Selasa 24 May 2016 18:00 WIB

Hipertensi Ancam Kesuburan Pria

Red:

Hipertensi atau tekananan darah tinggi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah. Akibat hipertensi jelas mengganggu kesehatan dan jika tidak ditangani penyakit ini bisa mengancam kesuburan pria atau disfungsi ereksi (DE).

Dalam pemeriksaan tekanan darah, biasanya didapatkan hasil berupa dua angka, misalkan, 140/90 mmHg. Kedua angka dalam pemeriksaan tekanan darah mengindikasikan tekanan darah terhadap dinding arteri setiap jantung berkontraksi atau menekan darah keluar dari jantung (sistolik) di angka pertama. Sedangkan, angka kedua merupakan jumlah tekanan di dalam arteri sewaktu jantung beristirahat di antara pemompaan (diastolik).

Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg dapat diartikan sebagai tekanan darah yang normal. Ketika terjadi tekanan darah tinggi, umumnya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.

Ketua Indonesian Society of Hipertension (InaSH) Dr dr Yuda Turana SpS mengatakan, angka kejadian hipertensi di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2007, angka kejadian hipertensi di Indonesia sebanyak 31,7 persen atau dua dari empat orang dewasa menderita hipertensi. "Karena itu, hipertensi harus sudah diketahui dari keluarga," jelasnya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Hipertensi sebenarnya lebih banyak terjadi pada wanita, walaupun perbedaannya dengan pria tidak terlalu signifikan. Sering kali, pasien tidak sadar dia terkena hipertensi (60 persen di data 2013). Dari jumlah itu, sebanyak 80 persen di antaranya tidak melakukan kontrol terhadap tekanan darah mereka.

Jika tidak di kontrol dengan baik, hipertensi bisa menyebabkan berbagai komplikasi, misalkan, stroke, gagal ginjal, demensia, gagal jantung. Risiko komplikasi akan meningkat dengan adanya faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya, seperti kadar kolesterol dan kadar gula darah yang tinggi (diabetes), juga berkaitan dengan penyakit hiperlipidemia dan diabetes.

Menurut Wakil Ketua 1 InaSH dr Tunggul D Situmorang SpPD-KGH, hipertensi yang tidak terkontrol menyebabkan arteriosclerosis, yaitu penebalan dan pengerasan dinding pembuluh darah. Pengerasan ini termasuk pada pembuluh darah yang berperan pada proses ereksi.

Sebelum arteriosclerotis, biasanya berlangsung gangguan endotel pembuluh darah yang disebut endothelial dysfunction. "Proses ini menyebabkan perubahan fungsi dan perubahan struktur pembuluh darah. Inilah yang menyebabkan gangguan DE karena aliran darah makin kecil, makin sedikit. Kalau aliran darah tidak cukup, terjadilah DE," jelas pria yang juga ahli ginjal hipertensi ini.

DE dapat diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan pencapaian atau mempertahankan ereksi yang adekuat secara terus menerus sampai aktivitas seksual tersebut selesai dengan sempurna. Kondisi ini akan menyebabkan distres dan kesulitan berhubungan dengan pasangan, bahkan bisa menurunkan kualitas hidup penderitanya.

Prevalensi DE mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan kepustakaan pada 1955, ada sekitar 152 juta penderitanya, dan pada 2025 diprediksi akan ada 200 sampai 300 juta penderita jika tidak ada tindakan.

Tunggul mengungkapkan, angka kejadian DE pada hipertensi cukup besar. Ini terungkap dari penelitian Giuliano (pada 2004) yang meneliti 7.689 pasien (umur rata-rata 59 tahun) dengan kuisioner "Sexual Health Inventory in Men". Hasilnya ditemukan, dari 3.906 responden hipertensi (tidak diabetes), terdapat 67 persen terserang DE. "Ini berarti, dua dari tiga orang hipertensi menderita DE," tambah pakar nefrologi ini.

Penelitian Doumas (pada 2006) juga meneliti tentang hipertensi di Yunani dengan angka serangan DE sebesar 35,2 persen berdasarkan umur, jangka waktu terserang hipertensi, dan penggunaan obat hipertensi. Lalu, penelitian Mittawae (pada 2006) mengevaluasi fungsi seksual dari 800 pasien hipertensi di Mesir dan ditemukan sebanyak 43,2 persen terserang DE.

Mekanisme terjadinya DE, lanjutnya, sangat kompleks dan dipengaruhi banyak faktor. Contohnya, usia, perokok, kelebihan berat badan, kadar kolesterol (trigliserida) tinggi, juga obat antihipertensi atau OAH (obat diuretik dan beta bloker), walaupun belum ada bukti yang jelas.

Menurut Tunggul, hipertensi merupakan faktor risiko yang bisa dicegah. Karena itu, DE juga bisa dicegah dengan mengendalikan tekanan darah secara baik dan jangka panjang, mengendalikan faktor-faktor risiko, serta mengendalikan penyakit penyerta lainnya.

Selain itu, kata dia, pilihlah obat-obat antihipertensi yang tidak berisiko terjadinya DE. Untuk menghindari DE, pilihlah OAH dengan baik. Misalnya, pilih ACE inhibitor (ACEI), Calsium Channel Blocker (CCB), Aldosterone Receptor Blocker (ARB), BB generasi baru, dan Nebivolol. "Bukan hanya itu, ubahlah gaya hidup Anda," kata dia.    rep: Desy Susilawati, ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement