Selasa 20 Jan 2015 18:00 WIB

Rumah Dunia, Program Terbaru Siap untuk Digulirkan

Red:

Berlatar belakang sebagai penulis, pasangan suami istri Tias Tantaka dan Gol A Gong mendirikan Rumah Dunia untuk membuat masyarakat lebih berdaya. Berdiri pada awal 2004, Rumah Dunia bergiat di bidang sastra, rupa, jurnalistik, musik, dan film. Di bidang sastra, anak-anak dilatih teater. Di seni rupa, mereka diajarkan menggambar dan kerajinan. Sementara itu, di bidang jurnalistik, anak-anak dilatih menjadi wartawan. "Terkadang, koran lokal meminta rekomendasi dari Rumah Dunia untuk menggaet anggota yang sudah mampu menjadi wartawan," ucap Tias.

Januari ini, Rumah Dunia akan membuka kembali kelas menulis. Program tersebut rutin dibuka setiap enam bulan sekali. Saat ini sudah ada 25 angkatan dengan masing-masing beranggotakan sekitar 30 hingga 50 peserta. Akan tetapi, seperti kegiatan berlandaskan minat dan hobi lainnya, program tersebut hanya tuntas oleh peserta yang tinggi motivasinya.

Bulan depan, tepatnya tanggal 7 dan 8 Februari, Rumah Dunia membuka kesempatan bagi 40 peminat untuk ikut dalam program wisata ke Baduy. Acaranya berupa ekspedisi ke Baduy Luar dan Baduy Dalam, mengenal budaya Baduy, dan diskusi tentang Baduy dengan warga Baduy Dalam (Kampung Cibeo). Peminat dapat mendaftar dengan menghubungi Hilman Suteja di nomor telepon 087774702227.

Misi Rumah Dunia adalah mencerdaskan dan membentuk generasi baru yang kritis di bumi Banten. Nama Rumah Dunia mengandung filosofi memindahkan dunia ke rumah buku, rupa, warna, gerak, dan suara. Bisa dibilang, Rumah Dunia adalah wadah yang berfungsi dan berperan sebagai pusat pembelajaran komunitas di bidang kebudayaan, sosial, ilmu pengetahuan, dan teknologi tepat guna.

Awal terbentuknya Rumah Dunia berangkat dari terbatasnya akses anak-anak di kawasan Kampung Ciloang, Serang, Banten. Kebetulan, Tias dan suami mempunyai banyak buku sehingga mereka merasa mubazir jika buku-buku tersebut tidak dimanfaatkan. Tiap ada anak-anak yang main ke sana, Tias meminjamkan buku. "Bagi anak-anak sekitar sana, buku adalah barang mewah," ucapnya.

Menurut pengamatan Tias, fenomena daya baca anak-anak rendah terjadi karena akses mereka ke buku sangat minim. Bersuamikan sesama penulis, Tias akhirnya tergerak untuk meminimalisir permasalahan itu. Mereka sadar tidak akan mampu bergerak sendiri. Pasangan ini merangkul relawan dari berbagai disiplin ilmu.

Gong memang berkeinginan mempunyai pusat belajar, perpustakaan, serta ada kegiatan yang teratur. Semakin hari, jumlah relawan semakin bertambah sehingga mereka tidak kerepotan lagi melaksanakan berbagai program kegiatan. Tias dan Gong tak sembarangan menerima orang sebagai relawan. "Tergantung sedang butuh atau tidak," ucap Tias.

Ketika sedang butuh jasa relawan, Tias dan Gong tak langsung menerima pendaftar. Mereka melakukan pembicaraan internal dengan seluruh pengurus Rumah Dunia. Semua harus sepakat untuk menerima kandidat tersebut. "Yang dilihat dari calon relawan adalah mereka harus mempunyai jiwa berbagi dan sabar menghadapi anak-anak," kata Tias.

Kini, bertemankan sekitar 20 relawan, Tias dan Gong menggulirkan program-program Rumah Dunia. Mereka tidak lagi hanya mengenalkan buku bacaan dan kegiatan, tapi juga menjadikan bacaan sebagai modal berkreasi. Meski berlokasi di Serang, anggota Rumah Dunia tidak hanya berasal dari masyarakat sekitar. Ada juga yang dari Jakarta, bahkan Palembang. oleh Qommarria Rostanti ed: Reiny Dwinanda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement