Kamis 03 Sep 2015 21:25 WIB

MUI Undur Pembahasan Kalender Hijriyah

Red: operator
Logo MUI
Logo MUI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengaku rencana pembahasan penyatuan kalender Hijriyah dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-9 MUI yang lalu harus diundur. Pengunduran itu, Ma'ruf mengatakan, karena belum ditemukan pola-pola kesamaan.

"Belum ada kesamaan sehingga pembahasannya harus diundur, tidak dibahas di munas," kata Ma'ruf kepada Republika, Selasa (1/9).

Ma'ruf menyatakan ada pihak yang belum setuju dengan konsep yang diajukan dalam munas. Namun, dia menolak menyebutkan pihak yang tidak setuju tersebut.

Ma'ruf menjelaskan, saat ini Muhammadiyah menggunakan metode wujudul hilal. Metode tersebut menekankan, jika telah melewati konjungsi dan bulan sudah berada di atas ufuk usai matahari terbenam maka dianggap masuk bulan baru.

Sedangkan ormas Islam lain, Ma'ruf mengatakan, menerima konsep imkanur ruqyat. Artinya, terdapat kriteria bulan sudah mencapai ketinggian minimal dua derajat untuk ditentukan sebagai bulan baru. "Nah di sini yang masih belum ketemu," ujar Ma'ruf.

Konsep MUI berdasarkan keputusan bersama ormas Islam pada 2004 merujuk pada pendekatan imkanur ruqyat. Hal itu dinilai Ma'ruf memadukan metode hisab dan ruqyat. Dalam metode imkanur ruqyat, jika bulan berada lebih dari dua derajat di atas ufuk maka dinilai sudah masuk bulan baru meski tidak perlu diruqyat. Ma'ruf mengatakan, hal ini perlu ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Agama.

Dia mengatakan, agar seluruh ormas Islam di Indonesia sepakat, perlu dicari formula yang sama. MUI, menurutnya, akan berupaya mendorong dan mencari jalan keluarnya.

Sebagai salah satu organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah tetap mendorong upaya penyatuan kalender Hijriyah di Indonesia. Muhammadiyah menilai diskusi terkait hal itu pun terus berlangsung guna mencari titik temu.

 "Dialog tetap berlangsung dengan upaya penggabungan pendekatan syariah, yakni Alquran dan hadis serta ilmu pengetahuan, yakni astronomi," ujar Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas.

Yunahar mengatakan, perlu ada kesabaran dalam menentukan titik tengah dari metode-metode yang digunakan ormas Islam Indonesia. Menurutnya, hal itu bisa dimulai dengan mencari titik temu kriteria awal bulan. Ia mencontohkan, Muhammadiyah menaikkan kriteria derajat hilal dalam metode wujudul hilalnya.

"Tidak bisa buru-buru. Perlu diskusi dan tukar argumen. Kalau argumen bisa diterima kedua belah pihak artinya lahir kesepakatan," ujar Yunahar.

Ia mengatakan, jika ada kesepakatan penyatuan kalender Hijriyah maka tidak perlu lagi ada sidang itsbat. Ini karena dalam kalender Hijriyah bisa diketahui jatuhnya awal Ramadhan, Syawal, Idul Adha, dan hari-hari besar Islam lainnya.

Yunahar pun berhusnuzon hal itu bisa terwujud. Terlebih, pemerintah melalui Kementerian Agama telah mengunjungi Muhammadiyah untuk menyepakati upaya itu. "Selama pemerintah bersikap netral saya optimis kesepakatan itu bisa terwujud," ujar Yunahar.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Machasin mengaku, pihaknya terus berupaya mewujudkan penyatuan kalender Hijriyah. Namun, dia mengakui hal itu belum bisa terwujud dalam waktu dekat karena masih ada perbedaan pendapat dalam metode dan kriteria penentuan awal Hijriyah.

"Kami terus berusaha tapi karena sampai saat ini belum terwujud ya tidak bisa dipaksakan," ujar Machasin kepada Republika, Rabu (2/9).

Machasin mengaku, pembicaraan mengenai upaya penyatuan terus dilakukan dengan melibatkan ormas-ormas Islam. Persoalannya, terang Machasin, masing-masing ormas berpegang pada mazhabnya sendiri-sendiri dan masih sulit disatukan.

Machasin menyampaikan, proses penyatuan terus berjalan. Ia mengaku, Menag juga sudah menyambangi NU dan Muhammadiyah untuk menyampaikan iktikad tersebut. "Ada pendekatan-pendekatan tapi memang belum menghasilkan kesepakatan," ujarnya.

Belum adanya penetapan penentuan awal kalender Islam menjadikan hari-hari besar Islam ada yang berbeda. Salah satu contohnya, tahun ini Muhammadiyah telah menetapkan Hari Raya Idul Adha jatuh pada Rabu (23/9), sedangkan di kalender Hijriyah adalah Kamis (24/9). rep: Ahmad Fikri Noor ed: Andi Nur Aminah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement