Senin 28 Nov 2016 15:00 WIB

mozaik- Manusia Perahu

Red:

Sejak masuk target operasi ''pembersihan'' oleh penguasa militer, orang-orang Rohingya di Myanmar hidup tak tenang. Beberapa tahun belakangan, mereka harus menghadapi aneka tudingan dan serangan, bahkan dari para biksu. Sebagian lalu kabur, menyeberangi lautan dan bertaruh untuk ketidakpastian baru.

Sayangnya, negara-negara Asia Tenggara menolak mereka sebagai pengungsi. Sebagian ada pula yang mengharap pertolongan Thailand meski harus berakhir dalam kasus perdagangan manusia. Malahan, kapal orang-orang Rohingya didorong lagi ke laut dan tak boleh merapat ke Thailand. Australia juga tak menghendaki tambahan orang dari Utara itu ke negara mereka.

Myanmar tetap melihat populasi Rohingya sebagai imigran Bangladesh ilegal. Saat Thein Sein menjadi Presiden Myanmar pada 2011, meringankan penderitaan dan krisis kemanusiaan Rohingya tak ditemukan dalam agenda kerjanya. Program yang ia buat tak jarang justru terasa kental anti-Rohingya.

Pada Oktober 2012, saat sejumlah konflik pecah di Myanmar, Sein bahkan meminta PBB memindahkan Rohingya ke negara lain sambil mengatakan, Rohingya bukan bagian dari Myanmar dan datang ke sana secara ilegal sehingga tak bisa diterima. Mereka tetap menyebut Rohingya sebagai orang Bengali dan imigran meski leluhur orang Rohingnya telah ratusan tahun hidup, makan, dan beranak cucu di sana.

Dalam beberapa tahun terakhir, berkali-kali pemberitaan menyiarkan orang Rohingya berusaha pergi dari Myanmar. Penderitaan yang mereka rasakan tak tertahankan lagi. Sejak 2012, Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) memprediksi lebih dari 110 ribu orang Rohingya pergi menuju Thailand, Malaysia, dan Filipina melalui jalur laut menggunakan perahu.

Pada tiga bulan pertama 2015, jumlah ''manusia perahu'' Rohingya diprediksi mencapai 25 ribu orang. Banyak di antara mereka yang mencoba menyeberang dulu ke Bangladesh. Namun, kemudian mereka mencoba datang ke negara-negara Asia Tenggara dengan menggantungkan harapan akan hidup yang lebih baik.

Pada Mei 2015, Filipina berjanji menyediakan 3.000 rumah bagi ''manusia perahu'' Rohingnya. Bekerja sama dengan UNHCR, Filipina bersedia jadi rumah sementara dan menyediakan bantuan bagi para pengungsi sambil komunitas internasional mencarikan solusi permanen. Ini baru permulaan, karena 6.000-9.000 orang masih terkatung-katung dan terapung di laut mencari bantuan.          Oleh Fuji Pratiwi/dari berbagai sumber, ed: Wachidah Handasah   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement