Selasa 26 Aug 2014 12:00 WIB
inspirasi

Ragillia Rachmayuni, Serius Menekuni Desain Pop Up

Red:

Melihat koleksi buku pop up di toko buku masih didominasi oleh buku impor, hati Ragillia Rachmayuni teriris. Ia sedih mendapati tak banyak buku pop up karya anak negeri yang mewarnai dunia bacaan anak. "Kenyataan itu mendorong saya untuk membuat pop up book anak-anak yang tak kalah keren dengan buatan asing," kata Ragil, sapaan hangatnya.

Tekad Ragil semakin menggebu begitu menyadari anak-anak masa kini lebih akrab dengan gadget ketimbang buku. Ragil lantas memberikan kejutan bagi pembaca cilik dengan menerbitkan buku pop up berjudul Deklarasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada pertengahan 2013. Perempuan asal Pekanbaru, Riau, ini mengusung tema kemerdekaan agar generasi muda mengenal sejarah Indonesia.

Di buku tersebut, Ragil berusaha memperkenalkan sosok pendiri Indonesia. Dibuat dengan desain pop up, anak-anak dapat belajar sejarah kemerdekaan dengan cara yang menyenangkan. Desain pop up membantu pembaca lebih mudah memahami isi cerita. Buku terbitan Inti Inspirasi Indokreasi ini dicetak sebanyak 600 eksemplar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Beredar di 25 toko buku, Deklarasi Kemerdekaan Republik Indonesia terjual sekitar 250 buku. Kendati karyanya belum menjadi best seller, Ragil cukup puas dengan respons masyarakat. Ia mendapati ada sejumlah mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) di beberapa universitas yang menjadikan buku tersebut sebagai sampel untuk tugas kuliah.

Pop up merupakan salah satu bidang kreatif dari paper engineering yang saat ini sedang berkembang. Biasanya, modelnya berbentuk buku atau kartu. Saat kartu atau halaman bukunya terbuka, akan tampak bentuk seni tiga dimensi atau timbul. Ragil yang lahir di Pekanbaru, 25 Juni 1988, ini mengenal pop up sejak 2009. "Saat itu, saya memilih pop up untuk tugas akhir kolokium," kata sarjana DKV Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung, Jawa Barat, ini.

Kecintaan Ragil pada dunia anak-anak menuntunnya membuat tugas akhir kuliah pop up book untuk anak. Saat itu, ia mengambil kisah Nabi Yunus dan sang Paus Penyelamat untuk diadaptasi ke karya pertamanya. Begitu lulus kuliah, ia semakin terpikat dengan dunia desain kertas tiga dimensi ini. Ilmu desain ia perdalam dengan terus mencari referensi melalui buku dan internet. Mempelajari teknik dan mekanisme pop up tidaklah mudah. Perlu ketekunan mendalam untuk mencapai hasil pergerakan pop up yang sesuai dengan keinginan.

Ragil bekerja freelance sebagai desainer dan ilustrator. Melalui laman www.ragilliartworks.com, orderan terus berdatangan. Ia menerima pesanan desain grafis, ilustrasi, dan pop up frame. Klien pertama Ragil berasal dari kalangan teman dan kerabat. Begitu karyanya terpampang di sejumlah laman desain, seperti www.deviantart.com dan www.behnace.net, masyarakat mulai mengenal karyanya. Order pun semakin banyak datang, khususnya dari Pulau Jawa.

Menerima banyak order, Ragil merasa mendapat tantangan berat. Sebagai desainer dan ilustrator, ia harus mampu mengikuti keinginan klien. Perempuan yang hobi membaca graphic novel ini terkadang kesulitan membuat versi visual dari keinginan yang diutarakan klien. Akan tetapi, ia terus berusaha untuk membuat konsumennya puas. "Biasanya, yang sudah pernah order akan kembali datang dengan orderan berikutnya," ujarnya semringah.

Ragil mendesain sendiri setiap karyanya. Ia menggunakan jasa percetakan terpercaya untuk proses aplikasi. Selama kurang lebih lima tahun merintis karier di dunia desain, cukup banyak karya yang dibuatnya. Dialah desainer kover buku Seribu Malam untuk Muhammad karya Fahd Djibran dan Taste Buds karya Yunus Kuntawiaji dan Kinsi.

Ke depannya, Ragil ingin menggarap desain undangan pernikahan, ulang tahun, dan akikah. Ia juga masih merintis bisnis ilustrasi, khususnya pop up frame atau card papero. "Saya juga bermimpi dalam waktu dua sampai tiga tahun mendatang bisa memiliki workshop atau toko kerajinan pop up dan scrap book untuk anak-anak sehingga mereka bisa belajar dan mengenal pop up," kata Ragil.

Sebagai batu loncatan, Ragil kerap melakukan edukasi mengenai seni kertas tiga dimensi tersebut. Ia memanfaatkan media sosial maupun acara kreativitas untuk memasyarakatkan pop up. "Masyarakat di luar Pulau Jawa masih sedikit asing dengan pop up, tetapi saya yakin bisa membawanya populer di tanah kelahiran," tutur traveller yang ingin backpacker keliling Eropa jika kelak telah menaklukkan wilayah Asia Tenggara ini. ed: reiny dwinanda

***

Komunitas Hijabographic

Bertiga dengan teman sesama desainer dan ilustrator, Ragil mendirikan Hijabographic. Mereka menjadikan komunitas tersebut sebagai media dakwah melalui karya seni. "Salah satu ambisi besar saya ialah membesarkan Hijabographic."

Dakwah, lanjut Ragil, bisa disampaikan melalui beragam media. Tak terkecuali lewat desain, ilustrasi, komik, foto, puisi, dan aneka bentuk karya seni lainnya. Hingga saat ini, Hijabographic sudah memiliki banyak anggota di beberapa daerah. Karya mereka patut diacungi jempol. Tengok saja Hijabonomic karya Zakiyah Sholihah yang telah terpajang di rak toko buku ternama di Indonesia.

Hijabographic menjadi salah satu wadah bagi Muslimah kreatif untuk saling berkumpul dan mendiskusikan dakwah lewat karya seni. Informasi aktivitas komunitas tersebar melalui laman www.hijabographic.com dan akun Twitter @Hijabographic. Komunitas ini kerap menggelar kegiatan bertemakan Islam. Pada awal April, Hijabographic turut menginisiasi Gerakan Menutup Aurat, salah satunya dengan mengadakan pameran poster bertema "Take Cover". Pameran bertempat di Kemang, Jakarta Selatan, dalam rangka merayakan Hari Jilbab Sedunia. Hijabographic yakin membuka busana merupakan kemunduran yang membawa manusia ke masa lampau. Dalam Islam, menutup aurat bukan sebuah kemunduran, melainkan wujud tingkat tertinggi pemikiran manusia, menutup untuk peradaban yang terbuka.

Ragil memantau, belakangan makin banyak Muslimah yang berprofesi sebagai desainer dan ilustrator. Ia berharap dari komunitas Hijabographic akan muncul banyak ahli desain dan ilustrasi. "Tak ada halangan bagi kami yang berhijab untuk berkarya," kata Ragil yang berhijab sejak 2005 itu.

Sebetulnya, sewaktu masih berseragam merah putih, Ragil tak bercita-cita menjadi ilustrator. Ia terpikat dengan dunia rancang busana. Gaun-gaun indah para putri raja dalam buku cerita membuatnya ingin menjadi perancang. Kendati melenceng dari impian masa kecilnya, anak dari pasangan H Rozali dan Hj Titien Suharti ini tak menyesali jalan hidupnya. Ia justru senang bisa berdakwah dengan mendesain dan membuat ilustrasi. "Alhamdulillah, keluarga termasuk kedua orang tua selalu mendukung," ungkap Ragil yang masih lajang.

Ragil juga berencana membuat buku pop up seri kisah-kisah rakyat Indonesia untuk konsumsi pembaca cilik. Biaya produksi buku pop up yang tergolong tinggi membuat harga jualnya menjadi relatif mahal. Pembeli biasanya berasal dari kalangan menengah ke atas. Ragil tak patah semangat menggarap buku pop up berikutnya. Dia berharap ada penerbit yang kembali melirik karyanya untuk dibukukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement