Senin 04 Apr 2016 17:00 WIB

mozaik- Kilau Baghdad di Masa Lalu

Red:

Kelahiran kota Baghdad, Irak, dianggap sebagai tonggak munculnya peradaban dunia. Hal ini tentu tak terlepas dari pembangunan kota ini oleh Khalifah Dinasti Abbasiyah, al-Mansur, pada 762 Masehi. Sebelum disebut Baghdad, kota bersejarah ini dikenal dengan nama Kota Lingkar.

Berdirinya Kota Lingkar merupakan simbol kemajuan dalam sejarah desain perkotaan. Kota yang berbentuk seperti labirin bundar itu pun segera menjadi kiblat dari peradaban dan kebudayaan dunia pada masanya.

Al-Mansur adalah tokoh yang berada di balik pembangunan Kota Lingkar ini. Banyak penelitian menyebut al-Mansur sempat menyusuri tepian Sungai Tigris untuk menemukan lokasi yang pas dan strategis untuk membangun kotanya. Menurut sejarawan dan pakar geografi Arab abad kesembilan sekaligus penulis buku The Book of Countries, Yaqubi, al-Mansur akhirnya memilih daerah tepi Sungai Tigris yang berdekatan dengan Efrat sebagai lokasi pembangunan Kota Lingkar.

Lokasi itu dipilih karena berpotensi menjadikan Kota Lingkar sebagai persimpangan dunia. Setelah lokasi didapatkan, al-Mansur mulai berpikir tentang bentuk yang akan ditampilkan pada kota ini. Akhirnya ia memilih bentuk lingkaran sempurna.

Menurut Yaqubi, dipilihnya lingkaran sebagai bentuk kota memiliki makna tersendiri. Ia mengungkapkan, al-Mansur memang mengagumi dan telah mempelajari ajaran geometris Euclid. "Bentuk lingkaran merupakan penghargaan darinya untuk ajaran tersebut," ucapnya, seperti dilansir The Guardian, belum lama ini.

Pada 30 Juli 762, pembangunan Kota Lingkar pun dimulai. Berdasarkan keterangan sejarah, tanggal tersebut merupakan hasil perhitungan para astrolog kerajaan. Kala itu, mereka menilai tanggal yang mereka pilih merupakan waktu yang tepat untuk memulai proses pembangunan sebuah kota.

Al-Mansur, sebagai khalifah pada masa itu, menyepakati usulan para astrolognya. Setelah tanggal ditetapkan, ia pun memanjatkan doa kepada Allah SWT pada upacara peletakan batu pertama yang diikuti seluruh pekerja kerajaan yang akan menuntaskan pembangunan kota tersebut.

Satu per satu bangunan didirikan di kota berdiameter 6,5 kilometer ini. Bagian bangunan yang paling mencolok adalah tembok terluar Kota Lingkar yang menjulang dan diperkirakan mencapai ketinggian 25 meter. Pada puncak tembok tersebut bertengger benteng yang saling mengapit.

Tembok raksasa itu pun dikelilingi oleh parit buatan yang memisahkan Kota Lingkar dengan daratan di seberangnya. Menurut ahli sejarah abad ke-11, al-Khatib al-Baghdadi, sekitar setengah juta batu bata disusun sedemikian rupa untuk mengokohkan tembok terluar Kota Lingkar.

"Terlepas dari hal itu, desain maupun konstruksi Kota Lingkar merupakan sumber informasi untuk sejarah pembangunan kota," ucap al-Baghdadi.

Kota Lingkar memiliki empat gerbang utama, yakni gerbang Kufah, Basra, Syam (Suriah), dan Khurasan. Gerbang Kufah dan Basra yang masing-masing membentang dari selatan ke barat dan dari selatan ke timur merupakan gerbang yang membuat situs Kota Lingkar menarik. Sebab, kedua gerbang tersebut menghadap ke arah kanal Sarat, yang merupakan jaringan saluran air.  Dari kedua gerbang itu, air dari Sungai Efrat mengalir ke Sungai Tigris.

Pada masa itu, sistem drainase Kota Lingkar terbilang sangat maju. Dengan pengaturan demikian, Kota Lingkar tidak hanya akan terhindar dari banjir, tetapi kebutuhan masyarakat terhadap air pun senantiasa terpenuhi.

Berbeda dengan gerbang Kufah dan Basra, gerbang Syam yang terhampar dari utara ke barat mengarah ke Anbar, Suriah. Sementara, gerbang Khurasan merupakan gerbang yang paling berdekatan dengan tepi Sungai Tigris.

Pusat kota

Dari masing-masing gerbang terbentang jalan utama menuju pusat Kota Lingkar. Di sepanjang jalan inilah hiruk-pikuk kegiatan ekonomi masyarakat Kota Lingkar sangat terasa. Selain barisan toko-toko, para pedagang pun kerap menggelar bazar di jalan-jalan tersebut. Sedangkan, ketika menginjak pusat kota akan tampak istana untuk anak-anak khalifah.

Di sana juga berdiri rumah sakit untuk staf kerajaan dan pegawai, dapur khalifah, barak penjaga kuda, dan kantor-kantor pemerintahan lainnya. Seluruh area pusat kota dijaga oleh polisi kerajaan.Tak hanya itu, di pusat Kota Lingkar juga terhampar kebun sawit yang subur.

Bila dibandingkan dengan permukiman dan jalan arteri yang menjadi titik sentral kegiatan ekonomi, pusat Kota Lingkar terbilang cukup lengang kecuali pada dua bangunan penting di kota itu yakni Masjid Agung dan Istana Khalifah.

Masjid Agung Kota Lingkar berdiri di atas lahan seluas 27 ribu meter persegi. Masjid agung pertama di Baghdad tersebut tidak hanya berfungsi menampung seluruh masyarakat untuk beribadah tetapi sekaligus sebagai penanda bahwa Kekhalifahan Abbasiyah dihuni oleh hamba-hamba Allah yang paling kuat dan terkenal di Bumi.

Istana Khalifah al-Mansur merupakan bangunan termegah di Kota Lingkar. Selain luasnya yang mencapai 100 ribu meter persegi, arsitektur bangunannya pun tampak menonjol dengan kubah berwarna hijau setinggi 39 meter. Di dekat kubah, berjaga seorang tentara berkuda yang akan memantau jikalau ada musuh yang datang.

Yaqubi mencatat, pembangunan Kota Lingkar yang rampung pada 766 merupakan proyek konstruksi terbesar dalam dunia Islam. Sekitar 100 ribu pekerja terlibat dalam proses pembangunan. Para pekerja itu meliputi berbagai bidang keahlian, seperti arsitek, tukang kayu, dan pandai besi. Dipekerjakan pula ribuan penggali dan buruh biasa. Mereka direkrut dari seluruh wilayah Kekhalifahan Abbasiyah.  c23, ed: Wachidah Handasah 

***

Kiblat Peradaban Itu Pun Hancur

Kemegahan Kota Lingkar akhirnya sirna. Kota yang pernah menjadi kiblat peradaban dan kebudayaan dunia itu porak-poranda akibat invasi pasukan Mongol pada 1258. Ketika itu, pasukan Mongol di bawah komando Hulagu Khan menghancurkan sebagian besar situs bersejarah di Kota Lingkar.

Tak hanya membantai rakyat dan membakar masjid, istana, serta bangunan-bangunan lainnya, mereka juga melenyapkan warisan intelektual Abbasiyah dengan cara membakar perpustakaan dan menenggelamkan buku-buku karya para pemikir dan filsuf Islam kala itu ke Sungai Tigris.

Kehidupan Kota Lingkar pun sekarat. Kemegahannya berubah menjadi serpihan debu dan puing-puing yang berserakan di tepi Sungai Tigris. Peristiwa tersebut kerap disebut sebagai akhir zaman kejayaan Islam.

Warisan Kota Lingkar pun benar-benar lumat pada era 1870-an. Ketika itu, gubernur Baghdad yang berasal dari kalangan reformis Turki Utsmani, yakni Midhat Pasha, merobohkan sisa-sisa tembok kota bersejarah tersebut. Pasha melakukan perobohan itu dengan alasan untuk mengobarkan semangat modernisasi.

Penduduk Baghdad yang masih tinggal di sekitar situs Kota Lingkar pun diperintahkan angkat kaki dari sana. Mereka juga dilarang memasuki tempat suci di dalam Kota Lingkar. Tak lama kemudian, tepatnya di Distrik Karadat Maryam, tak jauh dari selatan Kota Lingkar, berdiri pabrik dengan mesin-mesin raksasa untuk keperluan industri peternakan sapi.

Akhirnya, Kota Lingkar yang kini disebut Baghdad pun bertransformasi menjadi kota modern. Sayangnya, hingga saat ini kota yang pernah menjadi pusat peradaban dunia itu belum mampu berkilau seperti keadaannya di masa lalu. Baghdad masa kini masih tampak muram oleh deraan konflik berkepanjangan.  c23, ed: Wachidah Handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement