Selasa 23 Sep 2014 19:31 WIB
pasien cerdas

Tisu Vs Saputangan

Red: operator

Membuang ingus dengan saputangan tidak baik untuk kesehatan.

Terserang pilek, produksi ingus kerap mengganggu kelancaran aktivitas seseorang. Aliran ingus yang jatuh ke tenggorokan dapat membuat orang batuk. Ingus juga dapat mengucur tanpa henti. Lantas, ada kalanya ingus menyumbat saluran pernapasan sehingga memaksa orang bernapas melalui mulut.

Lantaran mengganggu, ingus memang harus dibuang. Ia tak sepatutnya dibiarkan di dalam hidung. Lalu, bagaimana cara yang baik untuk membuang ingus? Sebelum menjawabnya, Ketua UKK Tumbuh Kembang PP Ikatan Dokter Anak Indonesia Dr dr Eddy Fadlyana SpA(K) MKes terlebih dulu menjelaskan patofisiologi yang membuat ingus banyak keluar. Reaksi pertahanan tubuh terhadap virus itu ada berbagai macam. Ada refleks batuk dan ada pula peningkatan atau hipersekresi (proses untuk membuat dan melepaskan subtansi kimiawi dalam bentuk lendir) yang menjadikan cairan atau lendir yang keluar dari tubuh menjadi lebih banyak. Pengeluaran ingus tersebut dapat melalui hidung atau tenggorokan. “Aliran yang banyak itu merupakan media yang baik untuk tumbuhnya virus.”

Kalau ingus tidak dibuang di tempat yang tepat, ia akan menjadi media penularan. Sebaiknya, tanggalkan membuang ingus dengan saputangan. Ingus mengandung banyak virus. Jika saputangan dipakai terus maka akan penuh dengan virus. Di samping itu, ingus yang menempel di saputangan susah dibersihkan dengan saksama sehingga masih kotor meski telah dicuci. Alhasil, saputangan menjadi media yang paling mudah menularkan virus. Orang pun akan lebih lama sembuh karena berulang terpapar virus dari saputangannya. Jadi, sebaiknya, gunakan tisu untuk membuang ingus. “Begitu kotor dengan ingus, segera buang tisu di tempat sampah,” saran dokter yang praktik di Klinik Tumbuh Kembang RSIA Limijati Bandung ini.

Ingus bisa dikeluarkan dengan secara perlahan mendenguskan hidung satu per satu atau langsung keduanya. Orang tua bisa mulai mengajarkan mendengus ketika anaknya sudah berusia tiga tahun. Di usia yang lebih dini, orang tua dapat membantu mengeluarkan ingus anaknya dengan beberapa cara. Secara tradisional, masih ada sebagian masyarakat yang dengan menyedot ingus anaknya dengan mulut ibu. Di samping itu, ada juga yang memakai alat penyedot ingus yang banyak dijual di pasaran. Apakah cara tersebut diperbolehkan?

Eddy mengatakan, kedua cara tersebut boleh dilakukan sesekali saja. Sebaiknya, itu tidak terus-menerus diterapkan sebab jika tidak tepat menyedotnya maka akan membuat saluran pernafasan menjadi bengkak. Mukosa yang ada disaluran pernapasan akan luka sehingga bisa menimbulkan masalah lain. “Kalau menjadi kebiasaan akan membuat trauma,” urainya.

Selain itu, menyedot ingus dengan mulut ibu akan membuat ibu mudah tertular karena ingus mengandung banyak virus. Sebenarnya, ingus itu bisa hilang dengan sendirinya tanpa harus disedot. Ada pula obat-obatan yang bisa membantu mengecerkan ingus. Jika sudah sangat menganggu, bisa juga dilakukan penguapan dengan NACL. Sebelumnya, dokter harus memeriksa terlebih dahulu penyebab munculnya ingus. “Jika disebabkan virus, artinya tidak perlu diobati. Namun, kalau merupakan serangan bakteri maka diperlukan antibiotik,” ujar Eddy.

Pada anak, penyebab ingusan yang paling sering adalah serangan virus. Namun, kalau di sekitarnya ada orang yang tengah terinfeksi bakteri, anak bisa saja terjangkiti. Ingus yang disebabkan virus akan berwarna bening, sedangkan ingus yang disebabkan bakteri berwarna hijau kental. rep:desssy susilawati ed: reiny dwinanda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement