Jumat 06 Mar 2015 15:08 WIB

DPR Dukung Fatwa Mati Kejahatan Seksual Anak

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR akan mempertimbangkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak. DPR menilai hukuman penjara seumur hidup hingga mati patut diberikan kepada penjahat yang telah merusak masa depan anak. “Saya yakin DPR akan mempertimbangkan hal itu (fatwa MUI),” kata anggota Komisi III DPR bidang hukum Nasir Djamil saat dihubungi Republika, Kamis (5/3).

Nasir mengatakan bahwa kejahatan seksual terhadap anak telah meresahkan masyarakat. Sebab, banyak dari para penjahat itu merupakan orang dekat korban. Mereka melakukan kejahatannya dengan bujuk rayu hingga ancaman kekerasan. Saat ini, kata Nasir, wacana menghukum berat pelaku kejahatan seksual anak sudah masuk ke DPR dan tengah didiskusikan.

Nasir memandang kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan yang serius. Tindakan kriminal ini bisa disetarakan dengan kejahatan narkoba, korupsi, dan penambangan ilegal. Sebab ada efek kejahatan itu berpengaruh luas terhadap korban dan masyarakat. “Ini kejahatan luar biasa karena menyangkut masa depan anak. Sama seperti narkoba yang merusak generasi penerus bangsa ini,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera itu. 

Namun begitu, kategorisasi kejahatan seksual mesti diperjelas. Menurut Nasir, jika kejahatan yang dilakukan masih dalam bentuk ringan, pelaku tidak pantas dihukum mati. “Tapi, kalau berdampak merugikan masa depan anak, baik itu fisik, psikis, dan masa depan maka wajar jika hukuman menjadi berat,” kata Nasir.

Nasir menyatakan, berdasarkan catatan statistik, kejahatan seksual di Indonesia sudah masuk kategori extraordinary crime (kejahatan luar biasa). Ia berharap pemerintah memberikan perhatian serius atas persoalan ini.

Ketua Komisi VIII DPR bidang perempuan dan anak, Saleh Partaonan Daulay, mendukung fatwa MUI yang membolehkan hukuman mati bagi pelaku kejahatan seksual anak. Menurutnya, hukuman berat harus diterapkan untuk menekan jumlah kejahatan ini.

Saleh juga mengakui adanya desakan kepada DPR agar kejahatan seksual anak dibahas serius. Namun, menurutnya, desakan itu belum bisa direalisasikan dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2015. Ia berharap masyarakat terus memberi dorongan dan perhatian atas masalah ini. “Sudah ada usulan dari beberapa aktivis. Kalau dukungan rakyat kuat, saya rasa bagus untuk dibahas,” ujar Saleh.

Politikus Partai Amanat Nasional ini mengungkapkan perlu ada definisi yang jelas soal kejahatan seksual anak. Hal ini agar tidak terjadi generalisasi hukuman bagi mereka yang dituduh melakukannya. Misalnya, kata Saleh, sejumlah kasus pemerkosaan terjadi karena dasar suka sama suka. Namun kemudian, ketika terjadi penyesalan, salah satu dari pelaku menyebut ada unsur kekerasan. “Saya rasa perlu ada standar yang jelas sehingga penerapan hukum bisa jelas,” kata Saleh.

Definisi kejahatan seksual harus dirumuskan secara komprehensif. Saleh mengatakan perlu ada kajian mendalam yang melibatkan aspek yuridis, psikologis, sosiologis, dan filosofis.

Sebelumnya, MUI berfatwa para pelaku kejahatan seksual terhadap anak harus dihukum berat. Bahkan, bila perlu para penjahat itu dipenjara seumur hidup hingga hukuman mati. “MUI membolehkan menghukum mati pelaku kejahatan seksual,” ujar Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF saat dihubungi Republika, Rabu (4/3).

Hasanuddin menerangkan kejahatan seksual terhadap anak masuk pidana ta'zir. Artinya, hukuman bagi para penjahatnya diserahkan kepada pemimpin atau ulil amri. Menurut Hasanuddin, pemerintah selaku penguasa berwenang memberi hukuman dari yang paling ringan hingga paling berat.

Selain mengeluarkan fatwa bagi para pelaku kejahatan seksual anak, MUI juga mengeluarkan fatwa bagi para penganut lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT), kejahatan narkoba, denda haji, penyamakan kulit, dan tanah wakaf. Khusus untuk kejahatan narkoba, MUI berpandangan para produsen, bandar, dan pengedar narkoba bisa dihukum mati. Sebab kejahatan mereka berdampak terhadap rusaknya akhlak dan moral generasi bangsa. c71 ed: M Akbar Wijaya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement