Kamis 25 Aug 2016 15:00 WIB

Kenali Gejala Kanker Serviks Sejak Dini

Red:

Kanker serviks atau kanker leher rahim menjadi penyebab kematian nomor dua dunia setelah kanker payudara. Penyebabnya bukan lagi disebabkan oleh faktor genetik, tetapi kebanyakan kasus, kini disebabkan oleh adanya virus human papiloma (HPV) di sekitar leher rahim.

Berbeda dengan jenis kanker lain, khusus untuk kanker serviks secara keseluruhan tidak memiliki gejala. Kebanyakan baru bergejala ketika pasien sudah berada dalam stadium dua ke atas. Bahkan, kebanyakan pasien di Indonesia atau sekitar 70 persennya datang ke dokter sudah dalam stadium lanjut dan cenderung menjadi sulit untuk ditangani.

Proses suatu kondisi, dari gejala hingga berkembang menjadi kanker membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya. Meski tanpa gejala, namun ciri penyebabnya diawali dengan munculnya kutil maupun adanya bakteri yang bersarang di area genitalia (alat kelamin). Rata-rata penderita kanker serviks di Indonesia pun berusia 50 tahun ke atas, tapi dicurigai kutil atau bakteri yang bersarang di area genitalia mereka rata-rata sudah ada sejak usia remaja.

Di dalam leher rahim perempuan terdapat daerah yang mudah sekali terserang berbagai macam virus, termasuk HPV. Virus penyebab kanker serviks ini terdiri dari 500 jenis dan biasanya menyebabkan kutil di bagian genitalia. Kutil-kutil ini pun terdiri dari dua kelompok, yakni low risk (kutil kelamin) dan high risk yang dapat memicu kanker.

Spesialis kandungan Rumah Sakit (RS) Mitra Kemayoran Jakarta Dr Liva Wijaya SpOG mengungkapkan, kutil-kutil ini tidak hanya bisa diderita oleh perempuan, tapi juga pria. Jika pada perempuan dapat menyebabkan kanker leher rahim, maka virus ini pada pria bisa menyebabkan kanker alat kelamin, kanker anus, dan lain-lain.

"Kutil-kutil penyebab kanker ini biasanya didapatkan melalui sentuhan atau kontak seksual. Kontak seksual ini sekitar delapan sampai sepuluh persen sudah pasti orang tersebut akan terinfeksi. Namun, yang berpotensi menjadi kanker hanya sedikit, tapi dampaknya menjadi sangat besar bagi kehidupan mereka kelak," kata Liva saat dihubungi Republika di Jakarta, pekan lalu.

Sejauh ini, kata Liva, jika sudah positif kanker memang belum ada obatnya. Kalaupun ada obatnya, itu hanya berfungsi untuk mempertahankan hidup pasien selama lima tahun ke depan.

Maka, ia menambahkan, yang paling penting adalah mencegah dan menghindari faktor risiko dari kanker serviks. Sejumlah faktor risikonya, yakni menghindari hubungan seks secara bergantian, menjaga higienitas area genitalia, menjaga asupan nutrisi yang baik bagi tubuh, dan curigai segala macam tanda dan gejala. "Cek kesehatan secara berkala dan lakukan upaya pencegahan dengan vaksinasi IVA papsmear dan HPV," katanya menambahkan.

Liva mengakui, vaksinasi khusus kanker serviks ini tidak ditanggung asuransi maupun BPJS kesehatan. Sementara, biaya untuk melakukan vaksinasi ini sangat mahal. Padahal, vaksinasi ini penting untuk mencegah kanker serviks. Vaksin ini pun bisa diberikan kepada anak usia sembilan tahun hingga remaja yang belum pernah melakukan hubungan seksual.

Masyarakat khususnya perempuan yang tinggal di kota-kota besar kini juga sudah banyak yang menyadari pentingnya vaksinasi, meski biayanya mahal. Pemerintah juga sudah membuat program deteksi dini semacam vaksinasi HPV yang harganya lebih terjangkau, yakni pap smear atau IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).

"Tapi IVA ini kurang sensitif dan akurat jika dibanding vaksinasi. Hanya, dengan melakukan test IVA secara rutin setiap satu tahun setidaknya pasien sudah bisa bergerak dan kemudian mencegah penyebaran penyakit kanker serviks. Sebelum nantinya sel kanker tersebut menyebar ke seluruh tubuh," ungkap Liva.

Dalam kesempatan lain, Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasional, Prof Dr dr Soehartati Gondhowiardjo Sp Rad (K) Onk Rad menjelaskan, semua kanker pada dasarnya dapat dicegah, termasuk kanker serviks melalui vaksinasi. Meski mahal, tapi cara ini setidaknya dapat membantu menekan angka penderita kanker serviks khususnya di Indonesia.

"Kanker serviks atau leher rahim bisa dicegah jika perempuan rutin melakukan deteksi dini melalui Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) atau pap smear. Baik IVA maupun pap smear tak hanya bermanfaat untuk mendeteksi dini, tapi juga dapat menghambat pertumbuhan sel yang mungkin dapat menjadi kanker," katanya menjelaskan.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, jika seorang perempuan terdeteksi memiliki sel yang bersifat kanker, maka bisa dilakukan krioterapi. Dengan begitu, pertumbuhan sel kanker di dalam tubuhnya bisa ditekan.    rep: Aprilia Safitri Ramdhani, ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement