Kamis 11 Feb 2016 16:00 WIB

Survei: Umat Beragama di Indonesia Cukup Harmonis

Red:
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)
Foto: www.cathnewsindonesia.com
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)

JAKARTA — Kementerian Agama (Kemenag) kembali melakukan survei nasional Kerukunan Umat Beragama (KUB). Hasil survei menunjukkan bahwa secara rerata nasional, kerukunan umat beragama di Indonesia sepanjang 2015 berada pada kategori ''tinggi'', yakni berada pada poin 75,36 (dalam rentang 0-100).

"Angka ini menguatkan hasil survei KUB 2012 yang berada pada indeks 3,67 (dalam rentang 1-5), yang berarti cukup harmonis," kata Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag Muharam Marzuki ketika menjelaskan hasil survei KUB 2015, di Jakarta, Rabu (10/2). Pada survei ini, tingkat kerukunan diukur melalui tiga indikator, yaitu tingkat toleransi, kesetaraan, dan kerja sama antarumat beragama.

Kendati hubungan umat beragama di Tanah Air tergolong cukup harmonis, Muharam mengakui, hasil survei KUB 2015 ini masih menyisakan beberapa catatan, yakni adanya sejumlah konflik di beberapa daerah yang dipicu oleh berbagai persoalan, salah satunya pendirian rumah ibadah.

Konflik yang dicatat Kemenag, di antaranya, kasus pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi dan Gereja Advent di Pasar Minggu. Ada pula permasalahan pembangunan masjid di Manokwari, Papua Barat, dan konflik di Tolikara, Papua, yang pecah bersamaan dengan pelaksanaan shalat Idul Fitri pada Jumat, 17 Juli 2015.

Kemenag juga mencatat adanya kasus penertiban pembangunan gereja tanpa surat izin mendirikan bangunan (IMB) di Kabupaten Singkil, Aceh, dan kasus penolakan pendirian Masjid As-Syuhada di Bitung, Sulawesi Utara.

"Semua kasus tersebut telah ditangani Kemenag dengan cara memediasi pihak-pihak terkait sehingga potensi konflik yang lebih luas dapat direduksi," tutur Muharam.

Menanggapi hasil survei ini, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifudddin mengatakan, secara umum kondisi KUB di Indonesia terbilang baik. "Meskipun ada kasus kasus-kasus yang kita tidak boleh menutup mata, seperti Tolikara, Aceh Singkil, dan lainnya, tapi secara keseluruhan, dengan kemajemukan kita, kerukunan kita cukup baik," katanya ketika menghadiri acara peluncuran hasil survei tersebut, Rabu.

Ia melihat, banyak konflik yang mengatasnamakan agama sebenarnya terjadi karena hal atau faktor nonagama. "Misalnya, karena masalah politik, hukum, atau persaingan ekonomi,'' ujarnya.

Agama, kata dia, kerap dicatut sebagai alat justifikasi (pembenaran) untuk memantik terjadinya konflik-konflik sosial tersebut. Menurutnya, hal tersebut patut diketahui oleh masyarakat sehingga mereka tahu bahwa KUB di Indonesia sebenarnya tidak memiliki masalah atau kendala yang besar.

Meski demikian, Menag menilai, hasil survei yang terangkum dalam laporan tahunan KUB tersebut tak bersifat mutlak. "Karena ada yang menilainya positif, namun ada juga yang melihat (KUB di Indonesia) masih jauh dari harapan.''

Ia tak menampik, terjadi sejumlah polemik keagamaan yang menyita perhatian publik pada 2015 dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Karena itu, kata Menag, perlu ada regulasi terkait perlindungan umat beragama di Indonesia. "RUU (Perlindungan Umat Beragama) ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari misi Kemenag agar kehidupan antarumat beragama menjadi lebih baik," ucapnya.

Saat ini, kata Menag, pihaknya sedang menjaring aspirasi untuk menyiapkan RUU tersebut. Penjaringan aspirasi ini melibatkan tokoh-tokoh agama, majelis keagamaan, akademisi, dan pers.

Laporan tahunan KUB diterbitkan oleh Kemenag setiap tahun sejak 2010. Laporan ini memuat substansi kehidupan keagamaan, di luar isu politik dan pendidikan. Survei KUB 2015 melibatkan sekitar 3.300 responden dari 33 provinsi di Indonesia. Sedangkan, isu-isu yang dipilih dalam menyusun laporan atau survei tersebut antara lain tentang aliran, paham, atau gerakan keagamaan, pelayanan keagamaan, dan hubungan antarumat beragama. c23 ed: Wachidah Handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement