Jumat 06 Feb 2015 17:57 WIB

Konsolidasi Dakwah Mulai dari Internal Dai

Red: operator
Warga Kampung Datah Bilang, Long Hubung, Mahakam Ulu saat mengikuti safari dakwah di Masjid Arrahman.
Foto: Republika/Chairul Akhmad
Warga Kampung Datah Bilang, Long Hubung, Mahakam Ulu saat mengikuti safari dakwah di Masjid Arrahman.

REPUBLIKA.CO.ID, Dakwah pada era globalisasi dan informasi memiliki tantangan tersendiri dan menuntut para dai untuk lebih kreatif dalam menyajikan materi. Karena itu, Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6 yang akan digelar di Yogyakarta pada 8-11 Februari 2015 harus merumuskan strategi dakwah yang jitu. Ini sebagai antisipasi bersama dari para tokoh Muslim terkait tantangan dakwah Islam ke depan.

Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Ustaz Syuhada Bahri mengatakan, salah satu tantangan dakwah di Indonesia, yakni mayoritas umat Islam masih kurang memahami agamanya secara menyeluruh. Dalam pandangan Ustaz Syuhada, hal itu disebabkan setidaknya oleh dua hal. “Pertama, gencarnya gerakan anti-Islam yang berusaha menjauhkan umat dari memahami Islam. Kedua, belum optimalnya dakwah kita,” kata Ustaz Syuhada Bahri kepada Republika di Jakarta, Kamis (5/2).

Untuk itu, Ustaz Syuhada menekankan, penting bagi para pemuka Muslim konsen terhadap kaderisasi dai. Sehingga, akan terus muncul generasi muda yang bertekad ilallah. Yakni, kader-kader dai yang berilmu untuk beramal, berakhlak untuk keteladanan, dan berwawasan luas untuk menggiatkan semangat umat Islam. “Dai yang taqarrub ilallah dan rasa imannya melahirkan sikap ikhlas dalam berdakwah,” katanya.

Selanjutnya, Ustaz Syuhada menuturkan, kini pun marak orang-orang yang mengenakan identitas dai tetapi justru mengutamakan dakwah sebagai hiburan (entertainment) belaka. Dai penghibur ini marak di media massa populer dan tidak mengutamakan keilmuan Islam. “Ini mesti diadang. Jadi, kita konsen membekali para dai dengan ilmu,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustaz Bachtiar Nasir mengatakan, musuh terbesar umat Islam pada zaman ini ialah liberalisme. Sebab, liberalisme mengepung lini ekonomi, politik, dan bahkan akidah umat Islam. Dalam pandangan Ustaz Bachtiar, liberalisme agama merupakan pukulan telak bagi umat Islam Indonesia. “Yang kita hadapi pertama sebenarnya liberalisme. Ini yang paling berbahaya. Lantas ada liberalisme agama. Kalau kita dihajar dengan ini, runtuhlah semua,” terangnya.

Apalagi, lanjut Ustaz Bachtiar, dengan sekularisme yang merupakan musuh umat Islam dalam segi pemikiran. Sebab, paham itu kian menjauhkan sikap berbangsa dan bernegara secara Islami. Menurut Ustaz Bachtiar, Pancasila sebagai dasar negara memiliki sila-sila yang sejalan dengan Islam. Namun, sekularisme membuat semua sila itu menyimpang dari pandangan Islam dan cenderung membahayakan persatuan Indonesia.

Misalnya, sila pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa. Menurut Ustaz Bachtiar, kalangan sekuler hanya ingin ungkapan 'Ketuhanan'” saja. Sehingga, apa pun tuhan yang disembah, mesti diakui oleh negara sebagai agama resmi. Dalam pandangan Ustaz Bachtiar, Indonesia bisa runtuh karenanya.

Demikian pula, lanjut Ustaz Bachtiar, dengan sila kedua Pancasila. Ungkapan “Yang adil dan beradab” ingin dihilangkan sehingga tersisa “kemanusiaan” saja. Bagi para pendukung sekularisme, ini menjadi peluang memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) dalam tafsiran sekuler.

“Akhirnya, muncul kelompok homoseksual itu, yang meminta agar dibenarkan adanya jenis kelamin ketiga di Indonesia. Meminta pula, RUU Kesetaraan Gender. Ini kacau semua pemikirannya,” ungkapnya.

KUII Keenam sendiri akan mengundang sekira 700 orang peserta. Mereka berasal dari kalangan ulama, zuama, cendekiawan, wakil-wakil ormas dan politikus Islam, serta kalangan profesional Muslim. KUII merupakan pertemuan akbar tokoh Muslim Indonesia tiap lima tahun sekali.  c14 ed: Muhammad Fakhruddin

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement