Rabu 27 May 2015 16:00 WIB

Rukun Hingga Puncak Gunung

Red:

Kedua tangannya tertangkup di depan dada. Kepada lima perempuan berkerudung di hadapannya, ia memberi penghormatan, om swastyastu disusul assalamualaikum.

Lahir dari Suku Tengger, Bambang Hadiharwijaya adalah seorang penganut Hindu. Ia merupakan satu dari empat penjaga mushala yang dibangun Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) BSM di Kawasan Penanjakan, Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Bambang tak keberatan ada bangunan mushala di sana, dikelokan dengan elevasi 2.680 meter di atas permukaan laut (DPL), lokasi yang lebih tinggi dari Gunung Bromo (2.392 meter DPL).

Dukungan ia berikan atas berdirinya mushala seluas 81 meter persegi di atas tanah seluas 1.800 meter persegi yang dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) itu.

''Tidak sedikit pengunjung yang bertanya adakah mushala saat berkunjung untuk melihat matahari terbit menyinari Bromo di Penanjakan,'' kata Bambang, di sela-sela tugasnya, Sabtu (23/5) pagi.

Sekitar setahun lalu, sebelum menjadi penjaga mushala, Bambang diajak bekerja dalam proses pembangunan mushala. Singkat, sekitar satu setengah bulan saja.

Ia tak menduga, pihak LAZNAS BSM kemudian memintanya untuk menjadi penjaga mushala. Tawaran ini disambutnya dengan senang hati.

Selama satu tahun ini, Bambang merasa memiliki penaung dari TNBTS dan LAZNAS BSM dengan bekerja di sana.

''Astungkara (syukur), bagi saya setahun ini sudah betah dengan segala suka dukanya. Tapi, saya tak tahu apakah tenaga saya akan kembali digunakan atau tidak selanjutnya,'' ungkap Bambang.

Ia mengaku, memang membutuhkan pekerjaan setelah sebelumnya ia bekerja sebagai pemandu wisata dan tukang ojek. Apalagi, Bambang sudah mengenal pihak LAZNAS dan TN BTS setelah setiap bulan mengadakan pertemuan bersama.

Tak ada pula pergulatan batin dirasakan tokoh masyarakat Hindu Desa Wonkitri Edel saat pihak LAZNAS BSM menyampaikan maksud mereka mendirikan mushala di puncak gunung desa itu. Baginya, semua umat beragama memang perlu difasilitasi untuk bisa beribadah.

Yang terpenting, kata Edel, adalah memberi pengertian kepada warga. Meski 85 persen warga Desa Wonokitri adalah penganut Hindu, keberagamaan dan toleransi sama-sama dijaga.

Kerbersamaan juga terasa dalam acara-acara adat, seperti Yadnya Kasodo atau hari raya adat Suku Tengger. ''Di acara itu, setiap orang berdoa dengan keyakinananya sendiri,'' kata Edel.

Berkomitmen, begitulah penilaian tokoh masyarakat Islam Desa Wonokitri H Heri Nurdi terhadap Bambang. Sejak awal, tugas Bambang hanya membersihkan halaman dan merawat tanaman.

Ia sudah menjelaskan pada Bambang mengenai keharusan memasuki mushala dalam keadaan suci dari hadas besar dan kecil. Sepakat, Bambang pun komitmen dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Heri, masyarakat tidak mempermasalahkan adanya mushala ini. Sebab, lokasinya relatif jauh dari perkampungan warga Desa Wonokitri dan tidak menganggu aktivitas, apalagi mushala dibutuhkan pengunjung Muslim.

''Kami punya beban saat pengunjung Muslim yang datang harus shalat Subuh, tapi tidak disediakan tempat laik, sehingga shalat Subuhnya terlewat,'' kata Heri.

Pendekatan kepada masyarakat melalui para tokoh, termasuk tokoh pemuda Hindu, kata Direktur LAZNAS BSM Kiagus Muhammad Tohir, pasti dilakukan.

Pendekatannya memang cukup lama dan resistensi sempat muncul di awal, tapi itu berkurang seiring waktu. Tim BSM dan LAZNAS menjelaskan, nilai Islam yang universal yang diusung BSM.

Untuk menunjukkannya, mereka melibatkan masyarakat Hindu dan Muslim juga dilibatkan sejak pembangunan meski sudah menggunakan jasa kontraktor.

Visualisasi lain untuk menunjukkan toleransi Islam dengan Hindu adalah dengan meminta tempat sesaji didirikan di luar dekat gerbang masjid agar ada kedekatan antara penganut Hindu dengan Muslim.

''Pun, bangunan gerbang yang meniru Candi Singasari untuk memperkuat gabungan budaya lokal dengan Islam,'' kata Tohir.

Untuk menguatkan ikatan, Bambang dan tiga penjaga mushala lainnya diberi kafalah (upah) Rp 1,5 juta per orang per bulan yang bersumber dari dana kebajikan LASNAS BSM agar mereka memiliki ikatan langsung.

Jika dalam dua bulan ke depan, LASNAS BSM, BSM, TNBTS, dan MUI daerah sudah berhasil membentuk dewan kemakmuran mushola (DKM) BSM, kafalah bulanan penjaga mushala nantinya akan diberikan dari hasil infak pengunjung.

Namun, jika dana infak mushala tidak mencukupi, kafalah penjaga mushala akan diberikan oleh LAZNAS BSM.

Kedekatan dengan para tokoh agama dan tokoh pemuda tetap dijaga hingga saat ini melalui kegiatan sosial, seperti pemberian beasiswa berlanjut bagi anak-anak Tengger, bantuan alat semprot hama bagi para petani, dan pemberian 100 mushaf Alquran untuk 10 masjid di Kecamatan Tosari.n ed: m akbar wijaya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement