Jumat 05 Feb 2016 17:00 WIB

Terapi Kanker ECCT Jalankan Uji Klinis

Red:

Selama ini, ribuan pasien kanker mendapatkan informasi, bahkan ada yang sudah menjalani terapi untuk penanganan kanker dengan alat electro-capacitive cancer therapy (ECCT). Selain itu, ada pula alat yang dikembangkan untuk pendeteksian dini kanker, yaitu biomedical electrical capacitance volume tomography (ECTV).

Baik ECCT mapun ECTV, merupakan hasil penemuan Warsito Purwo Taruno, lulusan pendidikan doktoral Teknik Elektro Shizouka University, Jepang. Pemilik klinik Edward Tech sudah beberapa waktu ini menjalankan pendeteksian dini dan terapi untuk kanker dengan kedua perangkat tersebut. 

Alat terapi itu berupa rompi dan tudung kepala berkekuatan medan listrik voltase rendah dan menghambat pertumbuhan sel kanker yang dikembangkan pada 2003. Warsito mengatakan, "Sejauh ini yang mendapat remisi dan benar-benar tidak terdeteksi kanker tiga persen atau sekitar 300-400 pasien, termasuk yang sudah sampai stadium akhir dan dinyatakan tidak bisa ditangani secara medis," katanya, beberapa waktu lalu.

Hanya sel yang memiliki tingkat kelistrikan tinggi, dalam hal ini sel kanker yang terpengaruh, terutama dayanya akan lebih tinggi saat pembelahan sel. "Karena (medan listrik) yang dipaparkan sangat rendah, yang terpengaruh hanya sel kanker saja sedangkan sel normal hanya terpengaruh 1/20 dari sel kanker," kata dia. Pelelehan sel kanker dalam tubuh dapat terlihat sejak dua bulan pengobatan dan umumnya pasien bersih dari deteksi sel kanker setelah dua tahun pengobatan.

Sejak dipatenkan pada awal 2012, pasien Warsito mencapai ribuan dengan catatan konsultasi 50 persen di antaranya membaik, 40 persen stagnan atau sel kanker bisa ditahan, dan 10 persen lainnya tidak ada respons.

Meski begitu, alat tersebut rupanya belum melalui uji klinis. Plt Kepala Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Tritarayati menyatakan, sebuah penelitian selalu melalui tahapan, misalnya, uji kepada hewan dan kepada manusia. Untuk uji ke manusia pun, ada tiga fase yang harus dilalui, termasuk untuk alat kesehatan dan obat.

"Ini belum melalui tahapan itu. Beliau langsung stimultan semuanya dan itu bukan suatu tahapan klinis," ucap staf ahli menkes bidang medikolegal itu, Rabu (3/2).

Hasil evaluasi tim pengkaji pun, kata dia, menunjukkan ECCT belum bisa disimpulkan keamanan dan manfaatnya. Tim tersebut terdiri atas Kemenkes, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN).

Untuk itu, lanjutnya, penelitian EECT akan dilanjutkan sesuai standar melalui pipeline pengembangan alat per jenis kanker. "Mulai dari praklinik sampai dengan klinik sesuai dengan kaidah cara uji klinik yang baik dengan difasilitasi dan disupervisi oleh Kemenkes dan Kemenristekdikti."

Sejak Desember 2015, Klinik Edwar Technology tidak menerima pasien baru untuk ditangani, tetapi pasien lama diperbolehkan untuk berkonsultasi. Para pasien diarahkan untuk mendapatkan pelayanan standar di rumah sakit pemerintah, seperti RS Hasan Sadikin, RS Dr Karyadi, RSCM, RS Sanglah, RS Persahabatan, RS Sardjito, RS Soetomo, dan RS Dharmais.

Atas sikap Kemenkes, Warsito mengatakan, pendampingan dan pengawalan dari Kemenkes ini sudah sepatutnya dijalankan. "Pendampingan dari dokter kami anggap sesuatu yang perlu (dilakukan) sejak awal dan memang sudah kami ajukan. Kami menerima semua yang menjadi arahan Kemenkes," kata dia.

Sebelumnya, pada awal Desember 2015, Warsito dan Kemenkes bertemu membicarakan kelanjutan nota kesepakatan bersama tentang penelitian teknologi ECCT dan ECVT. Salah satu kesepakatannya adalah Kemenkes melakukan peninjauan penelitian in vitro dan in vivo selama sebulan.  antara ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement