Selasa 30 Jun 2015 14:00 WIB

siesta- Posisi Penting di Balik Layar

Red:

Peran penulis skenario sangat penting. Meski bukan merupakan karya akhir, skenario merupakan cetak biru (blue print) suatu cerita. Penulis skenario bekerja sebelum proses produksi. Mereka bekerja dengan produser dan sutradara. Rentang waktu selesainya kewajiban menulis skenario bergantung pada produser yang mengatur mereka. "Jam kerjanya sangat bebas sekali," ucap penulis skenario Salman Aristo.

Awalnya, Salman mengira, jumlah penulis skenario di Indonesia cukup minim. Namun, ternyata setelah didata, angkanya tidak seminim yang ia bayangkan. Dua tahun lalu, ketika Penulis Indonesia untuk Layar Lebar (PILAR) terbentuk, terdata ada lebih dari 100 orang yang menekuni profesi tersebut. Jumlah itu belum termasuk penulis skenario sinetron.

Salman memilih film layar lebar sebagai mediumnya bercerita karena kecintaannya pada dunia film. Meski begitu, tahun ini ia merentangkan sayap kariernya ke dunia penulisan skenario drama radio. "Soalnya, saya tumbuh di era kejayaan radio," ujar pria kelahiran 13 April 1976 ini.

Mungkin terdengar naif, tetapi Salman hanya menerima pekerjaan yang dia suka. Penulis skenario Laskar Pelangi, Garuda di Dadaku, dan Ayat-Ayat Cinta ini tidak mengungkung kreativitasnya pada satu genre tertentu. Naskah film horor pun pernah ia kerjakan.

Profesi di balik layar ini membuat Salman lebih bisa bercerita dan menyampaikan sesuatu. Baginya, cerita adalah satu bentuk usaha mencari makna dari hiruk-pikuk hidup. "Saya ingin berkontribusi di sini," ujar alumnus jurusan jurnalistik di Universitas Padjadjaran Bandung ini.

Penulis skenario menghadapi tantangan tersendiri dalam mewujudkan karya yang ciamik. Banyak profesi yang terlibat dalam pembuatan sinetron, film TV, ataupun film layar lebar. "Ada kalanya pengerjaan naskah sudah bagus, tapi proses produksinya yang kurang baik," jelas Salman memberi ilustrasi kasus.

Salman memaklumi hal tersebut sebagai dinamika industri. Terlebih, industri film belum mempunyai infrastruktur memadai sehingga para pelaku harus berjuang. "Modanya ya moda bertahan," ucapnya.

Salman melihat, hingga kini moda tersebut belum tumbuh. Ibaratnya, seperti ayam mencari makan, patok hari ini, habis hari ini. Inilah mengapa elemen-elemen pembuatan film di Indonesia masih sering bergesekan. "Insan film masih saling mempersoalkan keahlian, padahal seharusnya sudah tidak berkutat di situ," kata dia.

Bagaimana dengan penghasilan pembuat naskah? Salman pekerjaannya cukup menghasilkan. "Sejauh ini cukup, bahkan meski tidak terlibat dalam penulisan naskah kejar tayang," ucapnya.

Jika dilihat dari sudut pandang industri, setiap tahun produksi perfilman naik. Artinya, kebutuhan terhadap jasa penulis skenario pun ikut tinggi. Lahan ini cukup menjanjikan karena permintaannya tinggi.

Bicara tentang kualitas, sebagian masyarakat masih memandang karya anak negeri dengan sebelah mata. Mereka menjadikan film luar sebagai pembanding. Salman menganggap, pandangan itu sah-sah saja. Kerelaan masyarakat untuk menyukai film dalam negeri tidak bisa dipaksakan. "Kembali lagi, kita harus melihat seperti apa perkembangan industri perfilman Indonesia."

Sejak 2010, jenis film di Indonesia cukup dinamis. Banyak genre keluar. Namun, di antara beragam genre, yang paling banyak rilis adalah drama. Klaim yang menyebut film Indonesia didominasi genre horor tidaklah terbukti karena jumlahnya sudah berkurang. "Sekarang, film lokal sangat variatif sekali," kata Salman. ed: reiny dwinanda

***

Kejar Tayang

Tertarik menjadi penulis skenario? Sebaiknya, tempuh jalur pendidikan formal. Itu pun, jika Anda memiliki waktu, kesempatan, dan kapasitas.

Seandainya Anda tidak mempunyai kesemuanya itu, bukan berarti tidak bisa menjadi penulis skenario. Kalau punya hasrat terhadap dunia film, keinginan belajar akan tak terbendung. "Yang diperlukan ialah kemauan. Itu modal awalnya," ujar Salman Aristo, penulis skenario yang pernah berprofesi sebagai wartawan ini.

Menjelang Ramadhan, permintaan terhadap naskah religi meningkat. Order untuk penulis naskah sinetron dan film TV (FTV) pun mengalir. Astri Rakhmawati termasuk salah satu yang mendapatkan tantangan sekaligus berkah untuk mewarnai tayangan TV di Tanah Air. "Saat ini, saya sedang menggarap sinetron kejar tayang, Samson & Dahlia yang diputar di salah satu stasiun televisi swasta," tutur perempuan yang lebih dikenal dengan nama Achi TM ini.

Untuk sinetron kejar tayang, dalam sehari Achi harus menyetor setidaknya 85 halaman. Proyek itu ia garap secara keroyokan. "Saya punya tim yang terdiri atas enam orang."

Banyaknya naskah yang dibuat Achi bergantung persetujuan pihak rumah produksi. Untuk memperoleh inspirasi, Achi sering menonton film dan membaca komik. Dari komik, dia bisa melihat visualisasi suatu cerita dan bentuk kelucuannya.

Untuk naskah FTV, normalnya dikerjakan tiga hari. Namun, mengingat kesibukan Achi sebagai ibu rumah tangga, biasanya naskahnya baru selesai dalam sepekan. Dari segi penghasilan, menulis untuk sinetron kejar tayang lebih menggiurkan. "Honor satu naskah per episodenya sekitar dua juta sampai tiga juta rupiah," tutur perempuan yang sudah menghasilkan ratusan judul FTV.

Bayangkan berapa banyak yang bisa dikantongi Achi mengingat sinetron di Indonesia biasanya mencapai ratusan episode. Namun, dari segi idealisme dan kenikmatan menulis, ia lebih menyukai FTV. "Soalnya, penulis bebas mengeksplorasi karakter," ucap Achi yang menulis skenario sejak 2008.

Untuk setiap naskah FTV, ia dibayar tiga juta hingga lima juta rupiah. Pembayaran biasanya dilakukan dua pekan setelah syuting selesai. "Penghasilan dari menulis skenario lebih banyak ketimbang menulis novel," Achi yang novel terbarunya dengan judul Insya Allah, Sah! akan segera diangkat ke layar lebar.

Menggarap naskah tayangan televisi bukan perkara mudah. Apalagi, menjelang Hari Raya Idul Fitri seluruh orang yang terlibat dalam proses produksi ingin berlibur bersama keluarga. "Kalau biasanya kirim satu naskah, mendekati Lebaran saya harus kirim dua naskah supaya ada stok untuk syuting," kata Achi.

Ingin serius berkecimpung di dunia penulisan skenario? Sebaiknya Anda mencari relasi. Produser di Indonesia sulit berpaling ke penulis lain jika sudah merasa sehati dengan penulis kepercayaannya.

Tak heran jika naskah penulis pemula sering diabaikan oleh rumah produksi. Menembus rumah produksi bukanlah perkara mudah. "Lebih baik, dikenalkan sama orang yang sudah berkecimpung di dunia sana, lama-kelamaan, jasa kita akan dipakai," ucap Achi menyarankan.

***

Pembuat Cetak Biru

Jika penulis skenario diibaratkan sebagai arsitek maka naskah akan menjadi cetak biru karyanya. "Jika blue print kacau, pasti nanti para pembangunnya kesulitan," komentar penulis skenario film Ginatri S Noer.

Pengerjaan setiap naskah bergantung tingkat kesulitannya. Biasanyab minimal lima bulan untuk satu skenario film. Tetapib untuk film biopic yang membutuhkan banyak riset tentunya lebih banyak memakan waktu.

Dalam sehari, rata-rata Gina bekerja sekitar 10 jam, tetapi tidak semua waktunya dialokasikan untuk menulis. Gina beserta suami dan teman-temannya mendirikan Wahana Penulis, yakni sebuah sindikasi penulis skenario dan pengembang cerita. "Jadi, saya tidak cuma bekerja sebagai penulis, tapi juga menjadi pengembang cerita serta konsultan cerita," ucap perempuan kelahiran Balikpapan, 24 Agustus 1985 ini.

Sampai sekarang, Gina belum pernah menggarap naskah sinetron. Ia merasa tidak cocok dengan sistem kejar tayangnya. "Tapi, ingin mencoba sih masuk ke serial TV yang panjang supaya bisa mengulik teknik penceritaannya," ujar peraih kategori Penulis Skenario Film Terbaik di Festival Film Indonesia 2013 untuk film Habibie & Ainun ini.

Gina mendapat berbagai pengalaman seru saat melakoni pekerjaannya. Ia bisa bertemu dengan orang-orang hebat serta berkesempatan pergi ke banyak tempat menarik di luar negeri untuk riset. Setiap film yang dia tulis, harus mempunyai argumentasi cerita. "Harus ada yang bisa saya sampaikan dan saya tumbuh selama masa penulisannya," kata ibu dari Biru Langit Fatiha dan Akar Randu Furqan ini.

Pencerita, kata Gina, merupakan pekerjaan yang selalu dibutuhkan sehingga bisa bertahan di segala jaman dan keadaan. "Asal pekerjanya mau mengembangkan diri," ujarnya.

Industri kreatif merupakan industri masa depan karena sumber dayanya tidak akan pernah habis. Lihat saja bagaimana Inggris, Korea Selatan, dan Amerika Serikat serius menggarapnya. "Di Indonesia, banyak orang yang mau menekuninya, tapi tak banyak yang tahan dengan dedikasi yang dibutuhkan," komentar perempuan yang sudah membuat 10 naskah film ini. Itu artinya, pintu masuk masih terbuka lebar.

Gina melihat, film-film yang beredar di bioskop sekarang ini masih lebih banyak berasal dari cerita novel. Banyak produser yang merasa lebih aman membuat film adaptasi. Sementara itu, tayangan televisi didominasi oleh cerita yang sama. "Kreator dan pihak penyiaran yang hanya mengeksploitasi hal itu-itu saja dengan alasan kemauan penonton," kata Gina.

Di mata Gina, penontonlah penguasa industri film dan sinetron. Penonton bisa jenuh kalau terus disuguhi tayangan yang monoton. Apalagi, perkembangan industri media digital saat ini membuat penonton memiliki akses terhadap tayangan luar. "Penonton lebih punya kuasa dengan apa yang mereka mau tonton," ucap pengajar workshop penulisan skenario di PlotPoint Kreatif (@_plotpoint), Jakarta Selatan, ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement