Ahad 07 Feb 2016 15:20 WIB

Kue Keranjang Nyonya Lauw

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA--Perayaan Imlek di Indonesia akan terasa kurang lengkap tanpa kehadiran kue keranjang. Kue yang terkadang disebut dodol cina itu disuguhkan atau dihantar kepada tetangga dan sanak saudara. Produk kuliner khas ini akan mudah ditemui dan sangat diburu masyarakat, terutama keturunan Tionghoa, serta populer di kalangan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Sejak dua pekan menjelang Imlek, rumah yang berada di Jalan Bouraq, Kota Tangerang, ramai dikunjungi oleh orang. Ada yang lalu-lalang bekerja, ada yang membeli, bahkan wartawan pun banyak yang menyambangi tempat ini untuk peliputan. Penyebabnya hanya satu, kediaman Own Tioniyo atau orang-orang mengenalnya Nyonya Lauw, produsen kue keranjang yang sudah turun-temurun tiga generasi.

"Ini sudah sejak zaman Belanda, awalnya dari kakek saya, dulu sih setahun sekali dulu pas mau Imlek saja," ujar Umar Sanjaya, anak Nyonya Lauw, penerus usaha kue keranjang generasi ketiga.

Kue keranjang mereka diproduksi dari sekitar 1940- an. Adalah Lauw Sun Lim atau ayah Nyonya Lauw yang membuat kue keranjang menjelang Imlek dan acara Pasar Gambir. Saat itu, mereka masih tinggal di Kampung Rawacana, Tangerang.

Sejak 1961, barulah keluarga Lauw menempati rumah yang sampai kini menjadi tempat produksi kue dan dodol. Umar menjelaskan, baru pada 1962, ibunya mulai menjajakan dagangan dodol ke Jakarta. Mulai dari mulut ke mulut, kekhasan rasa dodol dan kue keranjang keluarganya mulai dikenal oleh warga sekitar Jabotabek. Mereka langsung mendatangi kediaman Nyonya Lauw untuk mencicipinya.

Proses tak berubah

Suara alu beradu dengan lumpang langsung terdengar begitu kaki kita melangkah ke halaman rumah Nyonya Lauw. Bunyi dalam irama yang teratur itu menandakan sedang ada penumbukan beras ketan menjadi tepung. Ada 30 pekerja yang terlibat dalam pembuatan tepung beras, bahan utama pembuatan kue keranjang. Proses manual masih menjadi kunci utama kekhasan kue keranjang di sini.

Beras ketan telah halus ditumbuk, diayak dengan sebuah kain putih. Pembuatan tepung ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Seorang pekerja hanya bisa menumbuk dan mengayak 10 kilogram beras ketan dalam sehari.

Pembuatan kue keranjang ada di bagian belakang rumah. Di sana ada beberapa drum besar dikelilingi beberapa pekerja pria. Mereka sedang membuka adonan yang sudah difermentasi selama 15 hari untuk dioper kepada pekerja yang akan menggiling adonan tersebut.

Tepung ketan dan gula putih yang dicairkan tidak langsung diolah menjadi bahan jadi, tapi didiamkan atau difermentasi yang membuat adonan ini seperti agak basah. "Ya dari dulu prosesnya kayak gitu, ajaran orang tua kayak gitu, dan itu yang dipakai," ujar Umar. Dan itulah, jelas dia, pembeda dari pembuatan kue keranjang di tempat lain.

Ada karamelisasi

Umar bercerita, penggunaan mesin penggiling adonan dimulai sejak tiga atau empat tahun lalu. Sebab, proses menggiling secara manual membutuhkan waktu lama dan tenaga lebih. Adonan akan disiram kembali oleh gula putih cair di dalam mesin penggiling. Sehingga, adonan yang awalnya padat berair menjadi encer dan kental.

Adonan yang telah kental itu dimasukkan ke dalam wadah seperti keranjang yang dialasi dengan daun pisang. Tapi, sebelumnya daun itu telah dipanaskan agar mudah dibentuk dan bisa memberikan aroma wangi.

Wadah ini yang menjadi dasar kue khas Imlek mendapat istilah kue keranjang. Cetakan keranjang itu menggunakan anyaman bambu asli. Adonan yang sudah masuk wadah akan disusun seperti piramida yang nantinya masuk ke tempat pengukusan. Pengukusan juga memakan waktu lama. Sekitar 12 jam, adonan dikukus di atas api dari pembakaran kayu bakar. Dalam pengukusan yang cukup lama inilah yang membuat kue keranjang Nyonya Lauw berwarna kecokelatan meski menggunakan gula pasir. Seperti, ada proses caramelize.

Jika 12 jam telah berlalu, kue keranjang diangkat dan dijejerkan dalam ruangan tengah untuk didinginkan ke suhu normal. Setelah itu, kue keranjang siap dijual untuk dinikmati kelezatannya. c27, ed: Nina Chairani

Asal-Usul Kue Keranjang

Tradisi kue keranjang menjelang Imlek, menurut pakar kuliner Indonesia William Wongso, disinyalir sudah berlangsung sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Sebab, keberadaannya begitu melekat dengan perayaan Imlek setiap tahunnya. Sajian penganan dengan rasa manis ini tak ditemukan di negara Cina ataupun negara satu etnisnya. "Di Cina itu kok saya nggaklihat, Singapura mungkin ada, tapi malah seringnya datang dari sini (Indonesia),"

ujar William.

Sebelum menjadi kuliner khas Imlek, awalnya kue keranjang disajikan untuk upacara sembahyang bagi para leluhur pada tujuh hari sebelum hingga pada hari Imlek. Berhubung makanan yang memiliki tekstur kenyal ini digunakan sebagai sesaji, maka hingga 15 hari setelah Imlek atau dikenal dengan Cap Go Meh, kue ini baru dapat dikonsumsi.

Menurut William, kue keranjang yang baik tidak bisa dilepaskan dari proses pem buatannya. Dengan bahan yang berkualitas baik dan melalui proses yang tidak instan, akan menghasilkan rasa dan tekstur yang berbeda. Umumnya, kue keranjang dapat dikatakan enak jika memiliki rasa manis yang pas dan seimbang serta bertekstur lembut ketika mengunyahnya.

"Rasanya tidak terlalu manis, kalau seger itu kenyal dan elastis. Makanya kalau dimasak kenyal lagi, " kata pria kelahiran Malang ini.

Secara ketahanan, kue keranjang bisa bertahan berbulan-bulan, terlebih lagi jika bungkusnya menggunakan daun pisang, bukan plastik. Daun pisang dapat menjadi disinfektan yang baik untuk membuat kue keranjang lebih tahan lama untuk disimpan.

Hanya saja, ketika disimpan terlalu lama, kue keranjang sebaiknya diolah menjadi kreasi hidangan lain. William mencontohkan, dengan mengolah kue keranjang menjadi kolak, jojongklang, atau hanya digoreng biasa agar bisa mengembalikan teksturnya.

Biasanya, William lebih sering mengolah kue keranjang yang sudah mulai mengering dengan cara menggoreng. Caranya cukup mudah, hanya dengan memotong kue keranjang dengan ukuran sesuka hati, kemudian kocok telur dan masukkan irisan bawang merah ke dalamnya. Campuran bawang merah dan telur menjadi baluran untuk kue keranjang sebelum digoreng. "Nanti ada aromanya, aromanya lebih wangi dan enak," ujar ahli masakan Indonesia dan Eropa ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement