuhnya dengan baik. Selain itu, beberapa jenis kanker yang menyerang anak juga tidak memiliki gejala yang khas.

Jenis kanker yang paling banyak menyerang anak, kata dia, ialah kanker darah. Anak-anak juga cukup rentan terkena kanker yang menyerang jaringan lunak, seperti pada otot dan tulang dan kanker mata (retinoblastoma).

Karena sulitnya kanker terdeteksi, kata dia, orang tua dan dokter perlu berperan aktif dalam mengobservasi kejanggalan pada tubuh dan kesehatan anak. Deteksi dini pun perlu kejelian dokter anak dan spesialis mata dalam mengenali gejala-gejala keganasannya. "Kanker darah paling sulit (terdeteksi dini), walaupun paling sering terjadi karena gejalanya di sumsum tulang belakang. Cuma ketahuan dari cek darah," jelas Sonar.

Itulah sebabnya sebanyak 75 persen penderita kanker, termasuk anak-anak, datang ke rumah sakit sudah dalam stadium lanjut dengan kemungkinan 25-30 persen untuk kambuh kembali. Untuk itu, lanjutnya, ada beberapa jenis penanganan, mulai dari kemoterapi, radioterapi, terapi hormon, terapi target, dan operasi. Semua itu disesuaikan dengan jenis kanker dan stadiumnya yang diderita anak. "Kalau kanker padat, nomor satu operasi. Tapi, kalau kanker darah (nonsolid—Red), obatnya kemoterapi," ujar Sonar.

Senada dengan Sonar, ahli bedah onkologi Rumah Sakit Dharmais dr Bob Andinata SpB (K) Onk mengatakan, penanganan kanker, termasuk pada anak di stadium awal, cederung ditangani melalui operasi. Sedangkan, untuk stadium lanjut bisa ditangani lewat beberapa opsi terapi atau operasi, dan pasien stadium empat atau metastasis biasanya ditangani dengan terapi sistemik, seperti kemoterapi atau terapi hormon.

"Operasi biasanya dibutuhkan ketika kanker atau tumor ganas yang diderita anak tidak merespons kemoterapi ataupun radiasi, contohnya sarkoma. Sarkoma ini tumor yang mengenai jaringan lunak, seperti otot, pembuluh darah, dan saraf," kata dia.

Proses operasi kanker anak berbeda dengan pasien dewasa. Selain terkait informed consent dan dosis yang digunakan, ujar Bob, proses operasi pada pasien anak juga perlu penyesuaian dengan usianya agar tidak berdampak pada proses pertumbuhannya ke depan. Teknik rekonstruksinya pun berbeda dengan pasien dewasa yang bisa langsung ditangani. Rekonstruksi pada pasien anak harus disesuaikan dengan proses pertumbuhannya.

Peran orang tua

Orang tua pun perlu mendapatkan informasi sebanyak mungkin tentang jenis, penanganan, dan dampak kanker pada anaknya. Hal itu, dikatakannya, demi dukungan psikologis bagi anak dari orang tuanya dalam menjalani proses pengobatan.

"Kadang ada kanker yang tidak sembuh-sembuh. Tentunya itu sangat berat. Kita akan konsultasikan untuk psikologisnya." ujar Bob.

Wakil Ketua YOAI Ir Retno R Soepardji memiliki pandangan yang sama dengan Bob. Retno menilai proses pengobatan dari segi medis pada pasien kanker anak juga perlu disertai dengan dukungan moral yang kuat dari keluarga. Retno mengatakan, sikap positif orang tua selama masa pengobatan dapat menumbuhkan semangat anak untuk berjuang lebih kuat.

Orang tua dan keluarga pun perlu menjaga kebersihan lingkungan sekitar anak yang baru pulih. "Dengan tubuh yang masih rentan, berbagai faktor dapat membuat kondisi anak memburuk kembali. "Virus atau bakteri apa pun, dia bisa terkena dengan cepat. Kalau sudah terkena, takutnya terjadi relapse, yaitu kanker bangun kembali kalau kita tidak aware," pesan Retno

Untuk meringankan beban keluarga, Retno mengatakan, YOAI memiliki program family supporting group yang menjadi wadah bagi para orang tua dengan anak penderita kanker untuk saling membantu. Ada pula relawan yang bisa membantu keluarga untuk mendampingi pasien kanker anak di rumah sakit.    rep: Adysha Citra Ramadani, ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement