Senin 09 Feb 2015 16:41 WIB

Metode Jagung Semai Penghafal Alquran

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, Metode jagung, merupakan sebutan yang pernah dinyatakan Pendiri Pesantren Tahfidz Daarul Quran, Ustaz Yusuf Mansur. Ustaz Yusuf Mansur mengatakan, dengan cara metode jagung, umat Islam bisa lebih mudah dan tertarik untuk bisa mengaji dan menghafal Alquran.

Kata 'jagung' sendiri merupakan referensi yang biasa dilakukan beberapa orang untuk menangkap burung. Agar mudah untuk menangkap burung, beberapa orang biasanya memakai jagung untuk dijadikan umpan.

Metode jagung seperti itulah yang dirasa bisa diterapkan dalam mengajak umat untuk mengaji dan menghafal Alquran. Menurut Ustaz Yusuf Mansur dalam tulisannya 'Metode Jagung', dia mengungkapkan, mengajak mengaji umat dengan menggunakan makanan bisa dijadikan strategi. Cara ini dilakukan agar mereka lebih semangat dalam menghafal Alquran.

Kepala Marketing Pesantren Tahfidz Daarul Quran Darmawan Eko Setiadi mengatakan, metode jagung cukup efektif untuk mengajak umat menghafal Alquran. “Strategi itu cukup berhasil diterapkan di rumah-rumah tahfidz di seluruh Indonesia,” kata Darmawan, akhir pekan lalu.

Darmawan menceritakan keberhasilan metode jagung yang dipakai salah satu tempat pengajian di Majalengka. Menurutnya, para pengurus di tempat tersebut malah menggunakan mainan sebagai umpan atau daya tarik anak-anak untuk menghafal Alquran.

Pertama, anak-anak tersebut secara gratis mendapatkan mainan dengan hanya datang dan berkumpul di tempat tersebut. Kemudian, pengajar itu pun menggunakan strategi ‘boleh mendapat mainan asal shalat’. “Terus persyaratannya menjadi ‘boleh mendapat mainan asal mengaji’,” ujarnya.

Pada akhirnya, tempat kecil untuk mengaji itu pun menjadi pesantren yang besar di daerah Majalengka, Jawa Barat.

Menurut Darmawan, rumah tahfidz di seluruh Indonesia memiliki hubungan tersendiri dengan Pesantren Daarul Quran. Rumah tahfidz yang saat ini berjumlah 4000 di seluruh Indonesia tersebut menjadi bagian penting dari pesantren yang berada di Cipondoh, Kota Tangerang ini.

Pengasuh Pesantren Tahfidz Daarul Quran Ahmad Slamet menjelaskan, Ustaz Yusuf Mansur dalam membangun pesantren tersebut memiliki misi yang cukup penting. “Ingin membumikan Alquran,” ujarnya.

Selain itu, Pesantren Daarul Quran juga bercita-cita untuk menghasilkan 100.000 penghafal Alquran. Agar misi tersebut terealisasi, maka didirikanlah Pesantren Daarul Quran dan rumah tahfidz di seluruh Indonesia dengan dukungan dari tokoh masyarakat yang berada di daerah. “Saya juga pernah berkunjung ke Rumah Tahfidz Tarakan. Di sana mereka memiliki konsep rumah panggung yang berdiri di atas laut,” kata Slamet.

Metode jagung hanya diterapkan di rumah tahfidz. Meski tidak menggunakan metode jagung, bukan berarti Pesantren Daarul Quran tidak menggunakan metode khusus untuk membina para hafidz. Menurutnya, Pesantren Daarul Quran memiliki dua metode, yakni targib dan tarhib. Maksudnya, pihak pesantren menggunakan metode reward dan punishment.

Pada hakikatnya, metode tahfidz yang digunakan di pesantren itu sangat banyak. Menurut Slamet, metode yang dipakai pesantren memang terus berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan, metode menghafal Alquran dengan metode internet pun direncanakan akan diterapkan di pesantren yang memiliki 2000 santri dari seluruh Indonesia itu.

Slamet juga menjelaskan, Pesantren Daarul Quran menggunakan satu guru untuk membimbing 15 santri yang menghafal Alquran. Guru tersebut tidak hanya bertanggung jawab untuk membina santri-santri tersebut. Guru tersebut juga memiliki tugas untuk memberikan penilaian terhadap para santri. Penilaian yang menjadi wewenangnya berkutat pada kemampuan menghafal Alquran para santri dan akhlak mereka juga.

Menurut Slamet, para guru tidak akan memberikan nilai bagi santri yang belum hafal. Mereka akan memberikan nilai sampai para santri itu benar-benar hafal.

Slamet menyatakan, Pesantren Daarul Quran juga memiliki konsep kelas untuk membagi-bagi para santrinya. Menurutnya, pesantren telah membagi tujuh kelas sesuai dengan kemampuan para santri. Kelas ini tidak dilihat berdasarkan usia, tapi kemampuan mereka dalam menguasai ayat-ayat Allah SWT. “Kelas pertama bagi yang masih awam, terus kelas dua untuk santri yang sedang menghapal juz satu hingga lima, dan seterusnya,” ujar Slamet.  c13 ed: Muhammad Fakhruddin

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement