Jumat 27 Mar 2015 17:21 WIB

Khotbah Jumat Momentum Kebangkitan Islam

Red: operator
Khutbah Jumat (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Khutbah Jumat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Khutbah Jumat bisa menjadi momentum kebangkitan dan perbaikan nasib umat Islam secara kolektif. Sebab, ada puluhan juta umat Islam datang ke masjid saat waktu shalat Jumat tiba. “Ibadah shalat Jumat dapat memanfaatkan jamaah yang banyak,” kata Juru Bicara Dewan Masjid Indonesia (DMI) Hery Sucipto kepada Republika, Rabu (25/3).

Khutbah Jumat belum termanfaatkan secara optimal untuk membangun gerakan sosial di kalangan Muslim. Tema-tema khutbah masih terfokus pada hal-hal yang menyangkut ibadah akhirat. Padahal, ada banyak tema sosial yang bisa disampaikan khatib saat khutbah shalat Jumat.

Hery mencontohkan, materi dakwah khutbah Jumat bisa membicarakan arti penting pendidikan, kesehatan, pertanian, hingga bisnis menurut Islam. Sehingga, umat Islam mendapat inspirasi untuk lebih produktif dalam berkarya. "Materi tentang kedokteran, bisnis. Umat Islam ketinggalan dalam hal begini,” ujarnya.

Mendorong agar umat Islam unggul dalam urusan duniawi melalui khutbah Jumat bukan hal yang dilarang. Hery mengatakan, pada zaman Nabi Muhammad SAW masjid menjadi pusat kegiatan masyarakat dan peradaban umat Islam. Hery berpendapat, materi khutbah Jumat tentang urusan duniawi lebih baik dibuat proporsional. “Untuk itu, 50 persen materi dunia dan 50 persen akhirat," katanya.

Saat ini, kata Hery, DMI tengah menyusun silabus dakwah agar materi yang disampaikan lebih proporsional. Namun, di sisi lain dia mengakui, sulit menyeragamkan materi khutbah Jumat secara bersamaan di berbagai masjid. Hal ini karena biaya operasional masjid tidak ditanggung pemerintah, tapi masyarakat. “Sehingga, masjid menyusun sendiri materi dakwahnya,” ujarnya.

Meski begitu, Hery berharap, masjid bisa menyajikan materi khutbah Jumat yang mengajarkan kebaikan sosial dan agama jamaah. Sebab, menurut Hery, saat ini 80 persen potensi masjid termanfaatkan untuk urusan ibadah, seperti shalat dan berzikir. Sedangkan, potensi sosial masjid hanya sebesar 10 persen. Sedangkan, 10 persen lainnya termanfaatkan untuk kegiatan pendidikan. “DMI mengusulkan agar kegiatan masjid dibagi menjadi sama rata atau fity fifty agar proporsional,” katanya.

Ketua Ikatan Da'i Indonesia (IKADI) Ahmad Satori mengatakan, materi khutbah Jumat harus merefleksikan persoalan yang terjadi di tengah jamaah masjid. Dengan begitu, manfaat khutbah bisa lebih dirasakan. Satori mencontohkan, ketika suatu wilayah dilanda permasalahan begal kendaraan bermotor, tidak masalah jika khatib menyampaikan masalah itu.

Contoh lain, imbuh Satori, jika satu wilayah identik dengan masalah perjudian atau penduduk yang malas bekerja maka khutbah bisa mengarah ke tema yang bisa menumbuhkan semangat. “Ceramah sebaiknya sesuai dengan kondisi jamaahnya. Sehingga, setiap daerah dan masjid punya permasalahan daerahnya sendiri,” ujarnya.

Satori tidak setuju jika tema khutbah Jumat di masjid-masjid diseragamkan. Dia khawatir, penyeragaman tema hanya akan membuat khutbah Jumat sebagai ajang seremonial yang tidak mampu menyelesaikan problem keumatan. Sebab, Satori mengulangi, masing-masing wilayah memiliki permasalahan yang berbeda-beda.

Sebelumnya, Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Machasin mengakui, sukar menerapkan penyeragaman tema khutbah Jumat di masjid. Alasannya, kondisi lingkungan masyarakat Islam di Indonesia beranekaragam. “Bagaimana bisa (diseragamkan)? Antara masjid di desa dan di kota tentu berbeda,” kata Machasin.

Machasin mengatakan, mengatur khatib berbicara tema tertentu tidak mudah. Sebab, khatib memiliki hak otonom menyampaikan tema khutbah. Dia berpendapat, sebaiknya pemahaman mengenai pemilihan tema khutbah Jumat yang ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas umat Islam.

Ketua Bidang Kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholill Nafis mengatakan, upaya menangkal radikalisme tidak perlu dilakukan lewat penyeragaman khutbah Jumat. Menurutnya, yang perlu dilakukan, yakni membina agar isi khotbah tidak mengandung unsur kebencian dan paham terorisme.  c83 ed: M Akbar Wijaya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement