Jumat 22 May 2015 18:00 WIB

NU Inisiasi Pembetukan Aturan Pemanfaatan Air

Red:

JAKARTA - Pengurus Pusat Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) akan menginisiasi pembentukan road map tata kelola pemanfaatan air di Indonesia. LPBI NU melibatkan perwakilan pemerintah, ormas, LSM, dan institusi pendidikan dalam proses perancangan road map. "Beberapa ide yang muncul akan menjadi rekomendasi dalam pelaksanaan Muktamar NU ke-33 nanti," kata Ketua LPBI NU Avianto Muhtadi dalam seminar nasional "Mencegah Mata Air Menjadi Air Mata" di kantor PBNU Jakarta, Rabu (20/5).

Avianto mengatakan, isu tata kelola air sangat penting untuk dibahas. Pasalnya, air merupakan sumber daya sejati untuk kemakmuran rakyat. Avianto menyatakan, persoalan tata kelola air akan menjadi pembahasan khusus dalam Muktamar NU ke-33.

 

Seluruh pemangku kepentingan air bersih harus mulai membenahi regulasi maupun praktik pengelolaan air di lapangan. Sebab, kata Avianto, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan Undang-Undang Sumber Daya Air. "Permasalahan ini membutuhkan solusi bersama pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, perusahaan, dan masyarakat," ujarnya.

Avianto menyatakan, pihaknya akan mendorong LPBI NU daerah menyebarkan pentingnya isu pengelolaan air ke masyarakat. Selain itu, LPBI NU juga akan mendorong lahirnya gerakan pengawasan terhadap implementasi aturan lingkungan hidup.

Rais Suriyah PBNU Kiai Masdar Mas'udi mengatakan, air merupakan unsur penting dalam Islam. Hal ini tercermin dari banyaknya ibadah dalam Islam yang berkaitan dengan air, terutama untuk bersuci. Sayangnya, mayoritas Muslim belum menyadari pentingnya air. "Banyak umat Islam kurang menghargai air, padahal ini persoalan serius," Masdar.

Rendahnya kesadaran masyarakat tercermin dari buruknya pengelolaan air di kota maupun desa. Masdar mengatakan, perlu upaya serius mengubah persepsi masyarakat tentang air. Sebab, air merupakan kehidupan. Jika air rusak maka kehidupan juga akan rusak.

Masdar berharap, PBNU mau terus mengampanyekan pentingnya menjaga air. Dia juga mengajak pesantren dan masjid untuk menjadi motor penggerak dalam menghargai air. "Gerakan pesantren dan masjid besih perlu digalakkan," ujarnya.

Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Basah Hernowo berharap UU yang berkaitan dengan pendayagunaan sumber daya air (SDA) berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Menurutnya, pembatalan UU SDA oleh Mahkamah Konstitusi menuntut pemerintah melahirkan regulasi yang tepat. Masyarakat pun perlu ikut terlibat mengawasinya agar tidak terjadi kesalahan serupa. "Harus ada check and balance. Undang-undang yang lahir ke depan jangan sampai salah lagi," ujar Basah kepada Republika, Rabu (20/5).

Basah yang menjadi pembicara dalam seminar nasional tata kelola air bertajuk "Mencegah Mata Air Menjadi Air Mata" mengingatkan agar regulasi pendayagunaan SDA harus memperhatikan kepentingan masyarakat. Ia mengatakan, keputusan MK tidak boleh dilupakan begitu saja. Menurutnya, pemerintah harus menjaga amanat konstitusi dan masyarakat memperhatikan pelaksanaannya. 

Basah mengatakan, sumber daya air tidak memiliki substitusi. Oleh karena itu, dibutuhkan peran serta seluruh elemen mulai dari pemerintah, ormas, dan juga masyarakat. "Pendayagunaan air jangan sampai tidak berpihak pada kepentingan umum. Ini perlu dikawal," ujar Basah. 

Basah mencontohkan, apabila masyarakat membutuhkan air untuk mengairi sawah maka harus diutamakan terlebih dahulu. Ia pun berharap NU sebagai organisasi yang memiliki banyak anggota bisa mendorong mereka untuk lebih berperan aktif menyelamatkan pendayagunaan air. "Air sangat penting karena berpengaruh pada ekosistem," ujar Basah.

Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Wisnu Widjaja mendorong lahirnya perencanaan kebijakan yang fokus dalam pengelolaan sumber daya air (SDA). Menurut Wisnu, hal itu penting agar bencana yang berkaitan dengan air tidak semakin parah.

"Kapasitas daya dukung lingkungan saat ini terus berkurang. Kalau kita tidak melakukan apa-apa bisa semakin parah," ujar Wisnu kepada Republika, Rabu (20/5).

Wisnu mengatakan, kelebihan air terjadi pada saat musim hujan di Indonesia. Sementara, pada musim kemarau justru sangat kekurangan. Bahkan, kata Wisnu, defisitnya mencapai miliaran meter kubik, khususnya di Jawa. Oleh karena itu, seluruh pihak perlu menyikapi faktor lingkungan yang menjadi salah satu penyebabnya.

Wisnu mengaku perlu ada tata kelola air yang baik dengan regulasi dan perencanaan komprehensif. Sehingga, kata Wisnu, bisa diketahui penyebab dan jumlah kebutuhan anggaran untuk menanggulanginya.

Wisnu mengaku, dalam mewujudkan tata kelola yang baik perlu melibatkan instansi pemerintah lain, seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian PU, dan lain-lain. Menurut Wisnu, masyarakat perlu terlibat untuk mengawasi pelaksanaannya.

"Kalau sudah direncanakan dengan baik, ada pembagian tugas, didukung dengan pendanaan yang memadai, serta melibatkan masyarakat, saya kira akan terlaksana," ujarnya.n c71 ed: M Akbar Wijaya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement