Senin 30 May 2016 14:15 WIB

Cegah Syok DBD Lewat Pemeriksaan Hematokrit

Red:

Akhir-akhir ini kasus kematian akibat Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi di mana-mana. Menurut pakar DBD dan guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr dr Sutaryo, kematian pada pasien DBD disebabkan syok yang berat karena kekentalan pada darah (hematokrit).

Dia mengatakan, pada hari keempat pasien terdiagnosis demam, maka petugas kesehatan harus mengetahui gejala itu akibat DBD atau bukan. Mengapa hari keempat? "Karena masa kritis seorang pasien DBD itu pada hari keempat, kelima, dan keenam," kata Sutaryo kepada Republika, akhir pekan lalu.

Sekitar 80-90 persen DBD, kata dia, mengalami kondisi yang berat, yaitu 4 x 24 jam setelah terdiagnosis demam. Misalnya mulai demamnya Ahad, maka hari keempatnya Kamis.

Banyaknya kasus pasien DBD yang meninggal, lanjutnya, karena lemahnya kesadaran masyarakat dan petugas kesehatan untuk memeriksakan hematokrit di hari keempat. Kadang-kadang, pasien diizinkan rawat jalan dan diberi obat saat hasil pemeriksaan trombositnya bagus sebelum hari keempat. Keluarga tidak membawa pasien kembali ke dokter, walau kondisinya melemah, karena masih ada obatnya. Padahal, itulah kondisi terburuk yang harus segera ditangani.

Sutaryo mengatakan, trombosit bukan hal utama dalam pemeriksaan DBD. Pemeriksaan hematokritlah yang penting. Soalnya, hematokrit menjadi indikasi ada tidaknya kebocoran plasma di pembuluh darah yang membuat darah semakin kental. Kalau tidak ada atau sedikit kebocoran plasmanya, atau pada hari kelima sampai ketujuh tidak demam lagi, berarti pasien tidak perlu lagi dipantau hematokritnya.

Untuk mempermudah pendeteksian DBD, kini tersedia alat NS-1 di berbagai puskesmas. Pemeriksaan NS-1 dilakukan mulai pada demam hari pertama sampai ketiga. Jika hasilnya positif, pasien belum tentu dirawat inap. Jika pada hari keempat diperiksa lagi dan hematokritnya naik 20 persen dari sebelumnya, pasien harus segera dirawat inap, apalagi kalau kondisi pasien melemah.

Peningkatan hematokrit paling bahaya adalah sekitar 20 persen. Misalnya, peningkatan dari 30 menjadi 36, dari 40 ke 46. "Tetapi kalau dari 40 ke 42 peningkatannya, pasien tidak perlu dirawat inap," ungkapnya. Biasanya, kata Sutaryo, risiko syok sekitar tujuh persen dari jumlah pasien yang terinfeksi DBD. Karena itu, pasien DBD tetap harus diperiksa hematokritnya pada hari ketiga sampai hari keenam.

Untuk mengetahui gejala pasien DBD yang mengarah ke syok atau kegawatan, bisa diketahui dari beberapa gejalanya. Contohnya, dari perabaan kulit kaki dan tangan dingin, jarang kencing atau kencing sedikit, mual, pusing, muntah, mimisan, dan kejang.   rep: Neni Ridarineni, ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement