Rabu 06 Jan 2016 15:00 WIB

Menag: Tarian di Atas Sajadah Murni Kekhilafan

Red:
Menag Lukman Hakim Saifuddin
Foto: antaranews
Menag Lukman Hakim Saifuddin

JAKARTA — Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pihaknya telah melakukan investigasi terkait insiden menari di atas karpet bermotif sajadah pada peringatan Hari Amal Bakti (HAB) ke-70 di Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) DKI Jakarta, Ahad (3/1) lalu.

"Dan itu murni kekhilafan. Jadi, tidak ada maksud tertentu, apalagi sampai melecehkan agama," ujar Menag saat ditemui di kantor Kemenag, Jakarta, Selasa (5/1).

HAB Kemenag diperingati setiap 3 Januari. Peringatan HAB di Kanwil Kemenag DKI Jakarta ditandai dengan upacara bendera di halaman kantor. Pada kesempatan itu, diberikan  penghargaan berupa Lencana Karya Satya kepada sejumlah aparatur Kemenag Kanwil DKI Jakarta yang telah mengabdikan diri selama 30 tahun, 20 tahun, dan 10 tahun. Acara kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah yang diiringi pertunjukan tari saman dan tari kanyaka sura.

 

Tari saman diikuti oleh 175 siswa. Karena tarian dilakukan di lapangan, diperlukan karpet sebagai alas agar siswa lebih nyaman saat menari. Maka, digunakanlah karpet di aula yang biasa digunakan untuk kegiatan sosial di Kanwil Kemenag DKI Jakarta, bukan karpet masjid yang digunakan untuk shalat.

Seusai tari saman, masuklah para penari yang akan menampilkan tarian Bali, kanyaka sura. Saat itu, karpet yang digunakan untuk tari saman belum sempat digulung. 

"Di sinilah kekhilafan dan kelalaian teman-teman Kanwil DKI. Dan kakanwil termasuk saya juga sudah menyampaikan permohonan maaf atas kekhilafan tersebut. Jadi, sama sekali tidak ada maksud tertentu. Ini semata-mata kekhilafan," ujar Menag.

Ia meminta agar insiden ini tidak dikait-kaitkan dengan peristiwa trompet sampul Alquran dan sandal berlafaz Allah. Menurutnya, kedua peristiwa tersebut merupakan tindakan pidana dan di luar kontrol Kemenag.

Sebelumnya, permintaan maaf juga disampaikan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi DKI Jakarta Abdurrahman. "Panitia HAB ke-70 Kanwil Kemenag Provinsi DKI Jakarta menyatakan permohonan maaf kepada semua pihak atas kelalaian kami," kata Abdurrahman, Senin (4/1) seperti dilansir laman resmi Kemenag.

 

Ia mengatakan, tidak ada unsur kesengajaan pada kejadian itu. Karpet tersebut, menurutnya, semula digunakan untuk tari saman yang diperagakan oleh 175 siswa madrasah. Belum sempat dilipat, para penari Bali sudah maju ke depan untuk memperagakan tariannya.

Insiden menari di atas karpet bermotif sajadah menuai respons dari berbagai pihak. Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta, KH Ali Mustafa Ya'qub, meminta semua pihak memperhatikan secara saksama karpet yang akan digunakan untuk melakukan suatu kegiatan.

Ia sendiri mengaku belum mengetahui secara persis motif dan gambar pada karpet tersebut. Namun, ia menegaskan, karpet bisa dipakai oleh siapa saja kecuali karpet yang terdapat simbol-simbol keislaman, seperti lafaz Allah SWT, Muhammad SAW, ataupun masjid.

"Apabila ditemukan simbol-simbol keislaman, karpet itu menjadi haram untuk diinjak-injak," katanya.

Kiai Ali Mustafa menambahkan, apabila karpet yang digunakan untuk menari itu terdapat simbol-simbol keislaman, tindakan itu termasuk ke dalam wilayah penistaan agama.

Tidak patut terjadi

Dalam pandangan Sekretaris Dewan Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh, insiden menari di atas karpet bermotif sajadah menyangkut sensitivitas penyelenggara acara untuk mendudukkan sesuatu pada tempatnya. "Hal ini tidak patut terjadi," ujarnya.

Ia menilai, kejadian ini berangkat dari kealpaan, kelalaian, ketidakdisiplinan, dan kebodohan. Karena itu, ia meminta pihak-pihak yang bersangkutan untuk meminta maaf kepada publik.

"Minta maaf sebagai langkah baik, sebagai wujud kesadaran akan tindak yang salah," katanya.

Selain itu, lanjut Asrorun, harus ada komitmen untuk melakukan perbaikan dan tidak mengulangi hal tersebut. Pada saat yang sama, kata dia, MUI sebagai tenda besar umat Islam di Indonesia memiliki pekerjaan rumah untuk terus mengedukasi masyarakat, terutama terkait dengan sensitivitas beragama.

Sejauh ini, menurut Asrorun, belum ada urgensi untuk menerbitkan fatwa terkait insiden ini. Meminta maaf dan berkomitmen untuk lebih berhati-hati, menurut dia, sudah cukup. rep: Marniati, Retno Wulandari  c35 ed: Wachidah Handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement