Senin 05 Oct 2015 13:00 WIB

Kiswah dari Masa ke Masa Ka’bah diyakini telah berselimut kiswah sejak zaman Nabi Ismail AS.

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, Kiswah dari Masa ke Masa

Ka’bah diyakini telah berselimut kiswah sejak zaman Nabi Ismail AS. 

Kiswah. Inilah kain kelambu yang senantiasa menyelimuti Ka'bah. Kiswah tampil dengan hiasan kaligrafi indah di sekelilingnya. Kaligrafi yang terbuat dari benang emas dan perak itu memuat nama-nama dan sifat-sifat Allah, juga ayat-ayat pilihan dalam Alquran yang berkaitan dengan ibadah haji dan kisah manusia sejak zaman Nabi Adam AS, Ibrahim AS, Ismail AS hingga Muhammad SAW. Hiasan itu membuat kelambu Ka'bah ini terlihat indah dan megah.

Kiswah diganti pada setiap musim haji, tepatnya pada 9 Dzulhijah ketika semua jamaah haji sedang wukuf di Padang Arafah sehingga Masjidil Haram sangat lengang. Saat itulah, kiswah diganti dengan yang baru. Alhasil, pada setiap Hari Raya Idul Adha atau 10 Dzulhijah, kiswah selalu dalam keadaan baru. Nah, kiswah yang telah 'pensiun' biasanya diburu oleh para jamaah haji sebagai cenderamata. Tentu saja, bukan dalam bentuk kiswah yang utuh, tapi sudah berupa potongan-potongan.  

Selain diburu para jamaah haji, potongan kiswah juga dihadiahkan oleh Pemerintah Arab Saudi kepada orang-orang, organisasi atau negara terpilih. Belum lama ini, misalnya, Kerajaan Arab Saudi menghadiahkan kiswah kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sejarah mencatat, Ka'bah sudah berkerudung kiswah sejak zaman Nabi Ismail AS. Berbeda dengan kiswah saat ini yang terbuat dari kain beludru, pada masa itu kiswah dibuat dari kulit unta. Sementara, Nabi Muhammad SAW diriwayatkan pernah memerintahkan pembuatan kiswah dari kain Yaman. Kemudian, para khalifah yang termasuk dalam khulafa al rasyidin membuat kiswah dari kain benang kapas. 

Jika kini kita melihat kiswah berwarna hitam legam, ternyata dalam sejarah perjalanannya yang panjang, kiswah tak melulu berwarna hitam. Kain penutup Ka'bah ini pernah berwarna putih, kuning, hijau, bahkan merah berlajur-lajur. Kiswah merah berlajur-lajur itu merupakan kiswah pertama yang dibuat dari kain tenun Yaman. Sedangkan, kiswah putih dibuat pada zaman Khalifah Ma'mun ar-Rasyid. Lain halnya dengan kiswah warna hijau yang dibuat atas perintah Khalifah an-Nasir dari Bani Abbasiyah. 

Pada era awal perkembangan Islam, Ka'bah memang lebih sering ditutupi kiswah warna-warni. Namun, sejak awal abad ke-12 atau sekitar 600 Hijriyah, kiswah berwarna hitam mulai menyelimuti kiblat umat Islam itu. 

Sebelum dibuat di Makkah, kiswah biasanya dibuat di negeri di luar Hijaz (nama kuno Arab Saudi). Kiswah kemudian diberikan kepada pemerintah Hijaz sebagai hadiah. Dalam kurun waktu yang lama, kiswah dibuat di Mesir. Ini dimulai dari masa pemerintahan Sultan Sulaiman pada 950-an Hijriyah hingga masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya pada 1920-an. Bahkan, atas perintah Muhammad Ali Pasya, dibukalah kantor pemerintah khusus untuk urusan kiswah. 

Namun, seusai Perang Dunia I, pengiriman kiswah ke Saudi terlambat. Keterlambatan itu terjadi lantaran situasi tak menentu sebagai dampak Perang Dunia I (1914-1918). Mengingat kiswah belum juga datang hingga awal Dzulhijah, maka pemimpin Saudi saat itu memutuskan untuk membuat kiswah sendiri. Sejak 1932, kiswah sudah diproduksi di sebuah pabrik yang terletak di pinggiran Kota Makkah. 

Jurnalis Uni Emirat Arab, Rym Ghazal, dalam artikelnya di laman onislam.net menyebut, setiap tokoh atau pemimpin Islam pada masa lalu selalu meninggalkan tanda atau warisan pada kiswah. Alhasil, kain indah ini tak hanya mengandung nilai keagamaan, tapi juga sosial, ekonomi, serta budaya yang menegaskan masa tertentu dalam sejarah.

Contohnya, kiswah yang ada pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman I. Kiswah itu menunjukkan kekuatan dan kekuasaan pemimpin Kesultanan Turki Utsmani itu. Ia adalah sultan yang berkuasa paling lama di Turki Utsmani, yakni pada 1520 hingga 1566 saat ia wafat. 

Kiswah pada era Sultan Sulaiman I itu, kini dimiliki oleh Ahmed Al- Mansoori yang kemudian memajangnya di museum peradaban miliknya di Dubai, Uni Emirat Arab. "Kiswah ini adalah penghormatan terbesar yang dianugerahkan setiap pemimpin Muslim terhadap Ka'bah," ujarnya.

Museum milik Ahmed terletak di kawasan bersejarah, Shindagha. Selain kiswah, museum ini juga memiliki koleksi barang antik, manuskrip, artefak, dan senjata-senjata kuno. 

Pria yang pernah menjabat sebagai anggota dewan nasional itu mengatakan, warna hijau dari kiswah tersebut masih berkilau meski usianya sudah berabad-abad. Ia yakin, warna hijau itu dipilih untuk merepresentasikan Islam. 

"Detail dan desainnya merefleksikan era seni dan budaya yang luar biasa dari Sultan Sulaiman. Dia adalah penyokong seni dan literatur Islam pada masa Kesultanan Turki Utsmani," katanya.

Untuk membuat kiswah itu, ia yakin, Sultan Sulaiman menugaskan penenun dan seniman terbaik dari seluruh penjuru negeri. Ia juga yakin, Sultan Sulaiman ingin menunjukkan pesona kiswah kepada puluhan ribu jamaah haji kala itu. 

Ahmed sudah menguji keaslian kiswah miliknya lewat serangkaian tes. "Keaslian kiswah ini sudah diuji lewat teknologi karbon perhitungan usia yang dilakukan Universitas Tübingen, Jerman." n c33 ed: wachidah handasah

***

Massal, Mahal, Sakral

Rasanya, tak ada yang menyangkal keindahan dan kemegahan kiswah. Namun, tak dapat dimungkiri pula, untuk membuat karya indah ini dibutuhkan biaya dan tenaga yang tidak sedikit. 

Jika berkesempatan mengunjungi lokasi pembuatan kiswah di Makkah, Anda akan tahu bahwa kiswah merupakan hasil kerja massal sekaligus mahal. Ratusan pekerja dikerahkan untuk membuatnya. Pekerja itu terdiri dari tenaga kasar, staf, seniman, dan administrasi. Merek terbagi ke dalam enam bagian, yakni bagian pembuatan sabuk, tenunan tangan, tenunan mekanik, pencelupan, pencetakan, dan tutup dalam Ka'bah. 

Rym Ghazal menulis, tak kurang dari 200 kaligrafer ikut andil menghias kiswah dengan kaligrafi berbahan emas dan perak. Untuk itu, dibutuhkan sekitar 120 kg emas dan 25 kg perak. "Bobot kiswah yang sudah jadi bisa mencapai 650 kg," katanya.

Pada masa lalu, kiswah cadangan selalu disediakan demi mengantisipasi kejadian tak terduga pada kiswah yang pertama. Sebab, ada kemungkinan terjadinya kebakaran, banjir, atau risiko rusak ketika kiswah dibawa ke Makkah. 

Begitu pula dengan kiswah yang dibuat di era Sultan Sulaiman yang kini terpajang di museum milik Ahmed Al- Mansoori di Dubai. Menurut Ahmed, cadangan dari kiswah itu kini disimpan di Istana Topkapi, Istanbul, Turki.  

Direktur Jenderal Departemen Museum Sharjah, Manal Ataya, mengatakan, kiswah mengandung nilai-nilai yang sakral. Dari sekian banyak tekstil bersejarah asal Makkah dan Madinah yang tersimpan museumnya, ia tetap menomorsatukan kiswah.

"Ketika Muslim seluruh dunia berkumpul di Makkah, kita harus mempelajari beberapa tradisi yang tak lekang oleh waktu, salah satunya pembuatan kiswah," ujarnya. 

Di Museum Sharjah yang dikelolanya, tersimpan sabuk pengikat kiswah dengan Ka'bah yang biasa disebut hizam. Sabuk itu berukuran 47 meter dan terdiri atas 16 panel sulaman kaligrafi. 

Menurutnya, sejarah pembuatan kiswah sangat berkaitan dengan ibadah haji. Sejarah kiswah, lanjutnya, bukan hanya tentang keimanan dan Makkah, tapi juga meliputi kerja keras penenun, seniman, dan semua pihak yang ambil bagian dalam pembuatan kain penutup Ka'bah itu.  c33 ed: wachidah handasah

***

Dari Mahmal Sampai Dar Al-Kiswah

Keindahan dan kemegahan kiswah tak terlepas dari figur yang mendanai pembuatannya. Leluhur Nabi Muhammad SAW, Adnan Bin Edd, dipercaya sebagai salah satu tokoh yang menyediakan kiswah bagi Ka'bah. 

Pada kurun waktu berikutnya, para penguasa pemerintahan Islam secara bergilir menunaikan tugasnya untuk melindungi Ka'bah dengan kiswah. Mereka menggunakan bahan-bahan terbaik yang dimiliki kerajaannya guna membuat kiswah.

Dalam periode awal Islam, kain untuk kiswah sering kali dibuat oleh kepala suku. Belakangan, tugas itu menjadi tanggung jawab negara. Selama beberapa waktu, pernah pula pusat pembuatan kain kiswah berpusat di Mesir dan Suriah. Sementara, ketika Kesultanan Turki Utsmani berjaya, pembuatan kiswah dipusatkan di Bursa dan Istanbul. 

Selama periode Turki Utsmani itu, kiswah dibawa ke Makkah oleh rombongan berkuda dari Kairo dan Damaskus. Rombongan pembawa kiswah ini disebut Mahmal. 

Ketika Mesir dipimpin oleh Muhammad Ali Pasha, pembuatan kiswah dipusatkan di Kairo. Pada 1818, Ali Pasha membentuk Dar Al-Kiswah, sebuah lembaga yang memiliki otoritas resmi membuat kiswah. Lembaga ini dibentuk karena Mesir mampu memproduksi kain katun kelas dunia dan memiliki banyak pekerja seni di bidang tekstil dengan keahlian tinggi.  

Keunggulan Mesir di bidang tekstil itu merupakan hasil dari pengembangan ratusan tahun yang dilakukan kerajaan Mesir kuno. Kiswah buatan Mesir ini dikirim ke Tanah Suci dengan arak-arakan bersama jamaah haji dari Kairo. n c33 ed: wachidah handasah 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement