Jumat 15 Apr 2016 16:00 WIB

Zakat Harus Mampu Atasi Kemiskinan

Red:

 

blogspot.com                     

 

 

 

 

 

 

 

 

 

JAKARTA--Kementerian Agama (Kemenag) terus berupaya memperbaiki pengelolaan zakat sehingga dapat menjadi kekuatan produktif dalam mengentaskan kemiskinan.

"Kebanyakan zakat dibagi untuk kepentingan konsumtif masyarakat, tetapi saat ini harus bersifat produktif. Ini tidak mudah, tetapi perlu dipikirkan, dengan dana zakat itu, bisa mengentaskan kemiskinan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat," kata Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kemenag Machasin saat memberikan sambutan pada pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Perkembangan Zakat di Indonesia di Jakarta, Rabu (13/4).

Rakernas ini, seperti dilansir laman resmi Kemenag, diikuti perwakilan kanwil Kemenag provinsi se-Indonesia yang menangani zakat, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dan aparatur Ditjen Bimas Islam.

Machasin meminta rakernas ini dapat mengevaluasi apa dan bagaimana kegiatan yang sudah dilakukan. Dari situ diharapkan dapat dirumuskan skala prioritas terkait program dan kegiatan yang mendesak untuk didahulukan. 

Forum rakernas juga diharapkan menjadi ajang berbagi pengalaman pengelolaan zakat. Hal itu, menurut Machasin, penting mengingat kondisi setiap daerah berbeda-beda. Ia menyebut, ada sejumlah pemerintah daerah yang cukup membantu masayarakat dengan dana zakat, antara lain, Sumatra Barat dan Aceh.

"Zakat berasal dari umat atau masyarakat maka akan kembali juga kepada masyarakat," kata Machasin.

Sebelumnya, hal serupa juga dikatakan Sekjen Kemenag Nur Syam. Menurutnya, zakat bisa mengentaskan kemiskinan jika dikelola dengan baik. Sayangnya, pengelolaan zakat di Indonesia belum optimal. Karena itu, Kemenag akan melakukan tiga upaya strategis dalam pengelolaan zakat.

Pertama, meningkatkan program sosialisasi regulasi kepada masyarakat. Menurut Nur Syam, regulasi tentang zakat yang terbaru adalah UU Nomor 23 Tahun 2011 dan perubahan UU Nomor 38 Tahun 1999. Meski sudah berlaku sejak lima tahun lalu, Nur Syam menilai tidak banyak pemimpin daerah yang memahaminya sehingga pelaksanaan zakat masih bersifat  formalitas.

''Ini menyebabkan perolehan zakat tidak sesuai harapan,'' katanya.

Saat ini, kata dia, perolehan zakat di Indonesia hanya Rp 3,5 triliun, padahal seharusnya bisa mencapai Rp 217 triliun.

Upaya kedua adalah meningkatkan kualitas kelembagaan. Sementara, langkah ketiga, meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Menurut Nur Syam, para pengelola zakat harus memiliki kompetensi yang baik sehingga bisa sekaligus menjadi  juru bicara, mengapa masyarakat harus berzakat melalui lembaga formal.

Ketua Baznas Bambang Sudibyo juga sepakat bahwa zakat bisa diberdayakan untuk mengentaskan kemiskinan. Bahkan, menurut dia, pengentasan kemiskinan melalui Baznas lebih cepat 1,5 tahun dibandingkan dengan dana sosial.

''Jika dana Baznas dapat membantu mengentaskan kemiskinan dalam 5,5 tahun, dana sosial lainnya butuh waktu tujuh tahun,'' kata mantan menteri keuangan Kabinet Persatuan Nasional ini.

Selain mampu mengatasi kemiskinan, zakat juga terbukti mampu menanggulangi masalah kemanusiaan. Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Rahmawati Husein mengatakan, dana dari zakat, infak, dan sedekah (ZIS) telah menjadi salah satu bagian penting dalam pemecahan masalah kemanusiaan di Indonesia. 

"Selama ini, bantuan untuk masalah kemanusiaan biasanya dilakukan oleh negara donor yang kaya atau dari lembaga donor. Namun, di Indonesia, bantuan bisa dilakukan melalui hasil pengumpulan zakat. Ini sangat menarik dan akan menjadi poin tersendiri untuk dibahas di WHS (World Humanitarian Summit),'' katanya, Kamis (14/4).

Peran organisasi keagamaan di Indonesia, menurutnya, juga sangat pentng dalam penanganan masalah kemanusiaan.

WHS 2016 akan berlangsung di Istanbul, Turki, pada 23-24 April. Sebelum pertemuan tingkat tinggi yang membahas masalah kemanusiaan itu digelar, Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan MDMC menggelar diskusi menuju WHS di Yogyakarta, Kamis. Kegiatan ini diikuti perwakilan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Daerah Istimewa Yogyakarta, LSM, pemerintah daerah, organisasi keagamaan, lembaga zakat, infak, dan sedekah.   rep: Yulianingsih/ antara, ed: Wachidah Handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement