Selasa 09 Sep 2014 16:00 WIB
buah hati

Belajar Menjadi Mahasiswa Cilik

Red:

Sebenarnya, saya bukan seorang ibu yang suka memaksakan keinginan kepada anak. Bagi saya di usia seperti Arya (10 tahun) dan Raisyah (6) merupakan masa-masa mereka menikmati masa kecil. Saya memberikan kebebasan kepada mereka untuk belajar, eksplorasi hobi, serta kesempatan untuk mengeluarkan pendapat di keluarga. Tentu saja, saya tetap mengarahkan dan memberikan nasihat kepada mereka.

Saya berusaha mengajarkan makna bertanggung jawab, mandiri, dan cara sopan santun sejak dini. Semua pelajaran penting tersebut saya sesuaikan dengan usia mereka. Arya dan Raisyah pun  mengerti dengan nilai-nilai yang saya ajarkan. Biasanya, kalau mereka ingin mengemukakan ide atau pendapat, mereka selalu mengobrolkannya dengan saya.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:dokumen Pribadi

Itu pula yang Arya dan Raisyah lakukan saat mereka mempunyai ide baru. Mereka ingin berdagang makanan ringan di depan garasi rumah. Rupanya, mereka ingin menjadi entrepreneur cilik. Mereka melihat ada teman-teman bermain yang bisa menjadi calon pembeli.

Awalnya, saya sempat ragu memberikan izin kepada mereka untuk mewujudkan keinginan berdagang. Saya khaawatir mereka nanti kesulitan membagi waktu antara belajar dan akitivitas lainnya. Tetapi, rupanya tekad mereka sudah bulat. Mereka berjanji akan tetap bisa mengatur waktu.

Melihat kesungguhan mereka, akhirnya saya pun memberikan kesempatan mereka untuk berdagang kecil- kecilan. Dengan inisiatif sendiri, mereka mengambil meja kecil dan diletakkan di depan garasi. Aneka makanan ringan lalu disusun dengan rapi di atas meja. Untuk awal, saya sengaja meminta mereka membatasi jenis barang yang jual. Saya ingin mereka belajar dari hal-hal kecil terlebih dahulu.

"Ayo silakan, dipilih dulu mau beli yang mana," kata Raisyah ramah seraya melayani pembeli yang merupakan teman sepermainannya.

"Aku beli cokelat dan minumannya, ya," kata si teman sembari menunjuk cokelat dan minumannya.

Raisyah lalu menyebutkan total harga sembari menyerahkan belanjaan sang teman. Transaksi jual-beli pun terjadi. Raisyah telah belajar bagaimana melayani pembeli dan dunia entrepreneur cilik.

Akan tetapi, usaha Arya dan Raisyah berjalan bukan tanpa kendala. Salah satu ujian bagi pengusaha cilik ini, yaitu godaan untuk menikmati makanan dagangannya. Gara-gara itu sempat terjadi dialog alot antara keduanya. Sang adik merasa berhak mengambil makanan yang dijual tanpa perlu membayar. Isi pikirannya berbeda dengan kakaknya yang berprinsip siapa pun yang mengambil tetap harus membeli. Alasannya, kalau pedagang mengambil tanpa membayar, nanti tidak ada keuntungan dari penjualan.

"Bisa rugi kita kalau barang dagangan dimakan sendiri," kata Arya memprotes keinginan sang adik.

Tentu saja kejadian ini bila dibiarkan berlarut-larut, akan berpengaruh pada aktivitas mereka. Akhirnya saya turut memberikan pendapat. Kalau ada salah satu dari mereka ingin mengambil makanan dagangan, mereka harus melakukan pencatatan. Jumlah dan jenis barang yang diambil mesti diketahui bersama. Jadi, tidak boleh asal mengambil. Tiap barang dagangan yang dikonsumsi sendiri akan memangkas keuntungan. Mereka pun setuju dengan usul saya.

Banyak hal yang menarik dari kegiatan kewirausahaan mereka, kedua buah hati saya. Yang paling terpenting, dari aktivitas ini mereka belajar mandiri, bekerja sama, dan tentu saja bertanggung jawab. Semoga kelak keduanya bisa menjadi pengusaha yang sukses. Aamiin. ed: reiny dwinanda

Oleh Tri Wahyuni Zuhri

Ibunda dua anak, tinggal di Samarinda, Kaltim

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement