Kamis 02 Jun 2016 17:00 WIB

Perhatikan Gizi Seimbang untuk Keluarga

Red:

Saat ini Indonesia masih menghadapi masalah gizi ganda, yaitu kekurangan dan kelebihan gizi pada semua kelompok umur. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mengungkapkan, enam persen balita mengalami kurang gizi, sedangkan 37 persen balita mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Sebanyak 31 persen anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek (stunting) akibat kekurangan gizi menahun. "Sementara, pada usia produktif 45 persen wanita Indonesia kurang energi kronis (KEK). Sisanya 55 persen tergolong sehat," jelas dr Dian Kusumadewi M Gizi dari Divisi Kedokteran Keluarga Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (IKK FKUI) di Surabaya, Jawa Timur (Jatim), akhir pekan lalu.

Di samping masalah kurang gizi, prevalensi gizi lebih meningkat tajam. Dari data tadi, angka kelebihan berat badan dan obesitas pria di Indonesia mencapai 20 persen, sementara wanita sebesar 35 persen. Angka itu mengalami kenaikan dari tahun 2010, yaitu pria naik 15 persen dan wanita naik 26 persen.

"Waspadai hal ini karena gizi lebih merupakan pintu masuk dari banyak penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, diabetes, kanker, dan stroke yang meningkatkan risiko kematian," ungkapnya.

Kedua masalah gizi itu mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan otak anak terganggu di masa mendatang. Selain itu, kemampuan berpikir anak juga menurun sehingga menyulitkannya untuk melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi.

Kondisi tersebut juga ditemukan di Kota Surabaya. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, dr Sri Setiyani Mkes, mengungkapkan, jumlah balita di sana sekitar 170 ribu anak. Dari jumlah sekian di data tahun 2014, sekitar 0,29 persennya mengalami gizi buruk. Sedangkan, tahun 2015 angkanya menurun menjadi 0,23 persen.

"Dari tahun ke tahun prevalensi gizi buruk bertambah turun hingga kurang dari satu persen. Namun, karena jumlah balitanya banyak, maka angka absolutnya banyak," ujarnya. Kasusnya memang tidak parah, tetapi berdampak pada pertumbuhan fisik. Penyebabnya adalah pola asuh yang kurang benar. Contohnya, sebagian besar dari ibu sebagai wanita bekerja yang sedikit waktunya untuk menyiapkan makanan bergizi bagi anaknya.

Kesalahan utama lainnya yang dilakukan orang tua, kata Dian, terjadi karena salahnya persepsi mereka soal pemenuhan gizi. Contohnya, mereka merasa tak punya uang untuk membeli ikan, daging, ayam, atau telur. Namun, mereka memiliki ponsel, bahkan bisa memberikan uang jajan Rp 10 ribu pada anaknya. "Ini artinya persepsi orang tua mengenai kesehatan anaknya masih minim," ujarnya.  

Head of Corporate Affairs Sarihusada Arif Mujahidin menambahkan, masalah gizi di Indonesia bukan melulu mengenai masalah tak memiliki uang, melainkan juga karena kurang pengetahuan. Di situlah pentingnya semua pihak ikut terlibat untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap gizi seimbang.

Pemenuhan gizi

Dian mengingatkan istilah "empat sehat lima sempurna" untuk pemenuhan gizi keluarga kini lebih dikenal dengan "gizi seimbang." Dian menjelaskan, gizi seimbang untuk keluarga sehat itu terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Semua zat ini dibutuhkan sebagai sumber tenaga, mendukung pertumbuhan, dan mengatur proses tubuh.

"Namun, tidak ada bahan makanan yang sempurna kandungan zat gizinya. Karena itu, wajib mengonsumsi makanan beraneka ragam untuk menjamin pemenuhan kebutuhan gizinya," ujarnya.

Sumber makanan yang mengandung karbohidrat, di antaranya nasi, kentang, jagung, roti, dan lainnya. Untuk sumber protein hewani dan lemak ada pada ikan, telur, ayam, daging, susu, dan lainnya. Sementara, yang mengandung protein nabati ada tahu, tempe, dan lainnya. Untuk makanan yang mengandung serat, vitamin dan mineral biasanya ada pada buah dan sayur.

Menurut Dian, dalam memenuhi gizi seimbang, ada tujuh hal penting. Misalnya, gula sebagai bagian dari karbohidrat, protein untuk membangun jaringan tubuh, konsumsi vitamin dan mineral, kalsium dan serat, serta perhatikan pula rasa, bentuk, dan warna.

Kandungan penting yang perlu diperhatikan adalah zat besi untuk pembentukan hemoglobin dalam darah. Kebutuhan zat besi adalah yang utama bagi perempuan karena risiko anemia yang bisa berdampak pada masalah di janin dan kecacatan pada organ janin.

Karena itu, disarankan bagi perempuan juga anak-anak dan orang dewasa untuk mencukupi asupan zat besi. Kandungan tersebut bisa didapatkan pada bayam, ikan, hati ayam, hati sapi, juga susu. "Susu itu praktis dan mudah sehingga dianjurkan minum setiap hari untuk pelengkap kebutuhan protein. Sementara, sumber lainnya perlu dimasak," ujarnya.

Untuk susu, Arif Mujahidin mengatakan, orang Indonesia masih sedikit yang mengonsumsinya. Dari data di situs Kementerian Pertanian, konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia rata-rata sebesar 11,09 liter per tahun, jauh di bawah konsumsi susu di sejumlah negara ASEAN yang mencapai lebih dari 20 liter per kapita per tahun. rep: Desy Susilawati ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement