Selasa 27 Jan 2015 13:00 WIB

Menyapa Fuji-san, Membelah Danau Ashi

Red:

Ini adalah kedua kalinya saya berkunjung ke Negara Matahari Terbit. Pada 2013 saya datang ke Osaka dan Nara dengan memberanikan diri backpacking bersama dua orang sahabat. Di sana, kami mengunjungi Kastil Osaka, lanjut ke Taman Nara, Kuil Emas, dan Kuil Perak di Kyoto. Waktu itu, pertama kalinya saya melihat kegagahan Gunung Fuji dari Danau Kawaguchi.

Desember 2014, kerinduan akan Jepang membuat saya kembali menyambangi negara ini. Kebetulan, saya memanfaatkan waktu kosong sehari sebelum mengikuti company training selama sepekan di Kawasaki, Prefektur Kanagawa, masuk dalam wilayah Greater Tokyo. Kali ini, saya menggunakan jasa Byun Byun Tours, sebuah perusahaan travel wisata lokal di Jepang.

Berkunjung ke Jepang rasanya belum komplet jika tak bertatap muka dengan Gunung Fuji. Meski sudah pernah bertemu sebelumnya, hati saya tergerak ingin kembali menyapanya dari lokasi berbeda.

Fuji adalah salah satu gunung yang disucikan oleh masyarakat Jepang, selain Gunung Tate dan Gunung Haku. Masyarakat setempat percaya bahwa Fuji adalah tempat bersemayamnya para dewa yang akan memberikan kehidupan bagi tanah-tanah pertanian di sekitarnya begitu musim semi tiba. Di puncaknya ada sebuah kuil Shinto bernama Fujisengen Taisha Okunomiya. Kuil ini dipercaya sebagai tempat tinggalnya Dewi Konohana Sakuya Hime, istri dari Ninigi no Mikoto, cucu dari Kaisar Pertama Jepang, Jinmu Tenno.

Danau Ashi atau Ashinoko Lake merupakan danau terkenal di Jepang yang terletak di area Taman Nasional Hakone, Kanagawa. Ini adalah daerah wisata yang meyajikan latar belakang pemandangan Gunung Fuji. Danau ini merupakan sebuah danau kawah yang terletak di sepanjang tepi barat daya kaldera Gunung Hakone, sebuah gunung berapi aktif. Danau Ashi ini juga dikenal karena keberadaan sumber mata air panas (onsen) di sekitarnya.

Dari Tokyo, Anda bisa mencapainya dalam waktu 2,5 jam. Danau Ashi menyajikan keindahan alam khas pegunungan, dikombinasikan dengan panorama danau, apalagi dinikmati sembari tur di atas kapal wisata Hakone Sightseeing Cruise.

Waktu sehari itu benar-benar saya optimalkan untuk menyapa Fuji-san dan membelah Danau Ashi. Perjalanan melelahkan dan cukup menguras tenaga juga dompet. Meski demikian, saya tetap memimpikan kesempatan ketiga mengunjungi Jepang (lagi) suatu hari nanti. Sayonara! ed: Nina Chairani

***

Mendengar Senandung 'Jalan Bernyanyi'

Dalam perjalanan menuju Gunung Fuji, pengemudi yang terbiasa mendengarkan musik atau radio di mobilnya mungkin memiliki cara baru untuk menghibur diri mereka. Ya, di sini terdapat 'the Singing Road' alias 'Jalan Bernyanyi' yang akan mengeluarkan alunan lagu ketika ban kendaraan Anda melewatinya. Jalan yang juga bernama Higashifujigoko Road ini adalah satu-satunya jalan yang mengarah ke Gunung Fuji.

Ketika Tuan Lee yang menjadi sopir mobil yang saya tumpangi memasuki gerbang tol, pria keturunan Korea-Jepang ini spontan mematikan musik yang sedari tadi menemani kami di perjalanan. Beberapa detik kemudian, saya mendengar alunan melodi menakjubkan. Anda bisa menjumpai jalan ini sekitar satu kilometer (km) sebelum gerbang masuk ke Gunung Fuji.

Awalnya, Anda akan melalui sebuah ruas jalan dengan aspal bertekstur khusus. Tak lama ketika ban mobil Anda menyentuh lambang kunci G bewarna putih, spontan saja jalanan itu mulai bersenandung tentang Gunung Fuji.

Senandung itu adalah "Fuji no Yama". Ini adalah lagu klasik Jepang yang ditulis Iwaya Sazanami. Lagu yang saya dengarkan berdurasi dua hingga tiga menit ini semacam senandung kegiatan pendakian ke Gunung Fuji yang biasa dinyanyikan oleh anak-anak TK dan SD di Jepang. Lagu ini mengagumi kebesaran dan keindahan Gunung Fuji.

Menurut informasi, seorang insiyur di Jepang mengembangkan permukaan jalan ini layaknya alat musik, sedangkan mobil menjadi garpu tala yang membuat jalan tersebut mengeluarkan suara. Konsep jalan ini menggunakan alur nada pada interval tertentu. Itu bergantung pada seberapa jauh alur mobil Anda bergerak dan berapa kecepatannya, sehingga jalan ini bisa menghasilkan serangkaian nada tinggi atau rendah.

Desain ini disempurnakan para insinyur dari sebuah institut di Sapporo. Tim ini sebelumnya menerapkan teknologi baru, termasuk penggunaan cahaya infra merah untuk mendeteksi permukaan jalan berbahaya.

Anda harus memastikan jendela mobil Anda tertutup untuk bisa mendengarkan alunan melodinya dengan baik. Mengemudi terlalu cepat akan membuat nadanya terlalu cepat pula. Sembari mendengar "Fuji no Yama", di kiri kanan jalan Anda akan menyaksikan pemandangan hutan dan pohon-pohonnya yang tinggi besar dan sedang menggugurkan daunnya.

***

Bertatap Muka dengan Gunung Fuji

Gunung Fuji di Jepang lebih sering disebut dengan istilah Fuji-san, lafaz dari kata gunung dalam karakter kanji. Ketika saya berkunjung, puncak Fuji terlihat jelas dan sangat indah tertutup salju abadi.

Sebelumnya, banyak yang mewanti-wanti bahwa tak semua orang bisa melihat puncak Fuji, apalagi kami berkunjung menjelang musim dingin. Sering kali, Anda hanya akan menjumpai puncak gunung tertutup halimun atau awan putih. Saya merasa orang paling beruntung sebab bisa menyaksikan momen keduanya. Selain puncak Fuji, kita juga bisa melihat dataran tinggi lain, sebab kita berada di tempat tertinggi di Jepang. Benar-benar bak negeri di atas awan.

Gunung setinggi 3.776 meter ini memiliki bentuk segitiga yang simetris. Anda setidaknya harus melewati lima level untuk bisa menyaksikan puncaknya dengan jelas. Lokasi paling tinggi jika Anda menggunakan mobil adalah level lima.

Jika ingin meraih puncaknya, Anda harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki dari level lima. Karena kunjungan saya memasuki musim dingin dan bukan musim pendakian, saya hanya berkesempatan mencapai level kelima saja.

Bagi yang berniat melakukan pendakian hingga ke puncaknya, waktu terbaik adalah musim panas, sekitar awal Juli hingga akhir Agustus setiap tahunnya. Ini karena fasilitas layanan pendakian hanya tersedia pada waktu ini. Suhu di puncak Gunung Fuji ketika ini juga yang terhangat sepanjang tahun, sekitar lima derajat Celsius.

Dari kaki Gunung Fuji ke level lima ini membutuhkan waktu hingga 30 menit. Saya menyempatkan diri masuk ke Fuji Visitor Center yang berada di ketinggian sekitar 3.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Ini merupakan titik terindah untuk melihat Fuji. Tak lupa, saya minta tolong seorang teman memotret saya dengan latar belakang Fuji-san. Pengunjung pada umumnya juga melakukan hal serupa. Hal lain yang membuat saya kagum akan Jepang adalah komunikasi berupa sinyal ponsel dan internet yang tetap cepat, tak pernah putus, meski kita sedang berada di tempat tertinggi sekalipun.

Dari Fuji Visitor Center, Anda bisa melihat kegagahan Gunung Fuji dari dekat. Di sini juga banyak restoran dan toko yang menjual suvenir khas Gunung Fuji. Restoran di sini menjajakan makanan khas desa-desa di kaki Gunung Fuji. Masyarakat sekitar Fuji terbilang jauh dari laut, sehingga makanan yang dijual pun umumnya terbuat dari sayuran. Bagi Anda yang vegetarian pasti menyukainya, demikian juga pengunjung Muslim, sebab makanan ini aman untuk dikonsumsi.

Saya sempatkan makan mi (udon) rebus dengan campuran sayuran dan sup miso dan berbelanja sedikit oleh-oleh untuk teman dan kerabat. Ada satu suvenir menarik yang bisa Anda beli di sini. Sebuah vending maching menjual udara Gunung Fuji yang dikemas dalam kaleng. Unik sekaligus konyol.

***

Uji Nyali di Fujikyu Highland

Kebanyakan orang yang berkunjung ke Jepang hanya populer dengan Universal Studios Japan. Tidak banyak yang tahu tentang Fujikyu Highland, salah satu taman hiburan tertua di Jepang yang dibangun sejak 1961. Fujikyu Highland itu seperti Ancol-nya Indonesia, tapi terletak di kaki Gunung Fuji.

Di Fujikyu Highland, banyak wahana datang dan pergi. Di sini ada roller coaster yang pernah menjadi tertinggi di dunia bernama Fujiyama. Tingginya 79 meter dengan kecepatan 130 km per jam. Roller coaster ini pertama kali dibuka pada 1996. Nama Fujiyama dikutip dari nama Gunung Fuji dalam bahasa Jepang. Dari atas coaster, Anda bisa mendapatkan pemandangan Gunung Fuji yang indah jika sekiranya tak sempat datang ke Fuji Visitor Center.

Jika Anda bukan penggemar berat roller coaster, ada variasi atraksi lain yang bisa menambah pengalaman, seperti the Haunted Hospital dan Thomas Land. Banyak juga atraksi anime yang disukai anak-anak. Sayangnya, saya tak menghabiskan banyak waktu di sini karena lebih tertarik mengunjungi langsung Gunung Fuji. Namun, bagi Anda yang datang lengkap bersama anggota keluarga, rasanya sayang melewati lokasi satu ini.

***

Berlayar Ala Bajak Laut di Danau Ashi

Saya dan teman-teman pun turun gunung sekitar satu jam dari Fuji menuju ke Danau Ashi di Hakone. Kami berwisata dengan kapal tur Hakone Sightseeing Cruise dari Pelabuhan Hakone 1 menuju Hakone 2. Kapal ini didesain khas bajak laut abad ke-17 lengkap dengan tiang panjang, layar lebar, hingga meriam kanon di atasnya. Anda pastinya langsung membayangkan film Pirates of the Caribbean. Ya, mirip sekali seperti itu.

Kapal ini terdiri atas tiga tingkat dan bisa memuat 500-600 penumpang. Saya sangat merekomendasikan Anda untuk naik kapal ini pada sore hari, meskipun rasanya sama saja dengan kapal biasa.

Mengapa? Sebab dalam perjalanan 30 menit membelah Danau Ashi ini Anda akan menikmati pemandangan matahari sore yang cerah, burung-burung air beterbangan mencari ikan, juga melewati Hakone Jinja Shrine, sebuah kuil di tepian Danau Ashi dengan ciri khas torii gerbangnya yang bewarna merah yang sering muncul di brosur-brosur wisata Jepang.

Torii ini terendam di air. Ini melambangkan perjanjian perdamaian Jepang yang mengakhiri Perang Dunia II secara resmi. Torii ini juga menandai jalur masuk ke kuil utama di dalamnya. Karena sudah terlampau sore, saya tak menyempatkan diri berkunjung masuk ke kuil utama tersebut.

Sebetulnya ada dua pilihan perjalanan membelah Hakone 1 ke Hakone 2. Jika Anda takut naik kapal, pilihan lainnya adalah dengan naik kereta gantung, seperti yang ada di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.

Sesampainya di Hakone 2, saya mencoba naik shinkansen, kereta tercepat di dunia yang ada di Jepang menuju Stasiun Odawara. Saya cukup terkejut dengan harga tiket sekali jalannya yang mencapai 3.570 yen untuk 30 menit perjalanan. Dari Odawara, saya lanjutkan dengan kereta biasa ke Shinagawa dan akhirnya sampai kembali di hotel.

***

Naik Berapa Habis Berapa

Gunung Fuji terletak di perbatasan Prefektur Shizuoka dan Yamanashi, tepatnya sebelah barat kota Tokyo di Pulau Honshu. Tokyo sangat mudah dijangkau dari Jakarta dengan berbagai maskapai penerbangan. Harga tiketnya berkisar antara Rp 2,5 juta - Rp 5 juta, bergantung musim kunjungan.

Transportasi di Greater Tokyo sangat mudah dan modern. Anda bisa naik bus, trem, hingga kereta cepat. Sebaiknya, Anda membeli kartu Tokyo Free Pass dengan harga sekitar 1.590 yen.

Jepang menggunakan mata uang yen. Sebaiknya, Anda memiliki dolar AS lebih dulu untuk ditukarkan di tempat penukaran mata uang asing (money changer) di Jepang. Bagi Anda pengguna ATM seperti BNI juga bisa bernapas lega karena mesin ATM-nya cukup ada tersebar.

Perjalanan wisata Tokyo-Hakone ini bisa dilakukan dalam sehari dan juga aman jika Anda melakukan perjalanan seorang diri. Anda cukup bermodalkan peta wisata Hakone yang tersedia gratis di stasiun-stasiun Tokyo. Jangan lupa, Anda harus membawa cukup uang untuk biaya perjalanan, setidaknya 15-20 ribu yen. Jika dihitung dengan mata uang rupiah, jalan-jalan sehari di Jepang termasuk cukup mahal. Namun, itu impas dengan apa yang Anda dapatkan.

Di Hakone, Anda bisa menggunakan berbagai moda transportasi, mulai dari kereta api, bus, kereta gantung, hingga kapal wisata. Jika Anda mengunjungi Gunung Fuji sebelumnya maka jauh lebih mudah mencapai Danau Ashi. Jika Anda ingin ke danau ini langsung dari pusat Kota Tokyo, Anda bisa naik kereta api selama 1,5 jam dari Shinjuku ke Hakone Yumoto dengan tiket sekitar 5.500 yen. Berikutnya, Anda melanjutkan perjalanan ke Sounzan dan Togendai, tepat di tepi Danau Ashi dan naik kapal wisata.

Pusing dengan makanan halal? Anda tak perlu khawatir. Beberapa restoran Muslim bisa dijumpai di pusat kota. Atau, minimal Anda mendapati restoran yang menyajikan menu vegetarian.   ed: Nina Chairani

Oleh: Rifki Muhamad Bogara (traveler, tinggal di Bali)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement