Jumat 12 Feb 2016 20:24 WIB

Antisipasi Difteri dengan Imunisasi

Red: operator

Gejala penyakit sangat menular ini mirip flu biasa. 

Pada awal tahun ini, berbagai macam penyakit yang mungkin namanya sedikit asing di telinga masyarakat kembali bermunculan. Mulai dari penyakit akibat virus zika hingga difteri yang juga menyerang anak-anak.

 

Menurut spesialis anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Dr dr Hindra Irawan Satari SpA (K) MTropPaed, difteri merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang menyerang selaput lendir hidung dan tenggorokan. Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae dan Corynebacterium ulcerans. 

Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius yang dapat mengancam jiwa jika tidak segera ditangani. Untuk itu, perlu diamati jika anak terkena demam tinggi, batuk pilek, dan sulit bernapas. Patut dicurigai, gejala tersebut akibat bakteri yang menutupi saluran napas sehingga menyebabkan sumbatan. Akibat sumbatannya adalah kerusakan fungsi jantung sehingga kematian bisa terjadi. 

 

"Dahulu penyakit ini sudah lama menghilang, sekarang muncul lagi. Ini diakibatkan sejak kecil bayi tidak diimunisasi DPT. Padahal, vaksinasi ini untuk mencegah penyakit difteri maupun penyakit-penyakit berbahaya lainnya," katanya kepada Republika, Rabu (10/2).

 

Penyakit ini, menurutnya, juga dapat menyerang orang dewasa, meskipun kasusnya tidak banyak dibandingkan pada anak-anak. Ini terjadi karena sistem imun anak tidak sebaik orang dewasa sehingga penyakit mudah masuk ke dalam tubuh.

 

Menurut konsultan penyakit infeksi dan pediatri tropis FKUI-RSCM tersebut, difteri harus diwaspadai karena penyakit ini sangat menular dan dapat menyebabkan kasus KLB. Penyakit ini juga ditularkan melalui udara dan sentuhan terhadap pasien yang menderita penyakit difteri. 

 

"Penanganan difteri di rumah sakit memerlukan ruangan isolasi khusus. Pada kasus yang paling parah bahkan saluran pernapasan atau tenggorokan pasien harus dilubangi agar tetap bisa bernapas," katanya memaparkan.

 

Senada dengan Hindra, spesialis anak dari RSUD Dr Seotomo Surabaya, dr Meta Hanindita SpA, difteri sangat menular dari karier (pembawa), baik anak maupun dewasa yang tampak sehat kepada orang-orang di sekitarnya.

 

Gejala dan jenis difteri pun, menurutnya, bermacam-macam. Difteri hidung misalnya, gejala awal akan menyerupai flu biasa, pilek ringan, bisa disertai demam ataupun tidak. Namun, jika diperiksa lebih teliti, akan terlihat membran putih pada daerah septum di dalam hidung.

 

"Untuk difteri yang menyerang tonsil faring, gejala awal paling umumnya nyeri tenggorokan, bisa juga serak, lemas, atau pusing. Dari pemeriksaan akan terlihat membran keabuan di dalam faring dan tonsil. Pada kasus yang lebih berat,  pembengkakan jaringan lunak dan pembesaran kelenjar getah bening dapat menyebabkan gambaran bull neck," ungkapnya.

Sementara, difteri laring biasanya akan memberikan gejala suara serak, napas berbunyi, dan batuk kering dengan demam tidak terlalu tinggi. Lain lagi dengan difteri kulit yang memberikan gejala, seperti luka dengan membran keabuan di kulit.

Kepala Pusat Data dan Informasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Elizabeth Jane Soepardi MPH DSc mengungkapkan, kasus difteri di Indonesia muncul pada awal Januari 2016. Di Jawa Barat kasusnya mencapai 16 pasien dengan dua orang meninggal dunia. 

 

Menurut Jane, difteri harus dicegah melalui imunisasi DPT pada bayi dan anak umur 18 bulan di posyandu, rumah sakit, dan sekolah. "Semuanya diberikan secara gratis," kata dia. 

Pasien dapat sembuh total jika segera ditangani. Dokter anak dari Kemang Medical Care, dr Margareta Komalasari SpA, mengimbau agar orang tua cepat tanggap jika melihat gejala-gejala penyakit ini. Langkah lainnya adalah menjaga pola makan dan kebersihan lingkungan. "Lebih baik lagi bila orang tua melakukan imunisasi pada anak saat masih bayi," kata dia. rep: Aprilia Safitri Ramdhani, ed: Dewi Mardiani 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement