Ahad 24 Jul 2016 18:47 WIB

Menikmati Gurihnya Kethak

Red: Arifin

Ampas pembuatan minyak kelapa ini menjadi penyedap produk kuliner nusantara yang kini tak mudah ditemukan.

 

Ampas minyak kelapa adalah bahan makanan yang bisa diolah menjadi berbagai santapan. Ada orang yang mengolahnya menjadi camilan, ada pula yang menjadikannya pendamping makanan berat. 

Praktisi kuliner chefBudi Sutomo mengaku ada perbedaan penyebutan untuk ampas minyak kelapa. "Untuk daerah Yogyakarta dan Solo, sering disebut kethak.

Sedangkan untuk daerah lain di Jawa, banyak orang menyebutnya blondo," kata Budi. 

Budi mengatakan, olahan kethak berasal dari kebiasaan masyarakat dahulu yang sering membuat minyak dari kelapa. 

Penjual kelapa parut di Pasar Cinere Yono mengaku memiliki usaha sampingan berjualan kethak. Dalam sebulan, Yono bisa mendapat satu atau dua orang yang memesan kethak.  "Kalau ada yang pesan blondo (kethak) biasanya baru saya buatkan," ujar Yono. 

Untuk membuat kethak, Yono menggunakan kelapa tua yang masih segar. Kelapa itu lalu diparut dan diperas untuk menghasilkan santan. Santan yang diperoleh lantas direbus sekitar tiga hingga empat jam atau sampai air menguap dan tersisa minyak serta ampasnya. Minyak kemudian dipisahkan dari ampas dengan cara ditiriskan. Ampas tersebut kemudian digoreng lagi sampai betul-betul kering.

Yono menyarankan, selama memasak harus terus diaduk agar tidak gosong. "Hasil yang bagus itu warnanya kecokelatan," kata Yono. 

Dari 20 kelapa, Yono bisa menghasilkan sekitar setengah kilogram kethak. Ia biasa menjualnya seharga Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu per kilogram kepada pelanggan. "Usaha ini sebenarnya tidak terlalu serius saya tekuni karena saya lebih mengincar minyaknya. Tapi karena ada yang memesan ya bisa saya buatkan," kata Yono. 

Menjadi beragam makanan ChefBudi Sutomo mengatakan, kethak masih cukup populer di berbagai daerah di Jawa. Menurut Budi, masih mudah menemukan kethak di Yogyakarta dan Solo. Secara umum, ujarnya, kethak masih bisa ditemukan di daerah yang masih memiliki ke biasaan mengolah kelapa menjadi minyak. 

Kethak atau blondo pada dasarnya mirip dengan rendang. Hanya bedanya, untuk membuat rendang, blondo akan dicampur dengan berbagai rempah dan minyak. "Kalau santan direbus tanpa bumbu, ya akan menjadi blondo atau kethak itu," kata Budi. 

Budi mengaku, kethak bisa diolah menjadi penyerta tiwul. Bahkan, ujarnya, dicampur dengan nasi atau ketan pun rasanya nikmat. 

Ketika kecil, ia mengaku juga menyukai kethak yang diolah menjadi permen. Ia mengatakan, ampas yang masih seperti lumpur bisa ditambahkan gula pasir. Hasilnya, kethak akan menjadi seperti gulali atau permen. 

ChefRahung Nasution juga menemukan banyak masyarakat di pelosok Jawa yang mengonsumsi kethak. Bahkan, ujarnya, masyarakat menggunakan kethak sebagai lauk dan memakannya dengan nasi panas. 

Rahung mengatakan, di Maluku juga ada makanan hasil olahan ampas minyak kelapa. "Banyak di Ternate, Tidore, dan Hal mahera itu (ampas minyak kelapa) dicampur dengan cabai untuk diolah menjadi sambal," ujar Rahung. 

Rasanya yang manis-manis gurih menurut Rahung membuat ampas minyak kelapa cukup populer di berbagai wilayah nusantara. Di Tapanuli Selatan atau kampung halaman Rahung, banyak pula masyarakat yang mencampurnya dengan nasi goreng. 

Rahung mengaku, saat ini kethak belum banyak diolah secara khusus. Ampas minyak kelapa, ujarnya, hanya diproduksi dalam skala rumahan. Menurut dia, untuk mengembangkan kuliner tersebut diperlukan bahan yang banyak. Imbas produksi minyak kelapa sawit, praktik pembuatan minyak kelapa sudah jarang dilakukan.

"Masalahnya ampas ini bisa disebut langka jadi tidak banyak diolah secara khusus," ujar Rahung. 

Di Minahasa yang kaya akan hasil bumi kelapa, kethak juga masuk hitungan. Taiminyak, begitu masyarakat Minahasa biasa menyebutnya, dianggap sebagai penyedap masakan. Tumisan daun gedi dengan bawang putih akan membuat rasanya gurih dan sedikit manis.     Oleh Ahmad Fikri Noor, ed: Nina Chairani

 

 

Mencari Kethak Sampai Kebumen

Bila di banyak daerah kethak tak selalu mudah didapat, lain halnya di pasar-pasar tradisional kawasan Kebumen, Jawa Tengah.

Hampir setiap hari, kita bisa memperolehnya pada pedagang sayur. Dengan menyodorkan Rp 500, kita bisa membawa pulang sebungkus kecil kethak. `'Isinya sak ndulit, sethumbnail, begitulah,'' kata Ario M Sano, pengamat budaya kawasan Kebumen dan sekitarnya.

Kethek, begitu orang Kebumen menyebutnya. Kethak di Kebumen berasal dari dua tempat, yakni Desa Meles, selatan Karanganyar, dan Desa Siladrang, utara Karanganyar. Kedua desa itu adalah penghasil minyak kelapa.

Uniknya, menurut Ario, pada hari Ahad semua pedagang berjualan kethak. `'Grosir kethek Minggu di Pasar Meles,'' kata dia.

Ario yang pernah membuat dokumentasi tentang kethak bercerita,120 butir kelapa yang dibuat minyak klentik (minyak kelapa) biasanya menghasilkan ampas kethak sekitar 3 kg. Pembuatannya sejak pukul 7 pagi hingga pukul 13 siang. `'Proses memasak minimal enam jam, penuh kesabaran, ndakbisa dikebut atau dipercepat,'' ujar dia.

Dapur Mbah Kardi adalah satu-satunya penghasil kethak dari Meles. Sementara beberapa yang lainnya belajar darinya berada di Desa Siladrang. Sang maestro menjadikan kethaknya dalam satu lempengan besar setebal bantal.

Kethek dibelah menjadi dua potong, masing- masing seberat tiga kilogram. Harga per kilogram Rp 50 ribu. Dari ukuran besar itu, ungkap Ario, kethak kemudian diecer sekepal tangan seharga Rp 10 ribu, ukuran lebih kecil lagi sepotong kecil dalam bungkusan tebal daun pisang Rp 500-an.

Mbah Kardi secara rutin membuat minyak kelapa. Setidaknya seminggu ia memasak sekali memproduksi 35 sampai 50 liter dari 500 butir kelapa tua. Minyak kelapa yang dihasilkannya dibanderol Rp 14 ribu. `'Lebih mahal dari minyak goreng pabrik/sawit kisaran harga Rp 9 ribu.

`'Saya sering beli Rp 50 ribu, bisa buat beberapa minggu untuk diolah ibunya anak-anak jadi lauk dan kudapan,'' kata Ario. Macam-macam makanan dibuat sang istri. Mulai sebagai tambahan sambal, pelas, hingga kudapan pisang. Untuk penyedap sambal -- cabai, bawang merah, bawang putih, garam, ditambahkan sedikit petai cina-- ditambah sebungkus kecil kethak, sudah cukup membuat lidah bergoyang nikmat. `'Jadi pedas, gurih minyak kelentik, dan cenderung manis,'' ungkap Ario tentang rasanya.   ed: Nina Chairani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement