Selasa 24 Nov 2015 15:00 WIB

Mencegah Bahaya Resistensi Antibiotik

Red:

Kebanyakan orang masih banyak yang belum memahami betul bahaya resistensi antibiotik. Padahal, penggunaan obat antibiotik yang terlalu banyak dapat mengakibatkan seseorang menjadi kebal terhadap suatu penyakit.

Penanggung Jawab Resistensi Antimikroba Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia Dr Dewi Indriani mengatakan, antibiotik sejatinya berguna untuk menyembuhkan atau mencegah infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Namun, pada orang yang sudah resisten terhadap antibiotik, bakteri baik yang harusnya melawan bakteri jahat sudah tidak mampu lagi melawan.

"Ini menyebabkan penyakit pasien cenderung lebih lama sembuh karena obat antibiotik sudah tidak dapat bekerja dengan baik di dalam tubuh pasien," katanya dalam pembahasan tentang upaya mengatasi resistensi bakteri terhadap antibiotik di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Resistensi antibiotik ini, lanjut Dewi, biasanya timbul akibat obat antibiotik yang diresepkan tidak sesuai dengan pedoman, pasien tidak mematuhi pemakaian antibiotik, hingga pemakaian obat antibiotik secara berlebihan. Di dunia, situasi bahaya resistensi ini masuk pada kategori mengkhawatirkan, bahkan cenderung berada di level yang berbahaya.

"Untuk mengatasi kondisi ini, perlu adanya kerja sama dari semua pihak. Bila tidak cepat diatasi, akan merugikan banyak pihak karena semakin banyak penyakit yang sulit diobati akibat tidak ada lagi obat antibiotik yang mampu melawan infeksi bakteri," ujarnya.

Meski begitu, menurut Dewi, saat ini masih sedikit negara maju yang memiliki rencana komprehensif guna mengendalikan masalah tersebut. Upaya mengendalikan bahaya resistensi antibiotik memang perlu dilakukan bersama oleh semua pihak. Kesadaran masyarakat mengenai bahaya resistensi ini juga penting untuk ditingkatkan.

Selain itu, katanya, upaya pencegahan dapat dilakukan berbagai pihak, mulai dari media massa, pemerintah, sektor pertanian, sektor peternakan dan perikanan, industri kesehatan, tenaga medis, hingga tentunya masyarakat itu sendiri. Langkah pencegahan dilakukan agar pemakaian obat antibiotik dapat dikendalikan dan manfaat dari antibiotik ini dapat terus dirasakan hingga generasi mendatang.

"Jadi, kalau batuk, pilek, dan mengalami luka kecil, jangan langsung mengonsumsi obat antibiotik. Sebaiknya, obati dengan obat biasa dulu," katanya.

Sekretaris Program Pengendalian Resistensi Mikroba atau PPRA Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Anis Karuniawati MD PhD Clinical Microbiologist menyatakan, terkadang ketika seseorang terkena flu atau batuk yang tidak kunjung sembuh, mereka pun tak ragu menambahkan sendiri dosis obat yang diminum. Padahal, cara itu berakibat fatal dan dapat menyebabkan penyakit tersebut tak kunjung sembuh karena tubuh sudah resisten terhadap obat antibiotik.

"Untuk mengembangkan satu antibiotik baru memerlukan waktu selama 10 hingga 15 tahun. Sedangkan, untuk terbentuknya resistensi antibiotik hanya memerlukan waktu dua tahun sejak antibiotik pertama digunakan," ungkapnya dalam kesempatan yang sama.

Bila masyarakat tidak cepat tanggap dan sadar akan bahayanya, menurut Anis, ke depannya sudah tidak ada lagi penyakit akibat bakteri yang bisa diobati atau disebut sebagai era post antibiotik. Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk lebih bijak dalam mengonsumsi obat antibiotik. c04 ed: Dewi Mardiani

***

Tidak Ampuh Membunuh Virus

Di dalam tubuh kita, banyak terdapat bakteri. Kurang lebih ada sekitar 90 triliun sel bakteri hidup di dalam tubuh, mulai dari bakteri jahat hingga bakteri baik.

Bakteri-bakteri tersebut merupakan cikal bakal seseorang terkena suatu penyakit. Namun, terkadang orang sulit membedakan mana penyakit yang diakibatkan oleh suatu bakteri dan mana penyakit yang diakibatkan oleh virus.

Menurut dr Nurul Itqiyah Hariadi MD FAAP dari Yayasan Orang Tua Peduli, bakteri dapat dikelompokkan sebagai makhluk hidup yang dapat berkembang biak dengan membelah diri. Sebagian besar bakteri di dalam tubuh manusia bersifat baik. Sedangkan, virus bukan makhluk hidup. Karena itu, jika seseorang terdeteksi suatu penyakit, baik yang diakibatkan oleh virus maupun bakteri, cara penanganannya jelas berbeda. "Perlu dipastikan jenis kuman apa yang menginfeksi tubuh, kalau diakibatkan oleh bakteri, jenis penanganan yang tepat menggunakan antibiotik," kata Nurul.

Akan tetapi, Nurul melanjutkan, apabila orang tersebut menderita penyakit yang diakibatkan oleh virus, obat antibiotik tidak dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Hal ini karena obat antibiotik hanya bisa melawan bakteri jahat yang tergolong makhluk hidup.

"Perlu diketahui bahwa bakteri penyebab penyakit itu terdiri atas TBC, disentri, dan tifus. Kalau batuk dan pilek, itu diakibatkan oleh virus, salah besar kalau penanganannya menggunakan obat antibiotik," lanjutnya.

Menurut Nurul, idealnya kondisi kuman, termasuk bakteri dan virus, dengan imunitas tubuh harus seimbang. Namun, ketika kuman menyerang tubuh dan memperbanyak diri, seseorang dikatakan mengalami infeksi. Saat terjadi infeksi, tapi imunitas kuat, infeksi tidak akan menyebabkan kerusakan pada sel tubuh karena tubuh sudah bisa mengatasinya sendiri.  c04 ed: Dewi Mardiani

***

Waspadai Penyebab Resistensi Antibiotik

Menurut Dr Dewi Indriani, apabila obat antibiotik digunakan dengan bijak, tentu tidak akan membuat tubuh menjadi resisten. Sehingga, obat antibiotik masih ampuh dalam mengobati berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Untuk itu, menurutnya, kita perlu mewaspadai beberapa penyebab bakteri menjadi resisten. Penyebab itu, antara lain:

1. Peresepan yang tidak tepat

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan 50 persen antibiotik diresepkan dengan tidak tepat. Masih banyak tenaga kesehatan yang meresepkan antibiotik tidak sesuai dengan standar pengobatan, baik di fasilitas layanan kesehatan pemerintah maupun swasta.

2. Pasien kurang patuh

WHO juga masih menemukan 50 persen pasien yang tidak mematuhi aturan pemakaian antibiotik. Banyak dari mereka yang justru tidak menghabiskan antibiotik.

3. Penggunaan antibiotik di peternakan

Penyebab lain ialah penggunaan antibiotik secara sembarangan di beberapa sektor, seperti pertanian, peternakan, dan perikanan. Bahkan, di sektor peternakan, antibiotik tak lagi hanya mengobati, tetapi juga digunakan untuk memacu pertumbuhan binatang.

4. Rendahnya pengendalian infeksi

Pengendalian terhadap infeksi, baik di rumah sakit maupun klinik, masih rendah. Padahal, dengan makin banyaknya pasien yang resistensi terhadap antibiotik, penyakit infeksi, seperti TBC dan pneumonia, menjadi sulit terobati.

5. Rendahnya kebersihan dan sanitasi

Tingkat rendahnya kebersihan lingkungan serta sanitasi juga menjadi penyebab resistensi antibiotik. Bakteri dapat tumbuh dan berkembang di mana saja. Karena itu, menjaga kebersihan dan sanitasi sangat penting untuk mencegah timbulnya infeksi.

6. Kurangnya pengembangan antibiotik baru

Tidak mudah untuk mengembangkan antibiotik baru. Waktu yang diperlukan sekitar 10 sampai 15 tahun. Jadi, sebaiknya kita mempertahankan kelangsungan dari antibiotik yang sudah ada dengan cara pemakaian yang bijak. Jika tidak, lagi-lagi dampaknya akan terjadi resistensi antibiotik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement